Masjid Agung Demak: Saksi Perkembangan Islam di Tanah Jawa

Merupakan salah satu masjid yang tertua di Indonesia berlokasi di Kauman tepatnya di Desa Gelagah Wangi, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Raden Fatah bersama Wali Songo mendirikan masjid ini tahun 1466 hingga 1477 M. Masjid Agung Demak telah mengalami beberapa renovasi dengan tetap mempertahankan ciri khasnya yaitu atap bersusun tiga serta jumlah pintu sebanyak 5 buah. 

Masjid Agung Demak mempunyai nilai sejarah Islam terkait Wali Songo yang menggunakan masjid ini sebagai tempat berkumpul, berdiskusi, dan memikirkan metode penyebaran Islam di Nusantara khususnya di Tanah Jawa. Hingga saat ini Masjid Agung Demak menjadi monumen hidup penyebaran Islam di Nusantara.

Raden Fatah merupakan putra Raja Majapahit yaitu Brawijaya V dengan putri asal Campa (Kamboja) Putri Dwarawati Murdiningrum yang telah masuk Islam. Raden Fatah kemudian menjadi perintis berdirinya kerajaan Islam pertama di Jawa. Kelahiran Demak tersebut mengakhiri masa Kerajaan Majapahit dimana kemudian sebagian penganut Hindu pada masa itu berpindah ke Bali dan sebagian lagi ke Tengger.

Arsitektur Masjid Agung Demak adalah contoh dari masjid tradisonal Jawa dimana tidak memiliki kubah seperti umumnya masjid modern kini. Bentuk bangunan atap berbentuk limas ditopang 8 tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap ini bersusun-susun dan hanya dikenal di kepulauan Nusantara dari Aceh hingga Maluku. Bentuk bangunan Masjid Agung Demak berbeda dari kelaziman pada  zaman itu dimana mengadopsi arsitektur lokal yang berkembang di masyarakat meliputi joglo yang memaksimalkan bentuk-bentuk limas dengan berbagai dinamikanya. 

Bangunan masjid terbuat dari kayu jati berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh 4 buah tiang kayu besar (soko tatalatau soko guru) yang dibuat oleh empat wali dari Wali Songo. Keseluruhan bangunan ditopang 128 soko, empat di antaranya soko guru yang menjadi penyangga utama bangunan masjid. Jumlah tiang penyangga masjid 50 buah, sebanyak 28 penyangga serambi dan 34 tiang penyangga tatak rambat, sedang tiang keliling sebanyak 16 buah.

Bangunan masjid sejak awal berdirinya mengalami perbaikan dan pemugaran. Terakhir terjadi tahun 1987 dengan bantuan dana dari APBN dan dari negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI)  karena mengakui keberadaan Masjid Agung Demak sebagai monumen bagi masyarakat muslim yang memiliki arsitektur unik sesuai dengan dinamika zamannya. Masjid Agung Demak berbeda dengan arsitek masjid pada umumnya di jazirah Arab yang identik dengan kubah. Material Masjid Demak didominasi kayu jati dan beratapkan sirap ditopang 4 tiang utama (soko guru). Atapnya bersusun tiga berbentuk segitiga sama kaki mirip dengan pura umat Hindu sekaligus wujud akulturasi budaya setempat dan melambangkan tingkat orang Islam, yaitu Mukmin, Muslim dan Muhsin.

Menurut cerita rakyat tiang utama dan atap sirap masjid tersebut adalah hasil karya para wali, yaitu Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Salah satu soko guru, hasil karya Sunan Kalijaga tidak terbuat dari kayu utuh sebagaimana layaknya tiang utama, melainkan dari potongan kayu (tatal) yang disusun dan diikat. Bagi masyarakat Demak dan sekitarnya terdapat cerita bahwa salah satu atap sirap Masjid Agung Demak terbuat dari intip(kerak nasi liwet) hasil buatan Sunan Kalijaga.

Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak juga terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat museum yang berisi peninggalan berkaitan riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.

Kegiatan

Masjid Agung Demak memiliki banyak keunikan dengan umur lebih dari 500 tahun. Desain arsitekturnya masih tampak anggun bergaya lokal.Wujud Masjid Agung Demak memberi kesan megah, anggun, dan  karismatik. Di sini Anda dapat menikmati arsitekturnya yang unik dan bernilai sejarah tinggi. Tentunya wisata religi dan ziarah adalah tema utamanya. Anda akan merasakan kesejukan dan kenyamanan bersujud di dalam masjid meski di luar terasa panas.

