Vihara Dharma Bhakti: Vihara Tertua di Pecinan Glodok

Jin De Yuan Chinese temple (Vihara Dharma Bhakti) in Glodok, Jakarta Chinatown, Indonesia.

 

Sekilas

Tak ada yang terlalu istimewa dari gerbang utama vihara tertua di kawasan Pecinan Glodok, Jakarta Barat ini. Dewi Vihara Dharma Bhakti, demikian nama yang tertera jelas di gerbang utama vihara berusia sekira 350 tahun itu. Ruas jalan yang sempit dipadati oleh motor yang parkir di kedua sisinya mengantar pengunjung memasuki area vihara seluas 3000 m².

Vihara Dharma Bhakti adalah satu dari 3 vihara tua yang berdiri dan masih berfungsi hingga kini di Jl. Kemenangan III, Pecinan Glodok, Jakarta Barat. Dari ketiga vihara, Dharma Bhakti dikenal sebagai vihara paling tua yang dibangun pada tahun 1650 oleh seorang Luitnant Tionghoa, Kwee Hoen. Pada awal berdirinya, vihara ini dinamakan Koan Im Teng (Paviliun Koan Im).

Vihara berusia ratusan tahun ini sempat hangus terbakar pada tragedi pembantaian besar-besaran etnis Tionghoa seabad kemudian (1740). Akan tetapi, pada 1755 kembali dibangun oleh Kapitein Oei Tjhie dan diberi nama Kim Tek Ie. Kim Tek Ie dalam dialek suku Hok Kian berarti “Kelenteng Kebajikan Emas”.  Dalam dialek resmi Mandarin, nama vihara dikenal dengan Jin De Yuan. Makna dari nama ini mengingatkan manusia untuk lebih mementingkan kebajikan antar sesama dan bukannya mementingkan kehidupan materialis/duniawi saja.

Berada di kawasan yang juga dikenal dengan sebutan Petak 9, Vihara Dharma Bhakti menempati lahan seluas 3000 m². Di vihara ini terdapat berbagai dewata, baik dari golongan Taois, Confucianis maupun Budhis mengingat bahwa vihara ini mengikuti Budhis Mahayana.

Sebagai kelenteng tertua, tentu ia menyimpan nilai sejarah tersendiri yang turut menyumbang daya tarik Pecinan Glodok. Kunjungi vihara ini untuk melihat bagaimana etnis Tionghoa menjalankan kegiatan religi mereka atau bisa menjadi wisata religi. Jangan lupa untuk mengagumi bangunan ibadah bernilai sejarah serta sejumlah artifak atau benda-benda vihara yang berumur ratusan tahun. Ukiran kayu, jendela bundar yang mengapit pintu utama, kaligrafi pada pilar-pilar, patung dewa, gambar naga dan burung hong yang menghiasi vihara ini seolah menambah semarak nilai dan estetika yang dimilikinya.

 

Vihara Jin De Yuan/Kim Tek Ie

Jl. Kemenangan III No. 13 (Petak 9)

Glodok – Jakarta Barat

 

 

Berkeliling

Selain Vihara Dharma Bhakti, masih di kawasan bahkan jalan yang sama Jl. Kemenangan III, terdapat dua vihara lainnya, yaitu Vihara Tanda Bhakti dan Vihara Dharma Jaya (Toasebio). Letaknya yang tidak terlalu berjauhan satu dan lainnya bahkan dapat dituju hanya dengan berjalan kaki.

Vihara Dharma Jaya (Toasebio) adalah vihara yang warna bangunannya cerah oleh warna dominan merah. Tempat sembahyang bagian luar dinaungi 2 atap dengan ornamen naga dan burung di sudut terluar atapnya. Di bagian belakang bahkan dibangun gedung tambahan (bertingkat) untuk menampung ramainya pengunjung yang ingin beribadah sesuai jadwal ibadah.

Vihara ini berusia 259 tahun. Pada ruang utama vihara, tampak lampion merah memenuhi langit-langit. Di beberapa sudut terdapat tempat pemujaan. Lilin-lilin kecil yang berjajar rapi juga menambah nuansa tersendiri pada vihara.

