Beberapa sungai di Kalimantan Tengah dinilai memiliki potensi ekowisata yang menjanjikan. Meski sebagian terlihat rusak dan kotor akibat aktivitas tambang liar dan sampah namun sebenarnya sungai-sungai tersebut memiliki pesona dan keindahan yang layak dikembangkan sebagai kawasan ekowisata.
Itulah salah satu alasan Kemenpar menggelar Focus Group Discussion (FGD) tentang Pengembangan Produk Ekowisata Berbasis Sungai, pada 9-11 Mei di Swiss Belhotel Danum, Palangkaraya.
Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaaan Kemenpar Ni Wayan Giri Adyani mengatakan, ada beberapa langkah awal yang harus dilakukan untuk mengembangkan ekowisata di wilayah sungai di Kalimantan Tengah. Antara lain memberikan edukasi dan pemahaman pada masyarakat bahwa sungai memiliki fungsi yang lebih luas.
“Sungai tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tambang, juga bukan untuk pembuangan sampah. Sungai itu dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi kehidupan jangka panjang. Jadi mari kita manfaatkan sungai dengan baik dengan mengembangkan pariwisata namun jangan lupa untuk tidak meninggalkan budaya kita. Karena wisatawan asing masih sangat menyukai budaya kita,” ujar Giri seperti yang disampaikan Asdep Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Kemenpar Alexander Reyaan yang juga membuka FGD tersebut.
Asdep Bidang Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Kemenpar Alexander Reyaan mengaku akan menggali terus potensi-potensi yang ada di sejumlah sungai di Kalimantan. Menurutnya, pengoptimalan potensi tersebut dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar maupun masyarakat umum.
“Kegiatan ekowisata umumnya dilakukan di kawasan konservasi seperti Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya, Taman Buru dan Area Sungai. Namun ekowisata juga tetap dapat dilakukan di areal non-konservasi selama kegiatannya masih tetap mengacu 3 pilar utama yaitu Ekologi, Ekonomi, dan Sosial budaya,” ungkapnya.
Salah satu kawasan sungai yang sudah mulai dikembangkan yakni Sungai Arut di Kelurahan Raja, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Berkat komando Lurah Raja Rangga Lesmana, warga sekitar kemudian menggagas event bulanan bertajuk ‘Bejaja Wadai’ yang pertama kali digelar pada bulan Maret 2019.
Bejaja Wadai digagas dengan tujuan untuk mengembalikan lagi fungsi sungai sebagai pusat dari dinamika sosial ekonomi masyarakat Pangkalan Bun. Dalam kegiatan ini, banyak ibu-ibu warga sekitar yang menjajakan kue dan beragam penganan tradisional di atas jembatan kayu, di atas bantaran sungai sepanjang lebih kurang 200 meter.
Meski informasi event ini hanya beredar lewat media sosial, pengunjung yang datang sangat banyak. Sebagian mereka memang datang karena ingin mendapatkan jajanan tradisional, sebagian lainnya karena penasaran, sekaligus ingin jalan-jalan menikmati suasana pinggir sungai. Ada pula yang melanjutkan perjalanan susur sungai dengan perahu getek.
Adapun kuliner tradisional yang dijajakan antara lain ada bubur telur keruang, bubur gunting, bubur randang, coto menggala, kekicak, gamat, klepon labu, kerupuk basah, lapat, pais, dan roti tangkup.
Sungai Arut melintasi Kota Pangkalan Bun. Sejak dua abad lalu di masa Kesultanan Kotawaringin, sungai ini menjadi urat nadi kehidupan masyarakat sekitar. Namun, seiring perkembangan zaman, situasi mulai berubah. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan ternyata berdampak pada masyarakat di sekitar sungai.
“Adanya event bulanan seperti Bejaja Wadai akan menghidupkan kembali suasana Sungai Arut seperti zaman dulu. Dengan pemandangan yang bagus, masyarakat bisa bernostalgia melalui paket wisata kampung,” kata Ni Wayan Giri.
