Tugu Nol Kilometer RI atau biasa disebut Monumen Kilometer Nol merupakan sebuah penanda geografis yang unik. Hal ini berkaitan sebagai simbol perekat Nusantara dari Sabang di Aceh sampai Merauke di Papua. Tugu ini bukan saja menjadi penanda ujung terjauh bagian barat di Indonesia tetapi juga menjadi objek wisata sejarah bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
Datanglah ke ujung barat Indonesia ini untuk menapakkan kaki Anda di atas titik kilometer nol yang terbuat dari semen berbentuk lingkaran berdiameter 50 centimeter. Berdirilah di atasnya lalu abadikan fakta historis yang sifatnya pribadi itu.
Pemandangan dari atas tugu ini sungguh sangat menawan dimana membentang laut biru yang seakan tak terbatas. Dengan menyambangi tempat ini Anda pun bisa mendapat sertifikat dari agen penjalanan resmi mana pun di Sabang sebagai bukti pernah berdiri di titik nol kilometer Indonesia.
Lokasi tugu ini terletak di areal Hutan Wisata Sabang tepatnya di Desa Iboih Ujong Ba’u, Kecamatan Sukakarya, sekitar 5 km dari Iboih. Letaknya di sebelah barat kota Sabang sekitar 29 kilometer atau memakan waktu sekitar 40 menit berkendaraan. Pesona alam di sepanjang perjalanan menuju tempat ini akan memberikan kesan menakjubkan dan pengalaman menelusuri jalurnya dapat menggetarkan sanubari. Selain itu selama perjalanan menuju Monumen Kilometer Nol Anda dapat melihat hewan liar seperti kera yang senantiasa menunggu diberikan makanan oleh pengunjung.
Mengapa tidak tunggulah hingga matahari larut di birunya air laut Samudera Hindia. Fenomena sunset di ujung paling barat kepulauan di Indonesia tak mungkin tersandingkan dengan pengalaman sunset lainnya di Tanah Air.
Tugu kilometer Nol adalah sebuah bangunan setinggi 22,5 meter dengan bentuk lingkaran berjeruji. Bagian tugu dicat warna putih dan bagian atas lingkaran menyempit seperti mata bor. Puncak tugu ini terdapat patung burung garuda menggenggam angka nol dilengkapi prasasti marmer hitam yang menunjukkan posisi geografis.
Tugu adalah simbol pengenang dimana arti pentingnya justru sering kali terlupakan dan bahkan diremehkan dengan cara tidak menjaga keutuhannya.
Di lantai pertama monumen terdapat sebuah pilar bulat dan terdapat prasasti peresmian tugu yang ditandatangani Wakil Presiden Try Sutrisno di Banda Aceh, pada 9 September 1997. Di lantai kedua terdapat sebuah beton bersegi empat dimana tertempel dua prasasti yaitu prasasti pertama ditandatangani Menteri Riset dan Teknologi/Ketua BPP Teknologi BJ. Habibie, pada 24 September 1997. Dalam prasasti itu bertuliskan tentang penetapan posisi geografis KM-0 Indonesia itu diukur para pakar BPP Teknologi dengan menggunakan teknologi Global Positioning System (GPS). Prasati kedua menjelaskan posisi geografis tempat ini yaitu 05 54″ 21,99 Lintang Utara – 95 12″ 59,02″ Bujur Timur.
Memang tugu ini dipancangkan tak persis di garis terluar sisi barat. Segalanya harus diperhitungkan sesuai kondisi yang memungkinkan secara teknis. Bukan berarti tak mengindahkan kecanggihan teknologi dan kondisi ideal untuk menetapkan dimana seharusnya Tugu Kilometer Nol ini berdiri. Bahkan di Amerika pun sebagai contoh, titik nol kilometer paling selatan ditetapkan di Key West, walau bukan tepat di sisi paling selatan.
Data teknis berdirinya tugu ini tertoreh di atas lempeng batu granit yang menyebutkan “Posisi Geografis Kilometer 0 Indonesia, Sabang. Lintang: 05o 54’ 21.42” LU. Bujur: 95o 13’ 00.50” BT. Tinggi: 43.6 Meter (MSL). Posisi Geografis dalam Ellipsoid WGS 84.”
Sebuah lagu wajib nasional karya R. Surarjo awalnya bersyair ‘Dari Barat sampai ke Timur, berjajar pulau-pulau’ tetapi bait tersebut kemudian diubah atas masukan Presiden Soekarno tahun 1960-an saat mempersatukan Irian Barat ke NKRI. Perubahannya menjadi ‘Dari Sabang sampai Merauke, berjajar pulau-pulau’. Kata-kata tersebut didapatkan Presiden Soekarno dari ucapan seorang perwira Belanda bernama Jendral J.B. van Heutsz yang saat itu mengklaim kemenangannya dalam Perang Aceh tahun 1904 dengan slogannya “Vom Sabang tot Merauke”, dua kota di ujung barat dan timur Indonesia. Kebanggaan itu terus berakar, menanamkan kesan yang kuat bahwa batas barat negara Indonesia ialah Kota Sabang dan di sisi timurnya ialah Merauke.
Sebenarnya secara teknis, pulau sisi paling barat Indonesia ialah Pulau Lhee Blah, yaitu pulau kecil di sebelah barat Pulau Breuh. Hal ini sama terjadi dengan pulau paling selatan yaitu Pulau Rote, walau secara teknis Pulau N’dana ialah pulau paling selatan di Indonesia.
Transportasi
Pelabuhan Balohan, 10 kilometer dari Kota Sabang terhubung dengan Pelabuhan Ulee Lheue di Banda Aceh. Dua buah kapal feri beroperasi setiap harinya menyebrangi lautan sekitar 2 jam dan dibantu satu buah feri cepat, KM. Pulo Rondo yang menyebrangi selat selama 45 menit. Ongkosnya tak mahal, yakni sekitar Rp60.000,00 per orang untuk feri cepat.
Petin Layeu, Pantai Kasih, Wisata Bahari Iboih, Wisata Bahari Pantai Gapang, dan Taman Laut Pulau Rubiah merupakan beberapa daya tarik wisata lainnya yang bisa dikunjungi selama Anda berlibur di Pulau Weh.
Kuliner
Untuk memenuhi keinginan berpetualang kuliner, cobalah memburu Sie Teulheu yaitu daging sapi yang dimasak dalam panci tradisional terbuat dari tanah liat. Selain itu, carilah Kue Supet yang bisa dinikmati dengan minuman legendaris Aceh, kopi Aceh yang masih panas. Kekarah, Kari Aceh, Timphan, Adee, Keuh Bhoi, Mie Aceh, Roti Cane, dan Ikan Kayu atau Kemamah adalah beberapa jenis makanan khas Aceh yang juga harus ada di dalam DPO, ‘daftar pencarian oleh-oleh’ dari Aceh.