Agenda kunjungan ke museum tidak melulu mengamati benda-benda koleksi museum yang terpajang. Untuk mendapatkan pengalaman berbeda saat mengunjungi museum, cobalah datang ke Museum Taman Prasasti di Jalan Tanah Abang No. 1, Jakarta. Museum yang satu ini terbilang unik karena dulunya adalah kompleks kuburan tua tokoh penting petinggi Belanda atau orang Eropa pada zaman kolonial. Museum ini berada di area terbuka seluas 1,2 hektar dengan koleksi berupa nisan, patung dan prasasti tua yang bernilai sejarah dan seni tinggi.
Museum Taman Prasasti merupakan salah satu taman pemakaman umum tertua di dunia. Kuburan peninggalan zaman VOC ini sudah berusia 213 tahun dan lebih tua dari pemakaman serupa di Singapura Fort Canning Park (1926), Gore Hill di Sydney (1868), dan La Chaise Cemetery di Paris (1803). Tempat ini bahkan lebih tua dari pemakaman Mount Auburn Cemetery di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat (1831) yang diklaim sebagai TPU modern pertama di dunia. Oleh karena itu, tempat ini sebenarnya layak disebut sebagai warisan budaya dunia dan patut diusulkan ke UNESCO.
Memasuki area pemakaman, nuansa pemakaman Kolonial akan memberikan pengalaman wisata tersendiri dan sempurna untuk kegiatan pengambilan video dan foto. Jelajahi museum ini dan temukan nisan-nisan tokoh penting pada zamannya. Di antara para tokoh sejarah yang makamnya masih ada adalah istri Gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffles, Olivia Mariamne Raffles, yang meninggal tahun 1814; Dr HF Roll (1867-1935), yaitu penggagas dan pendiri sekolah kedokteran STOVIA; Miss Riboet alias Miss Tjitjih (1900-1965); serta ada pula makam aktivis muda nasional Soe Hok Gie (1942-1969).
TPU resmi bercorak Eropa ini dulunya bernama Kerkhof Laan dan secara langsung merupakan artefak pemakaman Eropa terbesar di Asia. Di sinilah arsip sejarah sosial-budaya kaya makna telah menjadi warisan tak ternilai bagi sejarah Indonesia. Ketika Anda menyambanginya maka seolah sedang memasuki ruang pameran karya pemahat dan pematung Eropa, khususnya untuk nisan dari masa lampau.
Saat dibangun tahun 1795, Taman pemakaman Kerkhof Laan bertujuan mengantisipasi kepadatan penduduk Kota Batavia yang meningkat pesat sejak menjadi kota perdagangan internasional. Pada 1808, Kerkhof Laan menerima banyak batu nisan pindahan dari kuburan yang ada di berbagai tempat lain, seperti Gereja Belanda di Kota (kini Museum Wayang) dan Gereja Sion. Pemindahan itu dilakukan atas perintah Gubernur Jenderal Daendels yang melarang dilanjutkannya tradisi mengubur jenazah di dalam gereja atau di atas tanah pribadi. Setidaknya dari 4.600 batu nisan yang pernah ada di Kerkhof Laan kini yang tersisa 1.242 buah.
Museum dengan nuansa pemakaman Eropa ini sebelumnya juga dikenal dengan nama Kebon Jahe Kober yang telah dimanfaatkan sejak 1795. Pada 1975 saat masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, makam ini ditutup dan dipindahkan. Sebagian kerangkanya ada juga yang dibawa pulang kerabat keluarga ke Belanda. Sementara itu, sekira 1.200 dari 5.000 nisan di makam ini masih tetap dipertahankan dan ditata ulang hingga akhirnya menjadi bagian dari Museum Taman Prasasti. Dua tahun sejak ditutup, makam ini diresmikan tahun 1977 oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, sebagai Museum Taman Prasasti dengan luas sekira 1,2 hektar. Sebelum menjadi museum, kompleks makam ini menempati area seluas 5,5 Ha.
Alamat
Jl. Tanah Abang I no. 1, Jakarta Pusat
Telp. 021-3854060
Jam kunjungan
Selasa-Minggu, pukul 09.00-15.00 WIB
Hari besar atau libur nasional tutup
Tiket
Dewasa Rp2.000,-
Mahasiswa Rp1.000,-
Anak-anak/Pelajar Rp600,-
Kegiatan
Wisata museum dan sejarah adalah agenda utama mengunjungi tempat ini dimana Anda dapat mengagumi karya seni abad lampau. Nikmati keindahan karya seni bergaya Eropa yang terpahat jelas di tiap patung atau nisan yang menarik untuk dikagumi sebagai karya seni. Bidikkan kamera Anda dan dapatkan foto berbingkai sejarah peninggalan kolonial penuh kesan dan cerita di tempat ini.