Teras masjid juga cukup luas dinaungi atap dan lantai keramik yang menjadikan Anda  nyaman untuk duduk-duduk atau berbaring. Apalagi bila Anda telah melakukan perjalanan jauh untuk sekadar singah di sini.

Saat Anda memasuki kawasan masjid maka akan disambut pintu masuk utama masjid bernama Lawang Bhledegyang dipercaya mampu menangkal petir. Pintu ini juga bertuliskan Nogo Mulat Saliro Waniyaitu bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M atau 887 H. Serambi di bagian depan masjid berupa ruang terbuka tanpa dinding dan ruangan dalam. Ada juga tempat khusus jamaah wanita di sebelah kiri yang disebut Pawestrendan telah dibuat tahun 1866 M.

Masjid Agung Demak berdiri di tengah kota menghadap alun-alun yang merupakan pusat kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan. Kota Demak sendiri saat itu seakan ingin meyatukan kawasan masjid, kraton dan saran-sarana pendukungnya termasuk alun-alun di bagian tengah. Lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian yang lain sekaligus sebagai lambang 5 rukun Islam yakni syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Sementara enam jendelanya melambangkan 6 rukun iman yakni percaya kepada Allah SWT, percaya kepada rasul-rasul-Nya, percaya kepada kitab-Nya, percaya kepada malaikat-Nya, percaya datangnya kiamat, serta percaya kepada qada dan qadar.

Di samping masjid ada ruangan kecil berfungsi sebagai museum penyimpan benda-benda bersejarah. Di sini juga tersimpan bekas tiang soko guru dan sirap karena masjid ini sudah mengalami beberapa kali renovasi, tetapi sebagian besar masih asli. Ada pula kentongan  kuno. Di bagian belakang masjid terdapat makam raja-raja kerajaan Bintoro Demak, termasuk makam Raden Fatah.

Jangan lewatkan juga untuk melihat kitab tafsir  Alquran hasil tulisan tangan Sunan Bonang yang tersimpan dalam lemari kaca.

Arkeologis Masjid Agung Demak

Di Masjid Agung Demak terdapat benda-benda arkeologi yang bersejarah untuk Anda resapi sebagai warisan bernilai tinggi. Benda-benda itu adalah sebagai berikut.

Soko Majapahit, berupa tiang ini berjumlah 8 buah terletak di serambi masjid. Soko ini merupakan hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi yang diberikan kepada Raden Fatah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M.

Pawestren, merupakan bangunan untuk jamaah wanita. Dibangun menggunakan konstruksi kayu jati beratap limasan berupa sirapatau atap dari kayu jati. Bangunan ini ditopang 8 tiang penyangga, 4 diantaranya berhias ukiran motif Majapahit. Luas lantai berukuran 15 x 7,30 meter. Pawestrendibuat dengan bentuk dan motif ukiran maksurahdengan nilai estetika yang unik dan indah berukirkan tulisan Arab yang intinya mengagungkan Tuhan. Anda dpat menikmatinya keindahan ini yang mendominasi ruang dalam masjid. Prasasti di dalam maksurahmenyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat itu Adipati Demak dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.

Surya Majapahit, yaitu gambar hiasan segi 8 yang sangat populer pada masa Majapahit. Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat pada tahun 1401 tahun Saka atau 1479 M.

Prasasti Bulus, di sini terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan prasasti “Condro Sengkolo”. Prasasti ini memiliki arti “Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M. Raden Fatah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya abadi yang karismatik ini dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan Condro Sengkolo Memet dengan arti Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri dari kepala yang berarti angka 1 ( satu ), kaki 4 berarti angka 4 ( empat ), badan bulus berarti angka 0 ( nol ), ekor bulus berarti angka 1 ( satu ). Disimpulkan bahwa Masjid Agung Demak berdiri tahun 1401 Saka.

Dampar Kencono, merupakan mimbar untuk khotbah. Benda ini merupakan peninggalan Majapahit sebagai hadiah dari Prabu Brawijaya ke V untuk Raden Fatah Sultan Demak I.

Soko Tatal atau Soko Guru,jumlahnya ada 4 berupa tiang utama penyangga kerangka atap masjid yang bersusun tiga. Masing-masing soko guru memiliki tinggi 1630 cm. Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru mata angin. Di barat laut didirikan Sunan Bonang, di barat daya karya Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan di timur laut karya Sunan Kalijaga. Masyarakat menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal.

Situs Kolam Wudlu, dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk berwudlu. Hingga saat ini situs kolam ini masih berada di tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi. Saat itu kolam air ini yang menghubungkan bagian luar dan dalam masjid. Selain sebagai sarana untuk menyucikan diri, juga mengandung perlambang agar masyarakat selalu membersihkan diri dari berbagai kotoran yang menempel dalam diri dan hati.

