Sandeq berasal dari bahasa Mandar yang artinya runcing. Konstruksi lebar badan dari perahu ini sangat tipis seperti pisau dan pada bagian layar berbentuk segitiga. Anda jangan tertipu ukurannya karena perahu ini sangat cepat di laut, dalam kondisi cuaca yang baik bisa melaju dengan kecepatan 15 sampai 20 knot/jam.
Perahu bercadik yang ujungnya berbentuk runcing (lancip) dan catnya rata-rata putih bersih ini telah mengajarkan nelayan muda Mandar untuk membaca arus, membaca angin, serta ritual yang ada di dalamnya. Selain itu sandeq juga dijadikan sebagai sarana transportasi para pedagang pada masa silam dengan mengarungi lautan untuk menjual hasil bumi tanah mereka.
Di dunia pariwisata dan pelayaran internasional perahu sandeq terkenal. Perahu sandeq mempunyai fungsi selain perahu penangkap ikan, juga setiap tahun dijadikan alat perlombaan olah raga bahari. Perahu Sandeg menjadi salah satu asset nasional dan telah dipamerkan di Paris, Perancis, juga dimuseumkan di Museum d’Histoire Naturelle dengan nama “Semangat Mandar”.
Selain digunakan untuk menangkap ikan, perahu sandeq juga digunakan untuk perlombaan yang diadakan setahun sekali di Pantai Manakarra Provinsi Sulawesi Barat, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun kemerdekan RI. Perahu ini sudah menjadi bagian dari pengembangan pariwisata sejak tahun 1995. Dimana lomba perahu sandeq dipertandingkan secara profesional oleh masyarakat suku Mandar yang diprakarsai oleh Horst H Liebner. Hingga saat ini, perlombaan perahu sandeq terus dilaksanakan, bahkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat menjadikan lomba perahu sandeq sebagai salah satu kegiatan tahunan provinsi dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada mulanya, lomba sandeq itu disebut lomba pasar, karena sandeq disewa oleh para pedagang untuk mengangkut barang dagangan ke setiap pasar di desa pesisir antara Majene dan Mamuju. Saat itu, jalur laut sangat vital karena lebih cepat daripada transportasi darat yang masih terbatas. Kecepatan sangat dituntut oleh pemilik barang agar tiba di pasar yang ada di setiap desa lebih awal, sehingga sandeq langsung bisa parkir di dekat pasar untuk meraup keuntungan berdagang. Passandeq yang lambat tiba pasti akan dimarahi pemilik barang karena pasar sudah sepi, sehingga barang tak laku.
Saat ini lomba sandeq mengandung unsur kebanggaan yang sangat tinggi. Pemenang lomba akan terangkat status sosialnya, dan menjadi buah bibir di masyarakat. Kebanggaan sebagai passandeq itulah yang mendorong beberapa masyarakat untuk membuat sandeq yang khusus digunakan untuk lomba. Di luar lomba, sandeqnya hanya disimpan di kolong rumah panggungnya. Setiap bulan dicat ulang. Saat dekat perlombaan, sandeq akan dikeluarkan untuk latihan hingga hari perlombaan.
Awalnya Sandeq merupakan perahu layar tradisional khas masyarakat suku Mandar, pusat pembuatannya di Desa Bala, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Perahu Sandeq, mempunyai ciri khas yang membedakan dengan kebanyakan perahu bercadik lainnya. Memiliki bentuk yang elok nan cantik dengan panjang lambung kurang lebih 9-16 m dan lebar 0,5-1 m. Di kiri-kanannya dipasang cadik dari bambu sebagai penyeimbang, mengandalkan dorongan angin yang ditangkap layar berbentuk segitiga. Dilihat sekilas, perahu ini terkesan rapuh dan mudah rusak ketika melawan ombak. Akan tetapi, Anda akan terkesima ketika melihat kenyataannya perahu sandeq ini memiliki kekuatan yang luar biasa. Mampu dipacu hingga kecepatan 15-20 Knot atau 30-40 Km/jam. Sebagai perahu layar yang cantik dan juga cepat, perahu sandeq ini juga mampu menerjang ombak yang besar sekalipun. Telah tercatat bahwa perahu sandeq mampu berlayar ke beberapa pulau di Nusantara, hingga ke Singapura, Malaysia, Jepang dan Madagaskar, Australia, bahkan Madagarkas.