Kegiatan wisata alternatif bernuansa kematian, duka, dan kesuraman menarik dilakukan dimana bagi sebagian orang nuansa makam sama sekali tidaklah seram. Terbukti, sebagian orang atau komunitas menjelajahi museum ini justru pada malam hari dan kerap menjadikannya sebagai latar fotografi.
Saat memasuki kompleks makam, tepat di pintu gerbang temukan sebuah lonceng perunggu yang konon disebut lonceng kematian. Lonceng ini kabarnya hanya replika dari lonceng asli yang kini sudah tidak diketahui lagi keberadaannya. Dentang pertama lonceng biasanya memberitakan kematian. Dentang lonceng yang bertalu-talu dan terus menerus adalah tanda kedatangan jenazah yang takkan berhenti hingga jenazah tiba di pintu gerbang tempat pemakaman.
Pada sebuah ruang, terdapat dua peti mati; yang satu berukir sementara yang lainnya polos. Peti berukir kabarnya pernah digunakan untuk membaringkan jasad Presiden pertama RI, Soekarno. Sementara peti yang tanpa ukiran pernah disiapkan untuk Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta tetapi tidak jadi digunakan. Pada dinding ruangan ini terdapat sejumlah foto dokumentasi pembongkaran makam dan pemindahan kerangka pada sebelum ditutup. Terdapat pula kereta kuda pengangkut jenazah yang masih dalam kondisi baik.
Amati nisan dari orang-orang yang berpengaruh dari zaman Hindia Belanda serta patung-patung poselen yang telah kusam termakan usia. Beberapa tokoh yang pernah dimakamkan di sini diantaranya adalah Dr. H.F Roll yang dikenal sebagai pendiri STOVIA atau sekolah kedokteran di Batavia. Nisannya berbentuk buku. Ada pula ditemukan nisan J.H.R Kohler yang merupakan tokoh militer pada perang Aceh. Olivia Marianner Raffles—istri dari mantan gubernur Hindia Belanda dan Singapura, Thomas Stamford Raffles—juga pernah dimakamkan di salah satu sudut museum. Miss Riboet, salah satu tokoh opera yang terkenal pada era 1930an, juga dimakamkan di sini.
Selain itu, ada pula makam Kapten Jas yang konon dipercaya dapat memberi kesuburan, keselamatan, kemakmuran dan kebahagiaan. Amati pula keindahan sebuah patung yang diberi nama Si Cantik Menangis. Patung ini adalah patung perempuan dalam posisi telungkup dengan wajah bertumpu pada tangannya.
Selain itu, masih banyak patung-patung lain yang dibuat dengan detail yang teliti. Sejumlah nisan nampak memiliki tanda organisasi rahasia Freemanson, diantaranya simbol ular yang melingkar dan menggigit ekornya sendiri atau gambar tengkorak dan tulang yang berbentuk tanda silang.
Selain tokoh asing, ternyata aktivis Indonesia yang paling terkenal pada zaman Orde Lama—Soe Hok Gie—juga dimakamkan di sini pada era 1960-an. Nisan yang tergolong baru dan bertuliskan nama Indonesia, Joseph Sutianto, tampak bertahun 1971.
Museum ini kerap pula dijadikan sebagai lokasi pemotretan pre wedding. Bahkan, beberapa video klip atau film mengambil lokasi di sini. Keunikan dan keantikan patung-patung bergaya Eropa berusia ratusan tahun yang berbalut nuansa Kolonial menjadi daya tarik tersendiri bagi lensa kamera Anda.
Transportasi
Museum Taman Prasasti berada di sebelah Kantor Walikota Jakarta Pusat dan tak jauh dari Monas. Untuk menuju ke sana, apabila naik Bus Transjakarta, turunlah di Halte Monas lalu ikuti Jalan Museum di samping museum hingga sampai di Pertigaan Abdul Muis. Dari sana, beloklah ke kanan hingga sampai di Kali Krukut.
Akomodasi
Neo Hotel
Jl. Cideng Timur No. 58
Petojo Selatan, Jakarta
Focus Hotel
Jl. Kebon Kacang I No. 9, Tanah Abang, Jakarta
City Hotel
Jl. Medan Glodok Bldg., Jakarta
Hotel Alma
Jl. K.S. Tubun No. 10 A, Jakarta
Sari Pan Pacific Hotel
Jl. M.H. Thamrin 6, Jakarta
Website: http://www.panpacific.com
Mercure Jakarta Kota
Jl. Hayam Wuruk No. 123
Telp.: +6221-6248680
Fax: +6221-6008441
Email : reservations@mercure-jakarta-kota.com
Website: www.mercure.com