Alor adalah sebuah pulau di gugusan bagian timur Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Telah tersohor jauh-jauh hari sebelumnya oleh mereka para penjelajah dan penikmat keindahan bawah laut. Ya, Alor memang digadang-gadang sebanding dengan keindahan taman bawah laut di Karibia, benarkah itu? Atau bahkan lebih?
Keindahan bawah laut Alor telah disaksikan langsung oleh banyak penyelam dari berbagai negara mulai dari Amerika, Australia, Austria, Inggris, Belgia, Belanda, Jerman, Kanada, Selandia Baru, hingga beberapa negara di Asia. Di perairan sekitar Alor setidaknya ada lebih dari 60 titik menyelam dengan 20 di antaranya berkualitas terbaik di dunia. Titik-titik menyelam tersebut tersebar mulai dari Alor Besar, Alor Kecil, Dulolong, Pulau Buaya, Pulau Kepa, Pulau Ternate, Pulau Pantar, dan Pulau Pura. Sederetan daftar nama titik-titik meyelam di Alor itu dapat membuat bingung dan bertanya-tanya ada apa di bawahnya? Mengapa begitu banyak?
Perpaduan laut Indonesia yang hangat dengan Laut Australia yang dingin telah menjadikan Alor sebagai tempat pertemuan biota laut yang unik sekaligus megah. Saat menyelam di Alor, bahkan mereka yang tergolong para profesional saja tetap berdecak kagum. Bagaimana tidak, di sini mereka dapat menyelam bersama sunfish dan menemukannya lebih dari sekali. Ini jelas diasumsikan ada banyak sunfish atau mola-mola menetap di perairan Alor. Lupakan Seaworld, menyaksikan cara hidup mereka langsung di alamnya adalah sangat luar biasa.
Adalah Magnus Mattsson, salah satu fotografer bawah laut pertama yang telah mengindentifikasikan secara pasti ada lebih dari 50 ekor sunfish di perairan Alor. Bahkan ia pernah menyelam dan bersnorkling sembari bermain bersama sunfish hampir setengah jam lamanya. Berenang bersama sunfish atau bahkan sekelompok orca liar pastinya adalah impian bagi para penyelam dimanapun. Binatang besar ini sering ditemukan di perairan Alor dan sangat luar biasa untuk menyelam bersama mereka demi sebuah kenangan yang tak terlupakan.
Jangan kaget juga apabila melihat lumba-lumba (Delphinidae) melompat kesana-kemari seakan menyambut dan mengajak Anda untuk terjun menyelam bersama. Makhluk yang menakjubkan itu dapat dilihat setiap hari dari atas perahu dan fantastis mereka sesekali mengeluarkan semburan air ke permukaan. Apabila Anda beruntung bisa saja menyaksikan langsung saat sekelompok paus orca (Orcinus orca) bekerja sama untuk memburu lumba-lumba ini. Biasanya mereka melintas antara Oktober hingga November, saat dimana arus laut bersahabat bagi penyelam.
Ada banyak tebing dan jurang di taman bawah laut Alor seakan tak terlukiskan kata-kata. Tersusun seperti rak buku dimana setiap bagian dihuni oleh beragam biota dan karang yang mengagumkan. Semua yang pernah melihatnya secara langsung pasti lebih menyarankan untuk menyaksikannya sendiri lalu bercerita hingga kehabisan kata-kata.
Salah seorang yang berjasa mengenalkan surga bawah air yang memesona ini adalah Kal Muller. Ia telah menuliskan bagaimana keindahan bawah laut Alor dan menyebutnya sebagai taman laut kelas dunia. Dalam dua bukunya yang berjudul “Underwater Indonesia” dan “East of Bali”, Karl Muller mengungkapkan bahwa Alor memiliki air laut yang bersih, biota laut yang beraneka ragam, dan banyak titik selam yang dapat dinikmati bahkan saat malam hari. Ia seakan mengekspos habis-habisan sehingga membukakan mata dunia untuk berbondong-bondong menuju keajaiban bawah laut Alor.
Untuk menuju Alor, khususnya Anda yang datang dari wilayah barat Indonesia, ada penerbangan dari Jakarta ke Bandara El Tari, Kupang. Berikutnya lanjutkan penerbangan ke Bandara Mali di Kota Kalabahi, yaitu ibu kota Kabupaten Alor. Rute penerbangannya masih sangat terbatas beberapa maskapai saja, salah satunya yang setiap hari tersedia adalah maskapai Trans Nusa.
