Mungkin Anda masih ingat pelajaran sejarah yang membahas mengenai Perang Padri yang terjadi pada 1803 hingga 1838 di tiga provinsi sekaligus yaitu Sumatera Utara, Sumatra Barat dan Riau. Perang Padri yang sebelumnya merupakan perang saudara antara kaum adat dan kaum padri kemudian melibatkan pihak Belanda (tahun 1821) atas permintaan kaum adat. Masuknya Belanda dalam perang tersebut membuat pertempuran semakin sengit termasuk juga meninggalkan jejak sejarah berupa sebuah benteng bernama Benteng Tujuh Lapis.
Benteng Tujuh Lapis terletak di Dalu Dalu, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Benteng ini merupakan saksi bisu kepahlawanan dan sikap pantang menyerah Tuanku Tambusai beserta pasukannya (Pasukan Dalu Dalu) dalam melawan penjajahan Belanda. Benteng ini dahulu menjadi tempat Tuanku Tambusai beserta Pasukan Dalu Dalu merancang strategi perang untuk melawan Belanda. Benteng ini pun tentunya berfungsi sebagai benteng pertahanan dan tempat peristirahatan pasukan.
Benteng Tujuh Lapis dibangun tahun 1835. Tidak seperti benteng-benteng lain di Nusantara yang mayoritas dibangun menggunakan batu, benteng ini justru terbuat dari tanah liat. Pasukan Dalu Dalu menyadari kelemahan konstruksi benteng sehingga mereka membuat benteng dari tanah liat tetapi jumlahnya hingga tujuh lapis. Dari hasil penggukuran benteng ini memiliki tinggi hingga delapan meter dan luas 3 hektar dimana bentuknya mirip sebuah perkampungan.
Sebagai benteng pertahanan dahulu dilengkapi bumbun atau aur berduri di sekilingnya. Di dalam benteng juga dibuat sejumlah parit berbentuk curam diselingi jalan pintas dan pos jaga. Di sekitar benteng saat ini dipenuhi pepohonan lebat sementara di bagian belakangnya terhubung langsung dengan Sungai Batang Sosoh.
Benteng ini lokasinya berjarak sekira 30 kilometer dari Kecamatan Pasirpengaraian dan dapat diakses menggunakan mobil pribadi atau pun ojek. Sebelum menuju lokasi benteng, Anda akan disambut sebuah gapura besar bertuliskaan huruf arab dan tulisan “Benteng Tujuh Lapis” tepat di tengah gapura. Apabila Anda berkunjung ke Benteng Tujuh Lapis, meskipun tidak seutuh sebelumnya, Anda masih bisa meresapi jejak dan semangat perjuangan Tuanku Tambusai beserta Pasukan Dalu Dalu yang gigih bertemput melawan Belanda.
Tuanku Tambusai sendiri adalah sosok penganut Islam yang taat dan merupakan pejabat tinggi agama Islam di Kerajaan Tambusai. Sebagai seorang ulama, beliau sangat perduli terhadap penyebaran agama Islam di Nusantara dan nasib saudaranya setanah airnya yang menderita atas pejajahan Belanda. Pada 1830 beliau bergabung dengan Pasukan Rao dan berhasil memimpin kekuatan di Dalu Dalu untuk mendesak Belanda keluar dari daerah tersebut. Akan tetapi, meskipun memiliki strategi perang cerdik ditambah keberanian luar bisa namun Pada 28 Desember 1839 Pasukan Dalu Dalu mampu dikalahkan Belanda dalam pertempuran sengit hingga akhirnya Benteng Tujuh Lapis pun jatuh ke tangan Belanda. Tuanku Tambusai akhirnya membawa pasukannya yang tersisa mengungsi ke Tapanuli Selatan.
Keberanian dan ketangkasan Tuanku Tambusai memimpin pasukan telah membuat pasukan Belanda kewalahan sehingga beliau pun dijuluki sebagai de Padrische van Rokan yang artinya Harimau Paderi dari Rokan. Tuanku Tambusai, meninggal dunia di Rasah, Seremban, Negeri Sembilan Malaysia pada 12 November 1882 dan kini telah digelari Pahlawan Nasional Indonesia.