Lebih muda 3 tahun dari Vihara Dharma Jaya, Vihara Tanda Bhakti tercatat berusia sekira 256 tahun. Vihara ini tampak megah dan asri dengan dominasi warna merah dan kuning pada pilar dan atap vihara. Di bagian depan, terdapat bangunan terbuka tempat sembahyang yang menaungi hio-louw dari batu untuk menancapkan hio atau dupa lidi. Jika pada Vihara Dharma Bhakti terdapat 2 ekor naga pada bagian atapnya, maka pada bagian atap Tanda Bhakti tampak 4 bentuk naga dan sebutir mutiara tepat di tengah.

Masing-masing vihara memiliki cirinya sendiri, termasuk gaya bangunan, benda-benda koleksi vihara, tuan rumah dan dewa yang dipuja. Kunjungi ketiga vihara tua ini dan temukan hal menarik yang menyimpan kekhasan masing-masing vihara itu sendiri. Mengabadikan bangunan yang didominasi warna merah ini pun menjadi hal yang tak boleh dilupakan.

Transportasi

Untuk menuju ke Petak Sembilan yang letaknya tak jauh dari Stasiun Kota Jakarta, akses menuju kawasan ini sangatlah mudah. Banyak angkutan umum yang melintas, seperti angkutan kota (angkot), metromini, tukang ojek, bus Transjakarta, dan bajaj. Jika berangkat dari Stasiun Kota (Stasiun Beos), wisatawan bisa menggunakan angkutan kota menuju arah Pasar Tanah Abang.

Apabila dari stasiun pemberhentian Glodok, cukup menyeberang ke arah Pasar Pancoran atau Pasar Asemka. Telusur atau jelajah kawasan Pecinan bisa dimulai dari sini. Jl. Kemenangan, tempat dimana beberapa kelenteng tua berada mudah ditemukan, yakni di gang pertama di sebelah kiri jalan menuju ke pasar Asemka.

 

Akomodasi

Untuk kebutuhan akomodasi, silakan cek di Glodok: Romantisme Sejarah Pecinan di Ibu Kota.

Tips

Pengurus vihara menghimbau agar tidak memberi sumbangan langsung pada pengemis. Pengurus vihara biasanya memfasilitasi pengunjung yang beribadah yang ingin member sumbangan. Melalui pengurus vihara, sumbangan tersebut nantinya akan dibagikan kepada pengemis secara tertib. Hal ini dimaksudkan agar pembagian lebih teratur dan tidak mengundang rusuh.

 

 

 

Sebelum menuju kompleks vihara utama yang tampak dari luar gapura, berjejer di sisi kiri 3 buah vihara yang interiornya didominasi warna merah. Di depan vihara ini tampak beberapa pengemis yang menjadi salah satu identitas lain dari Vihara Dharma Bhakti. Lampion-lampion merah memenuhi langit-langit ketiga area ibadah yang terpisah dari vihara utama. Altar tempat pemujaan dewa ditata sedemikian rupa di beberapa sudut ruangan.

Melangkah memasuki halaman bangunan vihara utama, dua orang lelaki nampak khusuk memegang puluhan hio berwarna merah. Mereka menghadap ke sebuah bejana terbuat dari kuningan sebagai hio-louw (tempat menancapkan hio atau dupa lidi) sambil merapal doa-doa. Tempat sembahyang yang berada di halaman Vihara Dharma Bhakti ini disangga 4 pilar berwarna merah dan dinaungi atap berundak 2 berwarna dominan kuning. Kuntum teratai menjadi penghias puncak atapnya. Sementara itu, atap vihara utama khas berbentuk ekor burung walet berhiaskan 2 ekor naga yang mengapit sebutir mutiara.

Suasana di dalam vihara tampak ramai oleh pengunjung yang beribadah. Tak hanya itu, deretan lilin merah sepanjang 1 meter tampak berjajar di salah satu dinding. Belum lagi yang bertumpuk di meja sebuah sudut. Di tengah-tengah, puluhan lilin merah raksasa dibiarkan menyala memadati area tengah. Asap dari lilin dan hio yang dibakar itu menimbulkan efek dramatis saat terkena bias Matahari yang masuk melalui atap terbuka di bagian tengah vihara.

Patung-patung dewa terbuat dari kuningan dipajang di etalase di salah satu sisi ruang utama ini. Dibandingkan dengan kedua vihara lainnya, vihara ini terbilang yang paling ramai dikunjungi meski sedang tidak ada perayaan apapun. Tak ayal, saat Imlek menjelang, Vihara Dharma Bhakti tentunya akan sangat sibuk dan menjadi salah satu pusat perayaan Imlek.