Benteng Fort De Kock: Jejak Perang Paderi di Sumatera Barat

Sekilas

Mengunjungi Kota Bukittinggi di Provinsi Sumatera Barat bukan hanya menikmati keelokan alam dan hawanya yang sejuk. Kota pemilik Jam Gadangnya ini juga menyimpan peninggalan sejarah yang bisa Anda kunjungi, yaitu Benteng Fort De Kock di puncak Bukit Jirek.

Benteng Fort De Kock dibangun tahun 1825 oleh Kapten Bauer ketika Baron Hendrik Merkus de Kock menjadi komandan militer (commandant der troepen) dan Gubernur Hindia Belanda. Sebelum dikenal dengan nama Fort De Kock, benteng pertahanan ini bernama Sterreschans yang berarti benteng pelindung saat terjadi Perang Paderi (1803-1838).

Perang Paderi sendiri diawali pertikaian antara Kaum Adat yang masih berpegang adat lama dan Kaum Paderi yang berpegang pada syariat Islam hingga berujung pada masuknya tentara Hindia-Belanda ke dalam konflik tersebut.

Pemerintah Hindia-Belanda yang dimintai bantuan oleh Kaum Adat dengan leluasa mendirikan sejumlah benteng di Dataran Tinggi (darek) Minangkabau untuk mengalahkan Kaum Paderi, di antaranya Fort de Kock di Bukittinggi dan Fort van der Capellen di Batusangkar. Perjanjian kerja sama antara Kaum Adat dan Hindia-Belanda tersebut pada akhirnya berbalik merugikan Kaum Adat sendiri dan menyebabkan runtuhnya Kerajaan Pagaruyung.

Benteng Fort De Kock dibangun atas dasar perjanjian kerja sama antara Kaum Adat dengan Belanda sebagai kubu pertahanan melawan masyarakat Minangkabau, khususnya dari sebelum Kaum Adat bergabung dengan Kaum Paderi sampai ketika kedua kelompok bergabung melawan Belanda.

Fungsi lain dari Benteng Fort De Kock adalah menjadi tempat peristirahatan opsir Belanda. Selanjutnya, daerah sekitar benteng inilah tumbuh sebuah kota yang juga bernama Fort De Kock dan kini kita kenal sebagai Bukittinggi.

Kegiatan

Sisa-sisa Benteng Fort De Kock kini dapat dilihat berupa bangunan setinggi 20 meter berwarna putih dan hijau. Bangunan tersebut seperti menara pantau yang berdiri tegak di atas puncak bukit.

Benda peninggalan sejarah lain yang bisa dinikmati adalah meriam kuno periode abad ke-19 yang ada di sekitar benteng Fort De Kock.

Kisah singkat Benteng Fort De Kock sebagai saksi sejarah perjuangan rakyat Minangkabau dapat dibaca pada batu prasasti yang terletak di depan bangunan benteng, berikut tahun peresmian benteng tersebut menjadi kawasan wisata.

Bangunan direnovasi tahun 2002 lalu dan diresmikasn pada 2003. Kawasan sekitar benteng dipugar  menjadi sebuah taman dengan pepohonan rindang dan taman bermain. Menaiki puncak bangunan sisa benteng, Anda dapat melihat panorama indahnya pemandangan sebagian Kota Bukittinggi dari atas benteng.

Mengunjungi benteng ini bukan hanya dapat berwisata sejarah tetapi juga menikmati alam dan budaya bersama keluarga. Suasana di sekitar dikelilingi lampu antik yang menghias taman.

Transportasi

Lokasi Benteng Fort De Kock berada di kawasan yang sama dengan Museum Rumah Adat Baanjuang dan Kebun Binatang Bukittinggi, yaitu di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi.

Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan terletak sekira 1 kilometer dari Jam Gadang Kota Bukittinggi, tepatnya di Jalan Tuanku nan Receh. Benteng Fort De Kock berada di bukit sebelah kiri pintu masuk, berlawanan arah dengan lokasi kebun binatang dan museum. Keduanya dihubungkan dengan Jembatan Limpapeh yang di bawahnya adalah jalan raya dalam kota Bukittinggi.

Untuk menuju pusat Kota Bukittinggi dapat ditempuh  2 jam dari Kota Padang. Anda dapat memanfaatkan bus atau menyewa kendaraan.

Berkeliling

Manfaatkan waktu berkeliling di Kota Bukittinggi dengan bendi meski angkutan umum tersedia. Bendi tersebut dapat Anda temui di Jam Gadang sejak pukul 07.00 pagi hingga pukul 21.00. Bendi tersebut dapat mengantarkan Anda berkeliling mulai dari Jam Gadang, Kampuang Cino, Simpang Tembok, dan lanjut melewati Simpang Ngarai Sianok, Panorama hingga kembali lagi ke Jam Gadang.

Tips

Lihat laman berikut untuk daftar penginapan dan  di Kota Bukittinggi.

Kuliner

Pastikan Anda melahap nikmatnya ragam kuliner khas Bukittinggi berikut ini.

Nasi kapau menjadi pilihan menarik menikmati makan siang di Bukittingi. Datangi Nasi Kapau Uni Lies di Los Lambuang Pasa Ateh. Sajiannya beragam lauk khas seperti gulai tunjang, pangek ikan mas dan gulai tambunsu dimana semuanya terasa nikmat ketika disantap bersama Nasi Kapau. Selain itu, masakan khas Minang seperti rendang, ayam goreng bumbu, belut goreng dan dendeng batokok. Kesemua itu dipadu padankan dengan gulai Nangka Muda yang dicampur Kol, Kacang Panjang, dan Rebung. Yang kesemua itu merupakan khas Nasi Kapau.

Ada juga gulai itiak lado mudo berupa daging itik yang disirami kuah cabe hijau. Rasa pedas dari cabe hijau hanya sebatas memanaskan bibir saja. Sebagai peredanya, menu itik ini disajikan dengan potongan mentimun dan irisan bawang merah. Dengan memakan mentimun dan bawang, rasa pedas akan terasa berkurang. Pengolahan daging itik ini juga menjadi perhatian karena selain itik harus berumur 6 bulan agar daging terasa sangat empuk, juga memakan waktu sampai dengan 48 jam membuat bumbu yang telah bercampur dengan cabai hijau, meresap kedalam daging itik. Temukan tempat menikmati kuliner ini di rumah makan Lansano Jaya dengan bonus pemandangan Ngarai Sianok yang indah.

Pical sikai adalah sejenis pecal di Jawa, uniknya ditambahi jantung pisang dan rebung di antara sayuran rebus lainnya dilumuri taburan bumbu kacang. Anda dapat datang ke Jalan Panorama 19C, dekat pintu masuk Taman Panorama dan Lobang Jepang.

Satu lagi kuliner yang wajib di coba saat menyambangi Bukittinggi adalah Sate Mak Syukur di tepi Jalan Raya Bukittinggi menuju Kota Padang, tepatnya di Jalan Sutan Syahrir No. 250 Silaing Bawah, Kota Padang Panjang. Daging sapi sate ini adalah pilhan khusus dari Kota Padang Panjang. Sate Mak Syukur juga mengolah jantung, usus dan lidah sapi sebagai pendamping katupek yang disiram dengan kuah kacang hangat. Hal spesial dari Sate Mak Syukur adalah daging yang diambil merupakan bagian punuk serta rusuk sapi sehingga daging yang didapat tidak terlampau keras namun mengandung lemak. Lemak inilah yang membuat rasa sate begitu nikmat tetapi lemak sendiri tidak diikut sertakan pada saat sate dibakar dan disajikan.