Terdengar irama ritmis menghentak dimainkan sekelompok orang dengan menabuh alat musik serupa perkusi atau beduk. Iramanya yang bersemangat mampu memeriahkan ritual kebudayaan dan menghidupkan suasana. Alat musik yang dipukul beramai-ramai tersebut tidaklah banyak nyatanya, bahkan mungkin tidak ditemukan di daerah lain.
Dol kerap disamakan dengan perkusi khas dari Bengkulu. Alat musik ini bahkan disebut sebagai satu-satunya perkusi di dunia yang tidak berlubang di bagian dasarnya. Nyatanya dol memang bukanlah perkusi, ia hanya mirip perkusi. Ada pula yang menyebutnya mirip gendang atau beduk untuk memudahkan penggambaran ciri fisiknya. Karena ciri fisiknya yang khas tersebut, dol juga menghasilkan bunyi khas berbeda dari perkusi atau pun beduk.
Sekilas dol berbentuk seperti beduk. Berbentuk setengah bulat lonjong dan berhiaskan ornamen warna-warni. Dol terbuat dari kayu atau bonggol kelapa yang terkenal ringan namun kuat atau kadang juga terbuat dari kayu pohon nangka. Bonggol pohon kelapa dilubangi dan bagian atasnya lalu ditutup kulit sapi atau kulit kambing. Diameter dol terbesar bisa mencapai 70-125 cm dengan tinggi 80 cm.
Dol besar membutuhkan waktu 2-3 minggu dalam proses pembuatannya. Sementara itu, alat pemukul dol berdiameter 5 cm dengan panjang 30 cm. Harga sebuah dol berada di kisaran Rp750.000,- sampai Rp900.000,-. Selain dol besar, terdapat pula dol berukuran kecil yang terbuat dari batok kelapa.
Dimainkan dengan cara dipukul, ada 3 teknik dasar memainkan dol, yaitu: disebut suwena, tamatam, dan suwari. Jenis pukulan suwena biasanya untuk suasana berduka cita dengan tempo pukulan lambat; tamatam untuk suasana riang, konstan dan ritmenya cepat; sementara suwari adalah pukulan untuk perjalanan panjang dengan tempo pukulan satu-satu. Dalam pementasan dol, ada intsrumen lain yang ikut mengiringi, seperti tassa (sejenis rebana yang dipukul dengan rotan), dol berukuran kecil, serunai, dan lainnya.
Zaman dahulu, dol hanya dimainkan saat perayaan Tabot, setiap 1-10 Muharram dalam rangka mengenang wafatnya Imam Hasan dan Imam Husen (cucu Nabi Muhammad saww.) dalam sebuah peperangan di Padang Karbala. Ritual ini selalu dilaksanakan setiap tahun karena dipercaya dapat menghindarkan berbagai kesulitan dan wabah penyakit.
Penabuh dol pun bukan sembarang orang melainkan keturunan tabot, yaitu warga Bengkulu keturunan India yang biasa disebut sipai. Dol memang dikenalkan kali pertama oleh masyarakat Muslim India yang datang ke Indonesia dibawa Pemerintah kolonial Inggris yang saat itu membangun Benteng Malborough. Mereka kemudian menikah dengan orang lokal Bengkulu dan garis keturunannya dikenal sebagai keluarga tabot. Hingga tahun 1970-an, musik dol hanya boleh dimainkan orang-orang yang memiliki hubungan darah dengan keluarga tabot tersebut.
Seiring perkembangan zaman dan upaya beberapa seniman lokal yang ingin mengenalkan musik dol yang unik ini ke masyarakat yang lebih luas lagi kemudian musik dol kini biasa menjadi alat musik pengiring di berbagai acara khusus. Peminatnya pun kian meluas, mulai dari anak-anak hingga dewasa menggemarinya. Mereka sering memainkan dol secara berkelompok di rumah-rumah atau sanggar kesenian. Kini, musik dol juga kerap dipentaskan dalam acara-acara seni hingga ke negara tetangga.