Pura Ulun Danu Batur di Kintamani adalah pura yang dianggap paling penting kedua di Bali setelah Pura Besakih. Oleh karenanya, apabila Anda mengunjungi kawasan wisata Batur, sempatkanlah singgah ke pura yang memiliki sejarah dan sakral bagi masyarakat Hindu Bali ini. Pura ini menjadi tempat ibadah bagi empat puluh lima desa di Bali, dengan Desa Batur sebagai penanggung jawab utamanya. Dalam upacara keagamaan dan adat, desa-desa tersebut wajib menyediakan bahan yang dibutuhkan dalam upacara (atos).
Pura Ulun Danu Batur terletak di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut tepatnya di Desa Kalanganyar, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Berlatar belakang pemandangan Gunung Batur lengkap dengan lava hitamnya yang mengeras serta Danau Batur di kaki gunungnya, Pura Ulun Danu Batur berdiri anggun menghadap ke bagian Barat. Keindahan alam pegunungan Batur dan hijaunya kawasan Kintamani seolah menjadi latar sempurna berpadu dengan kesakralan pura yang sempat berpindah lokasi ini.
Pembangunan Pura Ulun Danu Batur ditujukan untuk memuja Dewi Batari Ulun Danu, dewi danau dan sungai. Ulun Danu sendiri bermakna penguasa danau. Salah satu nilai universal dari diadakannya upacara pemujaan di pura ini adalah adanya pesan untuk menjaga kelestarian air dan hutan di Bali. Kawasan di sekitar pura (Gunung Batur dan sekitarnya) disebut-sebut sebagai kawasan resapan air di Bali. Oleh karenanya, kelestariannya harus dijaga mengingat kerusakan di daerah resapan air tersebut akan berakibat buruk tidak hanya bagi Kintamani tapi juga bagi Bali secara keseluruhan.
Awalnya Pura Ulun Danu Batur terletak di lereng Barat Daya Gunung Batur. Letusan dasyatnya pada tahun 1917 memakan korban ribuan nyawa dan menghancurkan desa namun cukup mencengangkan tidak menyentuh pura ini. Tahun 1926, Gunung Batur kembali meletus dan sekali lagi menghancurkan dan mengubur Desa Batur dan juga Pura Ulun Danu Batur dengan hanya menyisakan satu pelinggih tertinggi. Pelinggih tersebut oleh penduduk setempat digunakan lagi untuk membangun kembali pura dan desa mereka di tempat yang lebih tinggi, yaitu di Desa Kalanganyar dan bertahab sampai sekarang.
Ada banyak catatan mengenai sejarah dan versi cerita yang melatari keberadaan pura yang berdiri anggun di tepi jalan Kintamani ini. Diantaranya adalah sejarah Pura Ulun Danu Batur yang termuat dalam Babad Pasek, ditulis oleh Jro Mangku Gede Ketut Soebandi. Selain itu kisah tentang pura ini juga termaktub dalam Babad Pasek yang ditulis oleh I Gusti Bagus Sugriwa dan juga Babad Kayu Selem yang disalin oleh Drs. Putu Budiastra, dkk. Raja Purana Pura Ulun Danu Batur I dan II (disusun oleh Drs. I Putu Budiastra, dkk) juga menuliskan tentang sejarah pura ini.
Pada dasarnya Pura Ulun Danu merupakan kompleks meliputi 9 pura yang berbeda, terdiri dari 285 pelinggih dan tempat persembahan yang didedikasikan bagi dewa dewi air, pertanian, sumber mata air suci, seni, dan lainnya.
Berikut adalah penjelasan tentang beberapa bangunan di kompleks pura tersebut.
Pura Penataran Agung Batur adalah pura utama yang memiliki 5 halaman. Pelinggih tertinggi adalah meru terletak di bagian paling sakral di kompleks pura. Pelinggih ini adalah ditujukan untuk memuja sang dewi danau, Dewi Batari Ulun Danu. Terdapat pula 3 pelinggih beratap 9 lapis yang dimaksudkan bagi dewa Gunung Batur, Gunung Abang, dan Ida Batara Dalem Waturenggong, seorang raja dari Dinasti Gelgel (1460-1550. Meru beratap 3 lapis didedikasikan untuk Ida Ratu Ayu Kentel Gumi yang menjaga bahan pangan dari serangan hama.
Penataran Pura Jati berkaitan dengan pura sumber yang terletak di sebelah Barat Danau Batur. Pura Tirta Bungkah dimana mewakili sumber air panas yang muncul dari danau. Pura Taman Sari dan Pura Tirta Mas Mampeh adalah pura yang berhubungan dengan kegiatan pertanian. Pura Sampian Wangi adalah pura bagi kerajinan tangan seperti menenun, menjahit, pembuatan sesajen, dan sajian upacara adat. Pura Gunarali adalah tempat bagi para remaja lelaki dan perempuan memanjatkan doa. Pura Padang Sila memiliki 45 batu pelinggih bagi para dewa dan dewi Pura Ulun Danu Batur. Pura Tuluk Biyu adalah pura yang direlokasi dari lereng sebelah Selatan Gunung Abang.
Di Pura Ulun Danu Batur terdapat gong gede yang hanya dimainkan saat perayaan untuk memperingati relokasi pura. Upacara tersebut dinamakan Ngusaba Kedasa dan dilaksanakan setiap tahun pada malam purnama sasih kedasa (purnama pada bulan kesepuluh), biasanya jatuh pada bulan Maret atau April berdasarkan penanggalan kalender Saka Bali. Selain itu, tujuan diadakannya upacara ini adalah untuk menunjukkan rasa syukur atas nikmat diberikan oleh Dewi Danu dan Tuhan serta keselamatan yang diberikan kepada masyarakat sehingga dapat bertahan hidup dari malapetaka.
Di dalam kompleks pura juga terdapat sebuah kuil Budha. Pada hari-hari besar agama tersebut umat Buddha dari berbagai tempat datang ke pura ini untuk berdoa. Hal tersebut menunjukkan bahwa toleransi beragama berjalan dengan baik di pura ini.
Apabila Anda ingin sekadar ingin mengunjungi dan melihat-lihat pura ini maka akses untuk memasukinya terbatas di bagian halaman. Sementara bagian paling dalam adalan tempat paling sakral dan area tersebut hanya diperuntukkan bagi umat yang akan melakukan kegiatan sembahyang.