MenaraMasjid Agung Demak, merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat adzan yang didirikan dengan konstruksi baja. Ketika dibangun, masjid ini tidak memiliki menara seperti kondisi sekarang. Menurut cerita yang beredar, tidak dibangunnya menara ketika itu adalah untuk menghormati masyarakat sekitar masjid yang mayoritas masih beragama Hindu dan Budha. Dalam menyebarkan ajaran Islam, para wali ini sangat toleran terhadap agama Hindu dan Budha dan cara berdakwah pun tidak meninggalkan budaya lokal yang berkembang. Tidak ada paksaan, apalagi kekerasan dalam menyebarkan ajaran Islam. Pola dakwah yang digunakan para wali adalah kerja keras, ketekunan, keikhlasan, dan kasih sayang. Oleh karena itu, para wali ini mendapat simpati luar biasa dari masyarakat Jawa. Awal abad ke-15 mayoritas penduduk Jawa masih memeluk agama Hindu dan Budha tetapi seabad kemudian mayoritas penduduk di Pulau Jawa telah menjadi pemeluk Islam.  Saat itu Masjid Agung Demak menjadi pusat keislamannya dan tak pernah sepi dari jamaah. Masjid Agung Demak menjadi  masjid paling tua di Pulau Jawa dan digarap oleh 9 wali (Wali Songo) bersama-sama masyarakat Islam setempat. Kesembilan wali tersebut adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.

Ziarah Makam di Masjid Agung Demak

Ritual berdoa dan berzikir di kompleks makam Sultan Demak dan keluarganya merupakan ritual yang banyak dilakukan para peziarah saat berkunjung dan beribadah di Masjid Agung Demak. Di kompleks Makam Kesultanan Bintoro Demak, antara lain terdapat makam Sultan Demak pertama, yakni Raden Patah yang berkuasa 1478 – 1518, Raden Patiunus (1518-1521), dan Raden Trenggono (1521-1546), serta Putri Campa, Ibu dari Raden Patah.

Umumnya peziarah datang saat menjelang Idul Adha (bulan haji), bulan Muharam (Suro) atau dalam penanggalan Jawa yaitu 12 Rabbiul Awal atau kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW, tanggal 27 Rajab atau peringatan Isra Miraj Nabi Muhammad Saww.

Doa dan zikir itu merupakan tradisi yang banyak dilakukan para peziarah yang datang berkunjung ke Masjid Agung Demak. Tradisi yang dikenal dengan ziarah kubur atau ngalap berkah(memohon berkat), yakni mendoakan arwah leluhur dan Sultan Demak serta keluarganya, juga memohon doa pribadi. 

Selain berziarah ke makam Raden Fatah dan keluarganya, Anda juga dapat berziarah ke makam Sunan Kalijaga yang terletak di Desa Delanggu. Jaraknya tak jauh sekitar 3 km dari Masjid Agung Demak. 

Akomodasi

Beberapa hotel terdekat yang dapat dijadikan pilihan adalah berikut ini.

Hotel Citra Alam

Jl. Bhayangkara Baru No. 11 Demak

Telp. (0291) 681813

Hotel Sederhana

Jl. Pemuda No. 9 Demak 

Telp. (0291) 685542

Hotel Wijaya Kusuma

Jl. Sultan Patah No. 1 Demak 

Telp. (0291)685155

Berbelanja

Buah belimbing merupakan buah khas Demak yang tepat untuk Anda jadikan oleh-oleh. Belimbing demak memiliki ukuran besar dan rasa segar agak manis. Buah ini juga dipercaya memiliki manfaat bagi kesehatan.

Jenis belimbing yang dikembangkan di Demak memiliki rasa khas berbeda dengan daerah lain. Belimbing ini bisa dikonsumsi dengan cara dijus atau dicampur dengan apel, mangga, atau anggur merah. Harga belimbing demak juga tidak terlalu mahal, sekitar Rp10.000/kg. Tanaman ini biasa dipasarkan dalam bentuk segar ke beberapa daerah serta menembus pasar-pasar swalayan. Saat ini telah dibuka agrowisata buah yang telah menjadi ciri khas Kabupaten Demak ini seperti di Singorejo, Betokan, dan Tempuran.

Tanaman jambu air juga menjadi khas di Demak. Terdapat beberapa desa yang merupakan sentra jambu berupa agrowisata. Selain buah belimbing dan jambu air, buah lain yang banyak ditemukan di Demak yakni pisang dan mangga. 

