Kampung Tarung dan Waitabar Waikabubak: Menyentuh Tradisi dan Agama Asli Sumba di Tengah Kota

Pucuk-pucuk jerami menyembul dari sebuah bukit dengan tatapan langsung dari tengah Kota Waikabubak. Anda tidak akan mengira di tengah kota yang sedang bertumbuh itu masih kokoh berdiri sebuah kampung adat yang teguh memegang agama, nilai adat dan tradisi dan telah diturunkan dari generasi ke generasi.

Waikabubak sendiri merupakan ibukota Kabupaten Sumba Barat. Kota yang terletak di sebuah lembah dan berpopulasi sekitar 26.423 jiwa itu nyatanya memang masih mempunyai banyak kampung adat. Kampung-kampung ini dibangun di atas puncak bukit dan berlokasi di pinggir maupun di tengah kota.

Kampung Tarung dan Waitabar telah destinasi wajib yang harus masuk dalam daftar penjelajahan Anda selama mengarungi keindahan Waikabubak. Kedua kampung ini meski berbeda nama namun nyatanya menyatu dalam sebuah kawasan. Anda dapat menyambangi kampung luar biasa ini di tengah kota Waikabubak. Bayangkan cukup beberapa menit saja dari pusat kota maka sudah bisa melihat wajah asli budaya sumba yang begitu murni.

Kampung ini bukan sekadar kampung biasa melainkan juga berfungsi sebagai institusi sosial dan keagamaan (Marapu). Inilah salah satu potret terbaik menyentuh langsung agama Marapu di Sumba bersama tradisinya yang tidak banyak berubah sejak masa lampau.

Rumah adat Sumba atau uma merupakan bentuk bangunan adat dengan arsitektur vernakular pencakar langit. Strukturnya segi empat di atas panggung yang ditopang tonggak-tonggak kayu dengan kerangka utama tiang turus (kambaniru ludungu) sebanyak 4 batang, juga ada 36 batang tiang (kambaniru) berupa struktur portal dengan sambungan pen memakai kayu mosa, kayu delomera, atau kayu masela.

Ada tiga bagian utama rumah adat sumba, yaitu: pertama: bagian atap rumah (toko uma) berbentuk kerucut seperti menara biasa digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka. Terkadang pula di sana digunakan untuk menyimpan hasil panen. Kedua, ruang hunian (bei uma) yang tidak menyentuh tanah. Pada ruang dalam dibedakan atas ruang akses untuk pria dan wanita. Ada juga ruang hunian berlantai bambu untuk tempat bermusyawah berupa beranda luas (bangga). Ketiga, adalah bagian bawah rumah (kali kabunga) menjadi kandang ternak, seperti kambing, babi, atau bahkan kuda dan kerbau.

Selain bagian dari struktur bangunan rumah adat di atas, ada beberapa jenis bangunan adat dengan peruntukan khusus di Sumba, yaitu: rumah tinggi bertingkat tempat memelihara ternak kuda dan babinya dikolong rumah (uma jangga), rumah keramat pemujaan marapu atau roh leluhur yang tidak dipergunakan sebagai tempat tinggal (uma ndewa), serta rumah besar tempat bermusyawarah adat (uma bokulu).

Apabila Anda perhatikan sambungan atap bangunan ini memakai ikatan dengan usuk maupun penutup atap dari ilalang (Imperata cylindrica).  Sistem struktur yang sederhana ini berkaitan dengan tidak dikenalnya alat pertukangan selain parang dan kampak karena orang Sumba baru mengenal logam ketika Portugis mulai menguasai wilayah ini.

Kegiatan

Di kampung ini berdiri rumah ada Sumba (uma) dengan pola memanjang sebagiamana aslinya sejak masa lalu. dibagian tengah rumah-rumah adat ini berdiri kubur batu megalitik yang disebut waruga. Uma dan waruga tersebut menjadi simbol kosmologi lokal adat Sumba yang terus bertahan dari zaman ke zaman.

Anda dapat mengamati setiap detail bagian rumah adat ini bersama kubur batu. Puaskan mengambil foto kegiatan keseharian penduduk setempat dengan rasa hormat dan empati. Menyapa dan berbincanglah dengan mereka karena suku Loli adalah orang yang ramah dan mudah tersenyum.

Anda dapat mengamati dinding-dinding di rumah adat ini yang dihiasi tanduk-tanduk kerbau dan rahang babi. Ornamen-ornamen ini pertanda status sang pemilik rumah. Makin banyak hiasan, makin tinggi status sosial pemilik rumah. Banyaknya tanduk menunjukkan banyak pesta yang telah digelar.