Terkait FGD kali ini, Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan, tujuan kegiatan tersebut adalah untuk memperkenalkan serta mengangkat pengembangan produk ekowisata berbasis sungai di Kalimantan Tengah dan sekitarnya. Lalu brainstorming guna penyelarasan pengembangan produk ekowisata berbasis sungai dengan stakeholders terkait, memperoleh dukungan dari para stakeholders serta pemangku kawasan, sekaligus menyusun pola perjalanan produk ekowisata sungai.
“FGD dilaksanakan dalam rangka koordinasi, penyusunan dan juga ajang sosialisasi mulai dari proses perancangan hingga pelaksanaan. Adapun stakeholders yang diundang yakni sebanyak 70 orang dari unsur pemerintah, asosiasi, industri pariwisata, NGO, komunitas, akademisi dan pihak-pihak yang terkait dalam hal pengembangan ekowisata,” jelasnya.
Dengan adanya acara ini diharapkan dapat lebih memperkenalkan konsep produk ekowisata berbasis sungai kepada stakeholders ekowisata. Selain itu, diharapkan para pemangku kawasan lebih serius untuk bersinergi dalam pengembangan ekowisata yang memiliki konsep saling terkait dan menguatkan. Sehingga, konsep tersebut dapat memajukan pariwisata nasional dan berkontribusi nyata terhadap devisa negara.
Kalimantan Tengah merupakan daerah provinsi yang memiliki banyak sungai besar. Sungai-sungai tersebut tersebar di sejumlah kabupaten. Panjang alirannya mencapai ratusan kilometer. Pada sisi sungai itulah, sebagian masyarakat di sana menggantungkan hidup.
Sungai-sungai yang dimaksud yaitu Sungai Barito (900 km), Sungai Kapuas (600 km), Sungai Kahayan (600 km), Sungai Sebangau (200 km), dan Sungai Katingan (650 km). Kemudian ada Sungai Mentaya (400 km), Sungai Seruyan (350 km), Sungai Kumai (175 km), Sungai Arut (250 km), Sungai Lamandau (300 km), dan Sungai Jelai (200 km).
Untuk memaksimalkan potensi sungai di Kalimantan Tengah, Kementerian Pariwisata menggelar Focus Group Discussion (FGD). Isinya, Pengembangan Produk Ekowisata Berbasis Sungai. Tema yang diangkat ‘Penyusunan Pola Perjalanan Produk Ekowisata Sungai’. Kegiatan ini digelar pada tanggal 9-11 Mei di Swiss Belhotel Danum, Palangkaraya.
Staff Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia Provinsi Kalteng Yuel Tanggara, menilai Kemenpar tepat memilih daerahnya. Karena, FGD bisa menjadi bagian meningkatkan sumber daya manusia dan kemakmuran masyarakat.
Menurut Yuel, berdasarkan amanat Presiden, pariwisata Indonesia harus diperkuat dan dikembangkan menjadi sektor strategis. Termasuk menjadi pilar pembangunan perekonomian. Baik secara nasional maupun di Kalsel.
“Karena kami sangat memiliki potensi. Terima kasih Kemenpar karena membuat kami bisa memulai mengembangkan dan terus membesarkan ekowisata berbasis sungai di wilayah kami,” ujar Yuel.
Mengenai potensi pariwisata di Kalimantan Tengah, Yuel mengakui daerah ini memiliki kekayaan destinasi yang tersebar di 13 kabupaten/kota. Beberapa destinasi unggulan antara lain Danau Malawen, Danau Sadar dan Danau Sanggu di Kabupaten Barito Selatan. Lalu ada Gua Liang Saragih, Betang Pasar Panas dan Makam Temanggung Jayakarti di Kabupaten Barito Timur.
Di Kabupaten Barito Utara ada Gua Batu Rangkang dan Cagar Alam Pararawen, di Kabupaten Gunung Mas ada Batu Suli dan Betang Tumbang Malahoi, di Kabupaten Kapuas ada Pantai Cemara Labat dan Pusat Kerajinan Desa Dahirang, serta di Kotawaringin Timur ada Pantai Ujung Pandaran dan Betang Tumbang Gagu.
