Sekilas
Bawomataluo adalah sebuah desa di Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan. Desa budaya ini menjaga keaslian tradisi leluhur mereka dengan begitu baik sehingga dijadikan salah satu warisan budaya dunia yang diusulkan ke UNESCO sejak 2009. Selain itu, pada 2012 desa ini dianugerahi sebagai salah satu Wonder of the World from Indonesia oleh The Real Wonder of the World Foundation.
Secara harafiah Desa Bawömataluo berarti Bukit Matahari, letaknya berada di ketinggian 270 m dpl. Di desa ini terdapat situs peninggalan megalithikum yang masih dapat digunakan untuk upacara adat maupun aktivitas sehari-hari.
Pemandangan desa ini didominasi ratusan rumah adat tradisional Nias yang disebut omo hada atau omo niha. Bangunan terawbut rata-rata sudah berusia ratusan tahun, kokoh berdiri rapi dengan bentuk dan besar yang serupa.
Kompleks pemukiman desa ini memiliki satu jalan luas dari susunan batu di antara omo hada yang saling berhadapan sejarak 4 meter. Jalan sekaligus halaman rumah ini digunakan sebagai jalan lalu lalang orang, serta tempat upacara adat dan ritual.
Keberadaan pemukiman di Desa Bawomataluo diperkirakan ada sejak abad ke-18. Bentuknya menyerupai perahu, terinspirasi oleh nenek moyang mereka yang datang ke Pulau Nias dengan menggunakan perahu. Omo niha memiliki struktur bangunan kuat dan tahan terhadap ancaman gempa sehingga banyak dikagumi oleh peneliti mancanegara.
Rumah yang dibangun berderet itu di memiliki lorong di tengahnya yang menghubungkan antar rumah tanpa sekat sehingga mewujudkan jalinan komunikasi antarkeluarga. Filosofi bentuk bangunan ini adalah fabanuasa (semangat bekerjasama) dan falulusa (bergotong royong).
Seperti bangunan lainnya, kayu-kayu yang digunakan untuk menumpu rumah dengan menggunakan pasak tradisional tanpa paku. Jendela dan pintunya pun melekat tidak menggunakan paku. Sambungannya dilekatkan satu sama lain hanya dengan menggunakan pasak. Konon kayu bangunan didatangkan dari Pulau Telo dan pulau-pulau lainnya dengan cara dihanyutkan dan ditarik dengan kereta peluncur.
Kegiatan
Menyambangi pemukiman di Desa Bawomataluo, Anda akan disajikan pemandangan luar biasa dari pelbagai keunikan serta merasakan nilai budaya tinggi yang terkandung di dalamnya. Anda akan disambut keramahan penduduknya, berikan sapaan kepada penduduk dengan, “Ya’ahowu” sebagai bentuk perhatian dan rasa hormat satu sama lain.
Nikmati jejeran pemandangan rumah tradisional yang seakan terhenti dari putaran waktu di desa ini, yaitu omo hada atau omo niha. Satu diantara jejeran rumah adat tradisional penduduk terdapat satu rumah yang lebih besar daripada bangunan lain, dengan ketinggian kurang lebih sekira 30 meter. Dahulu rumah tersebut dipakai sebagai rumah raja pertama di desa Bawomataluo yang disebut dengan omo sebua.
Omo sebua merupakan bangunan berupa rumah panggung dengan penyokong yang terbuat dari batang pohon utuh, terdiri dari 70 tiang penyangga tegak dengan diameter 85 cm dan 52 tiang miring berdiameter 70 cm. Masa pembuatan bangunan kurang lebih selama 4 tahun dan dikerjakan oleh 40 orang tenaga ahli.
Beberapa peninggalan tradisi megalitik lainnya juga dapat ditemukan saat mulai melangkahkan kaki memasuki desa sampai di halaman depan rumah-rumah penduduk. Seperti di depan omo sebua yang terdapat batu besar menyerupai meja dan kursi.
Batu yang menjulang tinggi adalah batu faulu (batu tanda menjadi raja), batu di sebelah kanan adalah batu loawo dan yang sebelah kiri adalah batu Saonigeho. Sedangkan batu datar adalah batu untuk mengenang kebesaran dan jasa kedua orang raja ini.
Ada satu benda lain yang akan membuat Anda tertarik untuk memerhatikannya, yaitu sebuah susunan batu setinggi kurang lebih 2 meter. Melihatnya dengan melayangkan imajinasi pada gambaran seorang pemuda yang melompati susunan batu tersebut akan mengingatkan kita dengan gambar uang Rp1.000,-.
