Pesisir pantai di Kabupaten Tapanuli Tengah, terutamanya di Kota Sibolga selalu diramaikan dengan aktivitas keseharian nelayan. Mereka menyambung penghidupannya melalui hasil tangkapan laut dengan mengarungi lautan dan menerjang cuaca yang kadang kurang bersahabat.
Agar tangkapan laut melimpah dan dijauhkan dari segala marahabahaya, penduduk melakukan sebuah tradisi yang disebut Mangure Luwik atau dikenal juga sebagai Kenduri Laut. Ini merupakan bentuk pemanjatan doa bersama yang dilakukan saat musim penangkapan ikan tiba.
Uniknya, tradisi ini menyertakan seekor kerbau untuk disembelih. Dagingnya dimakan bersama-sama masyarakat, sedangkan kepalanya dihanyutkan ke laut. Konon, bagian tubuh itu merupakan persembahan agar laut tak memakan korban manusia.
Mitos masih mengakar pada kehidupan masyarakat setempat. Kekuatan roh baik dan roh jahat itu ada diantara mereka. Warga pun percaya bahwa laut memiliki penguasa yang harus diberikan sesaji agar bersahabat.
Kepercayaan turun-temurun itu sudah diwariskan selama ratusan tahun. Zaman nenek moyang membuktikan bahwa Mangure Lawik cukup ampuh memberikan dampak kepada nelayan. Mereka diberi keselamatan dan hasil laut yang cukup memuaskan.
Luangkan waktu Anda untuk menyaksikan tradisi budaya ini dengan menyambangi di Muara Lubuk Tukko. Kadangkala acara ini juga digelar saat bulan april bersamaan dengan perayaan hari jadi Kota Sibolga bertempat di kawasan Sibustak-bustak Jalan Mojopahit Aek Habil Kota Sibolga.
Sejatinya, Kota Sibolga menaungi beberapa etnis di Indonesia. Budaya dan seni bervariasi di sini namun budaya pesisir tetap mendominasi. Di tengah modernisasi, Mangure Lawik tetap dipertahankan meskipun sudah mulai pudar keberadaannya.
Selain memiliki pantai-pantai yang cantik, Kota Sibolga juga merupakan jembatan penghubung wisatawan untuk meraih Pulau Mursala. Destinasi itu memiliki air terjun indah yang airnya jatuh langsung ke lautan dan terumbu karang yang masih sehat.