Kegiatan penjelajahan taman bawah air di Alor dapat dimulai dari Pelabuhan Kalabahi dan beberapa dermaga sekitarnya. Operator diving akan mengatur semua perlengkapan, makanan, tujuan, dan transportasi ke berbagai titik menyelam di sekitar Alor, termasuk apabila Anda berminat melakukan penyelaman malam hari. Jangan heran pula apabila di pulau ini rata-rata operator diving adalah orang asing yang fasih berbahasa Indonesia serta telah lama tinggal di Alor dan sekitarnya.
Budaya Moko dan Al-Quran Berusia 800 tahun di Pulau Alor
Alor memang bukan pulau besar seperti Flores tetapi cukup mencengangkan di sini telah ditemukan peninggalan sejarah yang luar biasa, yaitu moko dalam jumlah yang amat banyak. Museum 1.000 Moko di Kalabahi Alor bahkan berambisi melewati angka 1.000 koleksi moko. Adalah cukup menjadi tanda tanya bahwa moko di Alor tidak dibuat oleh masyarakat asli Alor karena budaya moko sejatinya berasal dari kebudayaan perunggu Dongson di Vietnam Utara.
Orang Alor sendiri percaya bahwa moko berasal dari tanah dan hanya dimiliki para bangsawan karena nilainya sangat tinggi. Moko memiliki peranan penting bagi masyarakat Alor, yaitu kepemilikan terhadap jumlah dan jenis moko tertentu dapat menunjukkan status sosial seseorang. Di beberapa suku tradisional di Pulau Alor moko digunakan sebagai gendang untuk mengiringi tarian adat. Selain sebagai alat musik tradisional, Moko juga berfungsi sebagai alat tukar ekonomi masyarakat Alor. Hal inilah yang kemudian menyebabkan inflasi pada masa pemerintahan Hindia Belanda sehingga membuat sistem baru dengan membatasi peredaran Moko di Pulau Alor.
Saat ini, moko berfungsi sebagai peralatan belis atau mas kawin serta simbol status sosial. Dalam adat dan istiadat pernikahan masyarakat Alor, moko digunakan sebagai alat pembayaran belis atau mas kawin seorang laki-laki kepada calon isterinya. Moko dipercaya dapat mengikat pernikahan.
Selain moko, Pulau Alor ternyata secara mengejutkan menyimpan sebuah Al-Quran yang berusia 800 tahun. Kitab suci umat Islam tersebut hingga saat ini adalah yang tertua bukan saja di Indonesia tetapi di Asia Tenggara. Terbuat dari bahan kulit kayu dan pewarna alam, Al-Quran ini masih utuh kelengkapan ayat dan suratnya. Tahun 1982, sempat terjadi kebakaran di perkampungan Muslim ini termasuk rumah tempat disimpannya Al-Quran tua tersebut. Untungnya Al-Quran itu selamat dan tidak rusak padahal disimpan dalam kotak kayu yang mudah terbakar. Al-Quran tua ini pada April 2011 pernah sekali dibawa keluar dari Pulau Alor untuk dipamerkan dalam Festival Legu Gam, Ternate, melalui Kesultanan Ternate.
Anda dapat melihat Al-Quran tersebut di Desa Alor Besar yang disimpan oleh Nurdin Gogo, yaitu generasi ke-15 keturunan Iang Gogo, penyebar agama Islam yang datang dari Ternate. Iang Gogo membawa Al-Quran dari kulit kayu ke wilayah ini sekaligus berperan sebagai guru agama Islam. Ia hidup pada masa Sultan Baabullah (1570-1583) tetapi Al Quran tua tersebut diperkirakan sudah ada sebelumnya.
Agama Islam sendiri bukanlah agama mayoritas di Alor tetapi keberadaan Al-Quran tua ini sangatlah berarti bagi masyarakat Kabupaten Alor. Hal itu menunjukan bagaimana kerukunan hidup beragama begitu terjalin harmonis, persis seperti watak masyarakat Alor yang ramah. Bahkan kiranya tidak keliru apabila orang-orang memanjangkan kata Alor yang singkat sebagai: Alam Lestari dan Orang Ramah. Kunjungi Pulau Alor dan buktikan sendiri!