Asal mula tradisi lompat batu atau fahombo bermula saat masih sering terjadi perang antar desa, sehingga masing-masing desa dibentengi oleh pagar setinggi 2 meter. Maka satu-satunya cara untuk keluar masuk desa adalah dengan cara melompatinya.
Sebagai salah satu syarat mengikuti perang, pemuda desa berlatih untuk melompati benteng desa tersebut. Akhirnya sebuah sarana latihan melompat dibuat berupa dinding kecil setinggi 2 meter yang terdiri dari tumpukan-tumpukan batu, kemudian diberi nama hombo batu.
Di satu sisi hombo batu terdapat batu tolakan yang tingginya sekira 20 cm saja. Pelompat akan menggunakannya sebagai batu tolakan saat melompati tumpukan batu tertinggi. Bagi siapapun yang sudah mahir dan mampu melompati dinding tumpukan batu, maka dinyatakan boleh berangkat berperang melawan desa lain.
Selain hombo batu, tradisi lain yang juga terkenal dari desa ini adalah Tari Perang yang ditarikan oleh 50 orang penari. Tradisi ini tidak lepas dengan tradisi fahombo karena kelahirannya bersamaan dengan tradisi fahombo.
Layaknya ksatria dalam perang, para penari memakai baju adat, membawa tameng, pedang, dan tombak. Dikomando oleh satu penari sebagai panglima, dan membentuk formasi berjajar panjang.
Saat ini, tari perang dan lompat batu dapat disajikan khusus bagi pelancong yang datang untuk melihatnya, dengan tarif sekira 5-10 juta untuk sekali tarian. Jika hanya ingin melihat tradisi fahombo cukup dengan Rp100.000,- sampai dengan Rp150.000,- per lompatan.
Wisatawan juga dapat melihat atraksi ini tanpa harus mengeluarkan biaya saat Festival Bawomataluo berlangsung yang biasanya diselenggarakan di bulan Juni setiap tahunnya atau juga pada saat penyambutan tamu penting.
Berkeliling
Untuk memasuki dan berkeliling di Desa Bawomataluo hanya dapat dilakukan dengan berjalan kaki. Letaknya di atas bukit sesuai arti namanya, Bukit Matahari.
Menaiki tangga ke atas tempat pemukiman yang diapit oleh patung berkepala harimau. Pada teras tangga pertama terdapat satu buah batu berbentuk tong yang letaknya di sebelah kanan tangga sebagai simbol tabur beras, dan 2 buah meja batu (daro-daro) sebelah kiri yang berfungsi sebagai tempat duduk, serta tiang batu.
Pada tangga pertama ini juga terdapat hiasan 2 patung kera di kiri dan kanannya. Setelah menaiki keseluruhan anak tangga terdapat pintu gerbang yang diapit oleh 2 buah batu tegak yang disebut dengan Batu Baluse.
Bentuknya pipih persegi empat dengan pola hias sulur flora yanng menonjol dan 2 buah perisai. Di samping batu baluse terdapat batu bulat sebanyak 2 buah yang disebut dengan lasara, diyakini sebagai pelindung dan pemberi kekuatan pada rumah mereka.
Seusai berkeliling di desa adat Bawomataluo, kunjunglah Pantai Lagundri Sorake yang sangat terkenal bagi peselancar dunia. Pantainya sangat indah dengan pemandangan lautnya yang biru, ombak yang tinggi, dan ribuan pohon yang memagarinya. Pantai ini dapat dicapai dari Desa Bawomataluo selama kurang lebih 15 menit perjalanan.
Berbelanja
Dalam perjalanan menuju Pantai Lagundri Sorake yang berjarak sekira 10 kilometer dari Desa Bawomataluo terdapat toko kerajinan tangan, Galeri Bu’ulolo. Lokasinya di Jalan Raya Pantai Sorake. Toko ini dimiliki oleh Ama Buulolo, semua hasil kerajinan di tokonya merupakan buatan tangannya sendiri. Hasil karyanya sangatlah unik dan menarik, terbuat dari alam tanpa harus merusaknya. Bahan-bahannya terbuat dari pecahan kerang dan akar yang banyak dijumpai di tepi pantai. Keahlian Ama Buulolo dalam merangkai, menjadikan setiap hasil karyanya sebagai daya tarik bagi wisatawan untuk membelinya sebagai oleh-oleh khas Nias Selatan yang cantik.