Perahu sandeq juga sanggup bertahan menghadapi angin dan gelombang saat mengejar kawanan ikan tuna. Saat musim ikan terbang bertelur, nelayan menggunakan sandeq untuk memasang perangkap telur dari rangkaian daun kelapa dan rumput laut, atau berburu rempah-rempah hingga Ternate dan Tidore untuk dibawa ke bandar Makassar.
Menurut Horst H Liebner,peneliti sandeq asal Jerman, perahu sandeq merupakan perahu tradisional tercepat yang pernah ada di Austronesia. Perahu ini juga dikenal memiliki ketangguhan dalam menghadapi angin dan gelombang saat mengarungi laut lepas. Hal ini menunjukkan, bahwa para pembuat perahu sandeq sangat cermat dalam merancang dan membuat perahu ini. Tidaklah berlebihan, karena memang masyarakat suku Mandar sangat memperhatikan proses pembuatannya dengan baik. Misalnya, pembuatan tiap perahu membutuhkan waktu antara 1,5 sampai 2 bulan. Karena lamanya waktu pembuatan tersebut maka perahu yang dihasilkan pun memiliki kualitas yang bagus. Perahu Sandeg dibuat pertama kali oleh masyarakat Rangas, Kelurahan Totoli, Kecamatan Banggae, sekitar 10 Km sebelah barat ibu kota Kabupaten Majene.
Pembuatan perahu sandeq tergolong unik, mulai dari awal sampai akhir. Proses pembuatan perahu dimulai dengan pemilihan bahan baku. Biasanya masyarakat setempat memilih jenis pohon kanduruang mamea yang sudah berumur tua. Jenis pohon ini jikalau sudah tua bila diolah untuk berbagai keperluan bisa bertahan lama dari segala terpaan cuaca. Pemilihan pohon yang berumur tua juga dikaitkan dengan perhatian masyarakat suku Mandar terhadap lingkungan dan alam sekitarnya dan menghindari penebangan tidak beraturan yang dapat menyebabkan rusaknya ekosistem hutan. Dengan cara ini, kelestarian alam tetap terjaga dan masyarakat terbebas dari ancaman bencana.
Bagi masyarakat suku Mandar, dahulunya perahu sandeq dimanfaatkan untuk mencari ikan di laut lepas di kala laut begitu tenang dan ikan mudah didapat. Tetapi, ketika kondisi sebaliknya, para nelayan Mandar lebih banyak memarkir kapal mereka di bibir pantai. Untuk mengisi waktu, terkadang mereka menggelar lomba adu cepat perahu sandeq. Biasanya, lomba yang diadakan hanya sebatas melatih kemampuan dalam melakukan manuver dengan cara memutari area yang telah ditetapkan, yaitu tiga titik lingkaran yang tidak jauh dari bibir pantai.
Kegiatan
Kedatangan Anda dinanti di sini bulan Agustus saat perayaan Hari Ulang Tahun Kota Mamuju dan Kemerdekaan RI. Sambil bersiap menyaksikan lomba perahu sandeq, di sini juga digelar pesta bakar ikan. Hal unik yang sangat mengesankan dari lomba perahu sandeq ini adalah Anda dapat melihat bagaimana perahu tradisional yang kecil dan cepat ini berpacu dari Pantai Manakarra dan berakhir di Pantai Losari (Sulawesi Tenggara). Saat lomba perahu sandeq, pantai ini akan sangat ramai pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan luar negeri seperti Australia, Amerika, Jerman, Jepang, dan lain-lain.
