Kenapa pariwisata menjadi salah satu core business Indonesia? Karena sektor ini memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif sangat solid yang harus diperkuat menjadi senjata untuk memenangkan persaingan di pasar global.
Industri pariwisata kini semakin jadi idola di negeri ini! Dengan kekayaan budaya dan alam Indonesia maka selayaknya pariwisata harus menjadi sektor yang diminati karena begitu seksi. Pariwisata dianggap memiliki keunggulan mengingat mayoritas berada di sektor jasa. Selain itu, sektor ini juga merupakan komoditas yang paling berkelanjutan dan menyentuh hingga ke level paling bawah di masyarakat. Bahkan, pariwisata telah ditetapkan sebagai core ekonomi bangsa oleh Presiden Joko Widodo.
Pariwisata secara pasti merupakan industri pendukung yang potensial memperbaiki stuktur ekonomi dan dapat meningkatkan kemandirian daya saing daerah. Dengan meningkatnya jumlah wisatawan ke daerah maka naik pula konsumsi mereka sehingga akan semakin besar dampak ekonomi pada banyak sektor. Ini dengan jeli dilihat oleh Presiden Joko Widodo sehingga seluruh infrastruktur digenjot mendukung pariwisata sekaligus menegaskan bahwa “DNA” perekonomian Indonesia mengarah pada pariwisata.
Keunggulan komparatif (comparative advantage) adalah keunggulan yang diperoleh dari sumber daya yang dimiliki suatu perusahaan atau negara seperti keindahan alam dan budaya, tenaga kerja murah, kekayaan tambang, dan sebagainya.
Oleh karena itu, untuk memajukan sektor pariwisata maka bangsa ini tidak bisa bergerak sendirian. Demi mewujudkan pariwisata menjadi core economy Indonesia maka sektor ini harus dikeroyok bersama. Tanpa sinergi stakeholder yang ada (konsep pentahelix, yaitu: ABGCM (Academics, Business, Government, Community, dan Media) maka akan sulit bisa mewujudkan kemajuan pariwisata. Seluruh unsur pentahelix harus bahu-membahu dan bergotong-royong untuk memperjuangkan pariwisata Indonesia dan menciptakan Sources of Synergy yang disebut sebagai 3S-3B, yaitu: Size getting Bigger, Scope getting Broader dan Skill getting Better sehingga Indonesia akan “Bigger-Broader-Better together”.
Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF) dalam Travel and Tourism Competitiveness Index tahun 2015, dari 141 negara, untuk aspek Cost Advantages Indonesia yang ditunjukan dengan Price Competitivenes Index menempati posisi ranking 3, untuk aspek differentiation dan focus Indonesia berupa Cultural and Natural Resources Index ranking 17.
Salah satu sektor yang memegang peranan penting demi kemajuan pariwisata adalah dukungan investasi dan pembiayaannya. Investasi dan pembiayaan adalah key success factor yang sangat krusial karena merupakan faktor pengungkit pertumbuhan sektor pariwisata. Berdasarkan data Kemenpar bahwa saat ini kebutuhan investasi bidang pariwisata sampai tahun 2024 meliputi: 120.000 hotel rooms, 15.000 restoran, 100 taman rekreasi, 100 operator diving, 100 marina, 100 KEK, dan amenitas pariwisata lainnya. Selain itu, diperlukan pula pembiayaan di 10 destinasi pariwisata prioritas (DPP) atau 10 Bali.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini telah memberikan ruang luas ke sektor industri pariwisata. Hal ini dilakukan untuk mengerek perekonomian Indonesia yang kian hari kian meningkat. Dengan begitu diharapkan pembangunan infrastruktur dilakukan dengan masif dapat segera dinikmati oleh pelaku usaha mikro kecil dan menengah dan secara luas dirasakan langsung oleh masyarakat di daerah. Penyaluran kredit lebih fokus ke sektor pariwisata diharapkan dapat mempercepat penambahan devisa. Selain itu, juga menghemat cadangan dolar dan mempercepat pembentukan lapangan kerja, serta menarik lebih banyak investasi asing masuk ke Indonesia.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso sempat menyampaikan kepada media bahwa akan mendorong Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor pariwisata. Pemberian KUR diharapkan dapat mengembangkan pariwisata sebagai industri yang mampu menghasilkan devisa. Pembiayaan pariwisata ke depan akan terfokus pada 10 destinasi pariwisata prioritas yang ditetapkan pemerintah. Destinasi tersebut yakni Danau Toba, Belitung, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu Jakarta, Mandalika, Borodubur, Labuan Bajo, Wakatobi, Morotai, dan Bromo. Untuk penyaluran KUR pariwisata, kata Wimboh, UMKM akan mendapat pembinaan berupa edukasi standar pelayanan. “Nanti masyarakat UMKM kita bina. Masyarakat harus terlibat di situ mulai dari restorannya, higienitasnya terjaga,” katanya. Berdasarkan data Kementerian Perekonomian, realisasi penyaluran KUR telah mencapai Rp 57,8 triliun hingga akhir Mei 2018. KUR telah disalurkan kepada 2,2 juta debitur.