Transportasi
Ada dua pilihan transportasi menuju Nias, menggunakan jalur darat dan udara. Menggunakan jalur udara terdapat maskapai Wings Air untuk penerbangan dari Bandar Udara Kualanamu (Medan) menuju Bandar Udara Binaka, Gunungsitoli (Nias), yang merupakan gerbang menuju Pulau Nias. Sedangkan untuk mencapai Bandar Udara Kualanamu (Medan), ada banyak rute yang disediakan dari pelbagai maskapai.
Anda juga bisa berangkat dari Padang dengan menggunakan penerbangan perintis maskapai penerbangan SMAC yang beroperasi hanya pada Senin dan Jumat. Dari Padang transit sebentar ke Pulau Telo kemudian dari sana langsung ke Bandar Udara Binaka.
Pulau ini juga dapat diakses dengan menggunakan kapal ferry dengan harga yang terjangkau. Perjalanan menuju Pulau Nias dengan kapal ferry ini memakan waktu sekitar 11 jam. Kapal berangkat dari Sibolga setiap hari pukul 8.00 malam namun pada hari Minggu tidak ada kapal yang berangkat.
Pembelian dan pemesanan tiket bisa dilakukan di Jalan Yos Sudarso kota Gunung Sitoli, dengan no telepon 0639 – 21554 atau dipelabuhan Sibolga (Sumatera Utara). Ada alternatif kapal setiap hari Senin, Rabu dan Jumat tujuan Sibolga (Sumatera Utara)–Teluk Dalam (Nias Selatan). Pembelian dan pemesanan tiket bisa dilakukan di Pelabuhan Sibolga atau PT. Simeulue di Jalan Saunigaho dengan telepon 0812 16 7033.
Dari kota Gunung Sitoli dapat ditempuh dengan jalur darat selama 2-3 jam perjalanan menuju Desa Bawomataluo. Sedangkan dari Teluk Dalam, desa tersebut dapat dicapai sekira 25 menit.
Akomodasi
Di Desa Bawomataluo tidak terdapat akomodasi untuk menginap. Wisatawan bisa meminta kepada penduduk desa untuk menginap di rumahnya dengan perjanjian terlebih dahulu untuk mereka siapkan kamarnya.
Akomodasi penginapan terdekat ada di bibir pantai Lagundri Sorake yang menyediakan jejeran homestay. Dengan tarif cukup ekonomis mulai dari Rp75.000 per malam, Anda bisa mendapatkan fasilitas kasur, bantal, kamar mandi dalam, air bersih, listrik, kipas angin, serta kelambu.
Selain di Lagundri Sorake, Anda juga bisa memilih salah satu penginapan di Teluk Dalam. Berikut beberapa referensinya.
Penginapan Siotu
Jalan Sudirman, Teluk Dalam, Nias Selatan
Hernelis Hotel
Jl. Imam Bonjol, Dermaga Teluk Dalam, Nias Selatan
Telp: 081396391075
Keyhole Surf Camp
Telp: 081374692530; 081396661419
Resort Pantai Sorake
Desa Botohilitano
Telp: 21195 21197
The Heritage Teluk Dalam
Jl. Dermaga Baru ( Street) Teluk dalam
Telp: 7321289 0813769
Kuliner
Ada beberapa makanan khas Nias yang patut Anda coba ketika menyambangi kawasan Nias Selatan. Diantaranya, ada niowuru yang terbuat dari daging babi diawetkan, Harinake merupakan irisan daging babi.
Jika Anda seorang Muslim maka tidak perlu khawatir karena di sini juga tersedia makanan halal. Selain kedua makanan tadi juga ada Gowi Nihandro yaitu ubi tumbuk, Godo-godo yang terbuat dari bulatan singkong atau ubi yang diparut yang direbus dan ditaburi kelapa, kemudian kofo-kofo yaitu daging ikan asap.
Tips
Tidak ada akomodasi untuk menginap di Desa Bawomataluo, tetapi Anda bisa merencanakan menginap di rumah penduduk desa ini atau mencari penginapan terdekat di pusat kota Teluk Dalam atau kawasan pantai Lagundri, Sorake.
Fasilitas wisata lainnya di Teluk Dalam dan di destinasi wisata di sekitarnya masih minim jadi sebaiknya Anda memperlengkapi kebutuhan Anda sebelum datang ke kota ini.
Jika Anda masih pertama kali ke Teluk Dalam, lebih baik meminta bantuan pramuwisata untuk mengatur perjalanan dan membantu Anda berkomunikasi dengan masyarakat pedalaman.
Ketika berkunjung ke suatu tempat baru, ada baiknya Anda mengenal kalimat sapaan di daerah tersebut. Di Nias sendiri kalimat sapaan adalah “ya’ahowu” dan setelah menerima bantuan ucapkan “sauhagolo”.