Etnis Lampung dikenal dengan sebutan Ulun Lampung (orang Lampung) yang mendiami seluruh provinsi Lampung dan sebagian provinsi Sumatera Selatan. Hingga saat ini masyarakat adat Lampung ditopang oleh dua pilar adat yaitu Saibatin (Peminggir) dan Pepadun. Yang pertama kental dengan nilai aristokrat sementara yang kedua mengembangkan nilai demokratis.
Perbedaan yang mendasar dari kedua adat istiadat tersebut adalah status dan gelar seorang raja adat. Bagi adat Saibatin dalam setiap generasi kepemimpinan hanya mengenal satu orang raja adat yang bergelar Sultan. Hal tersebut sesuai dengan istilahnya yaitu Saibatin artinya satu batin atau satu orang junjungan. Seorang Saibatin adalah seorang sultan berdasarkan garis lurus sejak zaman kerajaan yang pernah ada di Lampung dahulu kala (Sai Batin Paksi).
Meski masyarakat adat Saibatin mengacu pada norma kesusilaan dan sistem sosial berdasarkan prinsip keserasian tetapi umumnya memiliki hubungan sosial terbuka terhadap sesama warga tanpa membedakan etnis maupun keturunan. Ikatan kekerabatannya didasarkan pada keturunan (ikatan darah), ikatan perkawinan, ikatan mewarei (persaudaraan), juga ikatan berdasarkan pengangkatan anak.
Ada ritual unik saat acara makan bersama yang dilakukan masyarakat adat Saibatin. Mereka yang berasal dari kalangan bangsawan adat maka akan makan di atas nampan yang dilapisi kain putih. Sementara itu orang biasa akan makan tanpa nampan meskipun pada dasarnya jenis makanan yang tersaji tidaklah jauh berbeda.
Falsafah hidup masyarakat hukum adat Lampung Saibatin adalah Piil Pesenggiri yang merupakan sumber motivasi agar setiap orang Lampung dinamis dalam memperjuangkan nilai-nilai hidup terhormat dan dihargai di tengah masyarakat. Kata Piil sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu ‘fiil’ yang artinya perilaku, dan kata pesenggiri bermakna bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, serta tahu hak dan kewajiban.
Piil Pesenggiri meliputi beberapa elemen budaya yaitu pemberian gelar (juluk-adek), menjaga silaturahmi (nemui-nyimah), kekeluargaan dan sikap suka bergaul (nengah-nyappur), dan partisipasi serta solidaritas sosial (sakaisambayan). Falsafah hidup tersebut menjadi pedoman perilaku sekalilgus menjaga nama baik agar terhindar dari sikap dan perbuatan tercela.
Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat Lampung. Beberapa wilayah adat tersebut adalah: Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung. Selain itu ada pula Martapura, Muaradua di Komering Ulu, Kayu Agung, Tanjung Raja di Komering Ilir, Merpas di sebelah selatan Bengkulu serta Cikoneng di pantai barat Banten.
Untuk menyelami sistem adat dan budaya Saibatin maka Anda dapat mengunjungi salah satunya di Way Lima, tepatnya di Pasawaran. Salah satu jenis kesenian yang khas dapat Anda nikmati adalah tari sembah (sigeh penguten). Tarian ini sudah seperti tarian wajib ritual penyambutan dan memberikan penghormatan kepada tamu atau undangan yang datang pada acara hajatan adat (begawi), kunjungan tokoh masyarakat, dan lain-lain. Tarian ini biasanya diiringi dengan tabuhan tari melinting untuk menyambut kedatangan raja-raja. Kini tari sembah kerap kali ditampilkan dalam upacara adat pernikahan masyarakat Lampung.
Sementara itu tari melinting merupakan tarian dari keluarga Ratu Melinting yang pentaskan hanya pada saat acara gawi adat Keagungan Keratuan Melinting. Para penarinya dahulu hanya terbatas dimainkan putera dan puteri Ratu Melinting sendiri dan dilakukan di balai adat (Sesat). Penari wanita akan menggunakan siger melinting cadar warna merah dan putih, kebaya putih tanpa lengan, tapis melinting, rambut cemara panjang, kipas warna putih, gelang ruwi dan gelang kano. Sedangkan penari pria memakai kopiah emas melinting, baju dan jung sarat yang diselempangkan, baju teluk belanga, kain tuppal disarungkan, kipas warna merah, bulu seretei, sesapur handak putih, bunga pandan, dan celana panjang putih.
Kini tarian tersebut dikembangkan dan dimodifikasi. Fungsinya bergeser dari peragaan sakral menjadi tarian hiburan atau menjadi persembahan pada tamu agung yang berkunjung ke Lampung. Para penari wanita akan mengenakan busana dan aksesoris dengan siger melinting cakar kuningan, kebaya putih lengan panjang, tapis pepadun, rambut disanggul, kipas warna bebas, gelang rawi dan buah jukum. Sementara itu penari putra memakai kopiah emas pepadun, baju teluk belanga, kain tapis, kipas warna bebas, dan bulu seretei.
Bagi Anda yang ingin menyelami ragam kekayaan adat Saibatin maka dapat mencari informasi di Jalan Raya Kedondong Desa Pampangan, Kecamatan Gedongtataan 35371, Pesawaran, Telp. 0721 895222. Dapat pula Anda menghubungi Sanggar Seni Ibu Jun di nomor: 085383085501.
Kabupaten Pesawaran sendiri merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang diresmikan pada 2 November 2007. Semula kabupaten ini merupakan bagian dari Kabupaten Lampung Selatan. Pesawaran merupakan daerah pertanian, perkebunan dan hutan. Di kabupaten ini termasuk juga wilayahnya berupa 37 pulau dengan tiga pulau terbesar adalah Pulau Legundi, Pulau Pahawang, dan Pulau Kelagian. Gunung tertinggi di daerah ini adalah Gunung Pesawaran di Kecamatan Padang Cermin sekitar 1.604 m. Sementra sungai terpanjang Sungai Way Semah, sepanjang 54 km dengan daerah aliran seluas 135,0 km².