Anda dapat menyaksikan Lomba Perahu Sandeq yang start-nya dimulai dari Pelabuhan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat dan finis-nya di Pantai Losari, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Lomba perahu sandeq merupakan salah satu olahraga yang memberikan tantangan kepada para pesertanya. Mereka akan ditantang untuk mengarungi laut sepanjang 300 mil yang terbentang dari Mamuju, Sulawesi Barat hingga ke Makassar, Sulawesi Selatan dengan waktu tempuh selama 10 hari. Lomba yang dimulai dari Pelabuhan Mamuju menuju Pantai Losari tersebut, akan melewati enam etape perlombaan yang melewati daerah Majene, Polewali, Ujung Lero, Parepare, dan Barru di Sulawesi Barat, dan berakhir di Pantai Losari Makassar, Sulawesi Selatan.
Sandeq raceadalah lomba balap perahu khas Mandar yang memanfaatkan angin untuk menjalankannya. Dalam lomba ini, para peserta dituntut memiliki persiapan yang matang dalam mengarungi laut yang terbentang luas. Di samping itu, peserta juga dituntut memiliki kacakapan dan ketangkasan dalam menghadapi gelombang laut, pintar membaca angin, tepat di dalam menentukan pergantian awak, serta memiliki keterampilan tinggi dalam mengendalikan perahu agar selamat sampai garis finis.
Doorr! Bunyi pistor tanda untuk perahu sandeq dipacu oleh para passandeqnya, diikuti kapal pengiring yang membantu dan mengawasi pertarungan menegangkan tersebut di lautan lepas. Perairan Mamuju hingga Malunda hanya memiliki gelombang besar, hingga tiba angin besar yang ditunggu maka laju perahu pun menjadi bergantung pada kekekaran tangan para passandeq. Perjalanan sepanjang 60 kilometer itu harus dilalui dengan cara mendayung. Bagaimana letihnya mendayung di tengah gelombang besar selama berjam-jam? Hanya passandeq atau nelayan tangguh yang bisa melewati tantangan ini. Sepanjang hampir 100 km mereka menguras tenaga dan pikiran untuk mencapai garis pantai.
Lomba perahu sandeq ini bukan hanya sekedar adu ketangkasan dan kecepatan mengendalikan perahu sandeq. Namun, pendidikan kedisiplinan dan tanggung jawab pun diterapkan kepada peserta. Tak heran, jika lomba perahu sandeq dianggap lomba perahu tradisional yang dikenal terkeras di dunia. Oleh karena itulah, acara ini patut Anda saksikan.
Transportasi
Untuk mencapai lokasi, para Anda dapat menggunakan angkutan umum, kedaraan sewaan, atau kendaraan pribadi. Perjalanan dimulai dari Bandara Tampa Padang yang terletak di Kota Mamuju, Sulawesi Barat. Dari bandara tersebut perjalanan kemudian dilanjutkan ke Pelabuhan Mamuju dengan waktu tempuh sekitar 30 menit.
Akomodasi
Bagi para Anda yang datang dari luar kota dan ingin menginap, tidak perlu khawatir karena di Kota Mamuju banyak tersedia hotel yang nyaman untuk ditempati.
Kuliner
Kehadiran restoran dan rumah makan di Kota Mamuju yang menyajikan beraneka menu masakan Sulawesi Barat, akan memanjakan para wisatawan dalam memilih tempat yang tepat untuk bersantap di kala perut terasa lapar.
Makanan khas Mandar seperti ikan asap tuing-tuing patut Anda cicipi. Sesuai namanya ikan asap Tuing-Tuing, proses memasaknya di lakukan dengan cara pengasapan tanpa mengunakan api. Ikan terbang segar yang baru saja di tangkap nelayan, terlebih dahulu dicuci bersih, kemudian ditata di atas pelepah daun kelapa di atas tungku berbahan bakar kayu kering yang biasa dipungut dari pinggir pantai. Ikan asap yang segar ini akan semakin nikmat di lidah, jika dimakan bersama jeppa, makanan khas suku mandar dari ubi kayu dan ketupat serta sambal yang pedas. Karena namanya yang terkenal, banyak pelancong yang mampir penasaran untuk menikmati ikan asap Tuing-Tuing.
Setiap porsi berisi sepuluh ekor ikan seharga Rp5.000,00. Sementara ikan terbang yang sudah di keringkan harganya berkisar Rp30.000,00 hingga Rp40.000,00 per 100 ekor. Bagaimana, tertarik mencicipi kan?