Sementara di Kotawaringin Barat ada Pantai Teluk Kubu, Pantai Tanjung Keluang dan Taman Nasional Tanjung Puting. Bergeser di Kabupaten Sukamara, di sana ada Bukit Patung dan Danau Burung, lalu di Kabupaten Malandau ada Air Terjun Hangilipan dan Air Terjun 33 Tingkat.
Di Kabupaten Seruyan ada Danau Sembuluh dan Danau Seluluk, di Kabupaten Katingan ada Bukit Batu dan Riam Mangkkit, di Kabupaten Murung Raya ada Sumber Air Panas Saripoi dan Situs Liang Pandan, serta di Kabupaten Pulang Pisau ada Pantai Cemantan dan Betang Buntoi.
“Di Kota Palangkaraya sendiri ada Arboretum Nyaru Menteng. Yaitu kawasan konservasi jenis vegetasi tanaman hutan tropis khas Kalimantan Tengah. Kemudian ada Museum Negeri Balanga dan Wisata Susur Sungai. Kami berharap pasca acara ini ada tindak lanjut yang konkrit. Apalagi Kemenpar mengemasnya sangat baik dengan menghadirkan pembicara yang kompeten juga industri-industri yang terlibat, ” ungkapnya.
Asdep Bidang Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Kemenpar Alexander Reyaan, memberikan paparan lengkap semua raihan dan target Kemenpar. Pria yang biasa disapa Alex itu berharap, pengoptimalan potensi alam di Kalimantan Tengah dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar maupun masyarakat umum. Meskipun potensi wisata yang berbasis ekowisata sangat banyak, namun jumlah wisatawan yang datang tidak sebanding dengan potensi wisata yang dimiliki.
“Sebagai contoh, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke taman nasional hanya sekitar 430.000 kunjungan pada tahun 2017. Apabila dibandingkan dengan jumlah wisatawan ke Indonesia tahun 2017 yaitu sebesar 14 juta kunjungan, maka jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Taman Nasional hanya 3.07 persen. Namun kedepannya dan di Kalimantan Tengah amat sangat berpotensi berkembang,” jelasnya.
Kegiatan ekowisata umumnya dilakukan di kawasan konservasi seperti Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya, Taman Buru dan Area Sungai. Namun ekowisata juga tetap dapat dilakukan di areal non-konservasi selama kegiatannya masih tetap mengacu 3 pilar utama yaitu Ekologi, Ekonomi, dan Sosial budaya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menuturkan, tujuan FGD tersebut adalah untuk memperkenalkan serta mengangkat pengembangan produk ekowisata berbasis sungai di Kalimantan Tengah dan sekitarnya. Lalu brainstorming guna penyelarasan pengembangan produk ekowisata berbasis sungai dengan stakeholders terkait, memperoleh dukungan dari para stakeholders serta pemangku kawasan, sekaligus menyusun pola perjalanan produk ekowisata sungai. Menpar juga senang karena semua peserta hadir dan FGD dikabarkan dihadiri banyak peserta.
“FGD harus ada action pasca dilakukan koordinasi, penyusunan dan juga ajang sosialisasi mulai dari proses perancangan hingga pelaksanaan. Pariwisata memang harus melibatkan stakeholder atau biasa kami sebut dengan unsur penthahelix yakni Akademisi, Bisnis, Komunitas, Pemerintah. Saya selalu mengarahkan semua unsur itu harus terlibat dalam semua kegiatan Kemenpar,”kata Menpar.
Dengan adanya acara ini Menpar juga berharap dapat lebih memperkenalkan konsep produk ekowisata berbasis sungai kepada stakeholders ekowisata. Selain itu, diharapkan para pemangku kawasan lebih serius untuk bersinergi dalam pengembangan ekowisata yang memiliki konsep saling terkait dan menguatkan. Sehingga, konsep tersebut dapat memajukan pariwisata nasional dan berkontribusi nyata terhadap devisa negara.