Investasi dan pembiayaan di sektor pariwisata memiliki banyak sumber pembiayaan dimana umumnya bersumber dari Usaha Jasa Keuangan/Industri Keuangan Bank (IKB) seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Pariwisata (FLPP) atau Kredit Usaha Rakyat (KUR) pariwisata. Selain itu, ada juga pembiayaan yang bersumber dari Industri Keuangan Non Bank (IKNB) seperti dari perusahaan asuransi untuk mendukung keselamatan wisatawan selama berlibur, dari lembaga pembiayaan (multifinance), atau dari dana pensiun. Pembiayaan juga dapat bersumber dari pasar modal dengan menggunakan instrumen reksadana (misalnya Reksadana Terpadu Pariwisata) atau obligasi.
Alternatif lain sumber pembiayaan dan penjaminan juga bisa berasal dari lembaga keuangan negara seperti: Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, PT Sarana Multi Infrastruktur, PT Sarana Multigriya Finansial, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia. Ada juga skema pembiayaan yang dikeluarkan oleh BAPPENAS atau melalui BUMN dalam kerangka kegiatan corporate social responsibility (CSR) atau PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan).
Jadi masyarakat di lokasi tujuan wisata kini memiliki ruang dan kesmepatan lebih luas untuk mendapatkan peluang dukungan pembiayaan. Sebagai contoh bagi warga masyarakat yang ingin memulai bisnis pengembangan homestay di desa wisata maka sumber dan skema pembiayaannya bisa beragam dan melibatkan berbagai pihak terkait.
Tabel contoh skema pembiayaan pengembangan homestay desa wisata.
Tidak hanya pengusaha akomodasi seperti homestay di tujuan wisata tetapi para pengusaha Horeka (hotel-resto-kafe) juga dapat memanfaatkan mendapatkan akses pembiayaan. Termasuk juga pengusaha penjual cenderamata dapat memanfaatkan peluang pembiayaan terutama mereka yang sudah memiliki wadah bersama.
Saat ini, kelemahan kebanyakan UKM sektor pariwisata di Tanah Air adalah pada lembaga keuangan karena mereka cenderung informal dan tak cukup punya kolateral. Apabila terus dibiarkan sendiri maka mereka akan mengalami kesulitan untuk terus maju. Setiap pelaku bisnis pariwisata khususnya usaha kecil-menengah sektor pariwisata tidak hanya memerlukan dukungan investasi dan pembiayaan tetapi juga dukungan pembinaan dari berbagai lintas instansi pemerintah setempat. Selain itu, risiko kredit akan berkurang jika pengembangan pariwisata bisa terintegrasi mulai dari sarana transportasi, atraksi, dan fasilitas dasar penunjang lain berkualitas baik. Peran lembaga pemerintah penting selain menegaskan kehadiran pemerintah bagi masyarakat, juga untuk menerapkan konsep 3P, yaitu: Planet, People, Prosperity dan ECE, yaitu: Environment, Community, Economy (ECE).
Untuk membangun pariwisata dukungan pemerintah terkait investasi kiranya juga perlu ada insentif untuk investor dalam pengembangan destinasi wisata lokal, termasuk kemudahan investasi dan kepastian policy. Kebijakan di daerah harus sejalan dengan di pusat sehingga dapat saling mendukung. Selain itu terkait people awareness. Masyarakat harus terlibat agar dapat impact (berdampak) dimana keterlibatan harus sutainnable (berkelanjutan) bukan hanya musiman.