Hanya berjarak sekitar 35 km dari Kabupaten Jepara terdapat pusat ukiran kayu.

Kuliner

Ada beragam jenis makanan yang dapat Anda cicipi di Demak. Saat pagi hari tersedia berbagai jajanan maupun makanan ringan, seperti nasi ceker, nasi kuning, nasi gudeg, nasi liwet, dan gandos.

Cobalah mencicipi bakso balungan yang banyak dijajakan pedagang di sekitar Alun-alun Demak. Baso ini disebut balungan karena selain berisi bola daging sapi juga menyertakan tulang dan iga sapi ke dalam mangkuk. Mienya disajikan dengan daun sawi dan untuk menikmati bakso balungan ini Anda harus memegang langsung tulang sapi agar bisa menikmati lapisan daging yang melilit pada “balung” sapi. Daging sapi yang tersisa di tulang memang tidak terlalu tebal, namun bisa membuat ketagihan. Sunsum berasa gurih yang ada di rongga tulang bisa dikeruk pakai sendok atau diisap. Bagaimana, tertarik mencicipi? Harganya tidak beda dengan semangkok bakso umumnya.

Nikmati camilan brayo yang dibuat dari bunga avicenniayang digoreng lalu diberi campuran garam, gula dan bumbu-bumbu lainnya. Ada juga yang diolah dari buah api-api yang dikukus lalu diparuti kelapa. Rasa camilan khas mangrove ini lezat sekali seperti brondong-jagung-manis dan persis melinjo kukus yang gurih. Harganya sangatlah murah, satu plastik penuh dijual Rp500,00. Jangan lupa juga untuk mencicipi penganan khas Demak lainnya yaitu kudapan pucuk daun-muda avicenniayang sering dijadikan lauk pauk warga setempat. Rasanya yang tawar dan gurih, sangat disukai dan menjadi kudapan favorit untuk menemani nasi.

Berkeliling

Anda dapat menikmati agrowisata buah di Demak, tepatnya di Desa Betokan, Tempuran, Sidomulyo, Wonosari, dan Mranak. Nikmati agrowisata buah belimbing dan jambu merah delima. Anda akan diajak merasakan suasana alam perdesaan dengan sajian makanan khas dari Kabupaten Demak yang berasal dari hasil bumi. Nikmati berkeliling dengan dokar yang ditarik seekor kuda untuk berkeliling desa.

Pantai Morosari di Kecamatan Sayung mirip seperti Pantai Jimbaran di Bali. Lokasinya berjarak sekitar 26 km dari Semarang. Anda pun dapat mengunjungi tempat wisata lain di Semarang seperti Lawang Sewu, Museum Ronggowarsito, Museum Mandala Bakti, Gua Kreo, dan sebagainya. 

Transportasi

Masjid Demak berlokasi di pusat kota Demak dimana Anda dapat menggunakan kendaraan pribadi ataupun umum untuk menuju ke sini. Kota Demak berjarak lebih kurang 25 km dari Semarang dan dapat dicapai dari Terminal Bus Terboyo sekitar 1 jam dan sekitar 35 km dari Kabupaten Jepara. 

Apabila Anda mencarinya menggunkan GPS [Global Positionning System) maka arahkan ke titik koordinat 6° 53 41″ Lintang Selatan (LS) dan llOo 38 16″ Bujur Timur (BT). 

Tips

  • Mengunjungi masjid Agung Demak sangat tepat saat Grebeg Besar serta bulan Ramadhan. Di dua waktu tersebut Anda akan membawa pengalaman tersendiri. Ada acara selamatan tumpeng songo dengan berbagai ritual tradisi masyarakat Demak di halaman Masjid Agung Demak. Selain itu ada juga pesta rakyat serta pasar malam. Sementara saat Ramadan, banyak santri yang berbondong-bondong dari berbagai daerah untuk mengikuti salat tarawih dan salat Jumat. Mereka datang dengan atribut yang beragam mewarnai aktivitas di masjid ini.
  • Berpakaianlah tertutup dan sopan untuk menghormati jamaah yang datang beribadah. Selain sebagai tempat ibadah, kawasan ini juga merupakan peninggalan sejarah.
  • Anda tidak diperkenankan mengambil foto di bagian dalam masjid jadi sebaiknya menghormati peraturan ini.
  • Tersedia paket agrowisata yang dipadukan dengan wisata religi di wilayah Kabupaten Demak kepada wisatawan mancanegara maupun domestik terutama pada musim panen buah belimbing dan jambu air yakni bulan Juni dan Oktober.
  • Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Masjid Agung Demak

Jl. Sultan Fattah No. 57

Demak, Indonesia 

(0291) 685532