Selain menikmati artistektur tradisional rumah adat dan batu megalitik, ada juga Uma Marapu yaitu semacam kuil keramat yang dipercaya sebagai tempat persemahyaman arwah leluhur. Ada pula tiang yang disebut adung yaitu kayu mati yang telah berusia ratusan tahun yang digunakan untuk menggantung kepala musuh.

Pengunjung yang datang ke kampung ini, umumnya adalah turis, budayawan, peneliti, mahasiswa dan pelajar. Mereka tidak sekadar melihat, tetapi juga mempelajari budaya dan adat istiadat Marapu.

Berkeliling

Waikabubak banyak disarankan pelancong sebagai titik strategis untuk menjelajahi wilayah Sumba Barat dan sekitarnya. Ada empat kampung adat lain di Waikabubak selain yaitu Tarung dan Waitabar, yaitu: Bodo Ede dan Bodomaroto.

Kuliner

Tempat makan cukup beragam tersedia di Waikabubak, berikut ini pilihannya.

RM Arista

Jalan Ahmad Yani, Waikabubak

RM Pondok Salero

Jalan Ahmad Yani, Waikabubak

RM Ande Ate

Jalan Gajah Mada, Waikabubak

Gloria

Jalan Bhayangkara, Waikabubak

Berbelanja

Penghuni kampung terutamanya ibu-ibu dan anak-anak akan menawari Anda untuk membeli kain tenun yang mereka buat sendiri. Bijak apabila Anda membelinya meski sehelai saja dan cukup menolak dengan sopan apabila tidak membelinya. Tenunan tersebut dibuat dengan alat sederhana dan dihiasi lambang-lambang tradisional merapu. Selembar kain butuh waktu tenun satu hingga dua minggu dan akan dijual mulai harga Rp 50 ribu. Penduduk kampung sudah terbiasa dengan kedatangan turis dan pengunjung akan diminta mengisi buku tamu dan memberikan donasi.

Transportasi

Kampung adat Tarung dan Waitabar di Waitabar terletak diatas bukit yang dikelilingi batu-batu besar. Tidak sulit menjangkaunya dari pusat ekonomi Waikabubak. Untuk menjangkau Waikabubak, ibukota kabupaten Sumba Barat, kota ini berjarak satu jam perjalanan dari Bandara Tambolaka.

Akomodasi

Waikabubak menyediakan beberapa pilihan akomodasi yang mencukupi fasilitas dan kelayakannya. Berikut ini pilihan yang tersedia untuk referensi Anda.

Hotel Monalisa

Jalan Adhyaksa KM 2, Waikabubak

0387 21364

Hotel Ronita

Jalan Basuki Rahmat, Waikabubak

0387 21460

Hotel Pelita

Jalan Ahmad Yani No. 2, Waikabubak

0387 21392

Hotel Aloha

Jalan Sudirman, Waikabubak

0387 21245

Hotel Artha

Jalan Veteran, Waikabubak

0387 21112

Hotel Karanu

Jalan Basuki Rahmat, Waikabubak

Tips

Perlu diketahui bahwa banyak kampung adat di Sumba menganut ajaran asli Sumba. Merapu mengajarkan untuk menghormati roh leluhur sebagai perantara kepada Sang Pencipta. Marapu sama dengan aliran kepercayaan lain di Jawa, memiliki nilai religius dan kuasa besar yang terealisasi lewat perlindungan, hukuman, kegagalan, kutukan, pertolongan, keselamatan, dan bencana alam. Dalam bahasa adat Marapu disebut “Ina papa nuku, ama papa sara”, artinya semua manusia dan segala isi Bumi terlahir dari sumber yang sama, semua manusia sesuai kodratnya adalah sama.

Rumah adat  mereka masih dipertahankan sejak zaman megalit. Oleh karena itu, penting untuk menghormati kepercayaan mereka  yang menjaga tradisi dan tidak sembarangan menebang pohon di hutan. Hutan tidak boleh ditebang sebelum dibuat ritual adat dengan meminta izin kepada leluhur.

Apabila Anda berkunjung ke kampung ini di siang hari maka biasanya suasana kampung yng lengang karena sebagian besar penghuni berada di sawah atau ladang. Ada beberapa area persawahan dekat dengan kedua kampung ini di mana para warga bekerja. Saat siang hari di kampung tersebut kebanyakan anak-anak, remaja putri, tetua  dan ibu-ibu yang sibuk menenun di beranda rumah. Oleh karena itu, menjelang sore adalah waktu terbaik untuk menyambangi kampung adat ini dan mendapati warganya sedang bersantai atau bercengkrama.