Leher Pulau Sulawesi yang sempit akan dilalui ketika Anda berkendara dari Poso menuju Kota Palu menyisir Teluk Tomini. Leher itu dibatasi dinding gunung setinggi ribuan meter, juga lautan sedalam ribuan meter. Di sekitar ibukota Sulawesi Tengah ini, pandangan mata tidak putus melihat deretan bukit yang ditumbuhi pohon-pohon liar. Sesekali Anda akan melintasi gunung-gunung kapur berusia puluhan tahun dan lembah nan subur.
Wilayah Lembah Palu cukup potensial untuk usaha pertanian, misalnya padi dan palawija yang sangat berkembang dan mendominasi. Akan tetapi, sebagian penduduk juga menanam buah-buahan dan sayuran, hingga beternak unggas dan ruminansia kecil didukung oleh padang penggembalaan serta rumput alam yang cukup luas. Palu termasuk wilayah bayangan hujan sehingga jarang terjadi hujan namun persediaan air tanah cukup karena pasokan dari sungai-sungai di Lembah Palu.
Palu juga merupakan pintu masuk wisatawan menuju Taman Nasional Lore Lindu serta Lembah Bada yang misterius. Jika perjalanan dilanjutkan ke arah timur maka surga bawah laut Teluk Tomini akan Anda jumpai. Berkelilinglah di sekitar kota untuk menemukan bangunan ikonik, salah satunya adalah Jembatan Ponulele yang membentang di atas Teluk Talise. Jembatan kuning ini merupakan jembatan lengkung pertama di Indonesia dan ketiga di dunia setelah Jepang dan Perancis.
Aktivitas tektonik di kota ini tergolong tinggi karena terdapat sesar Bumi yang berdimensi cukup besar atau yang disebut juga dengan Palu Koro. Sesar tersebut yang mengakibatkan lautan di masa lampau terangkat sehingga membentuk daratan yang kini dikenal dengan Kota Palu. Atas dasar inilah kata “Topalu’e” yang artinya “Tanah yang terangkat” merangkai nama kota ini.
Topografinya yang dikelilingi pantai membuat Kota Palu menjadi tambatan para imigran, baik dari seluruh wilayah Pulau Sulawesi maupun yang berlayar dari Pulau Jawa. Akan tetapi diaspora yang dilakukan pendatang tidak melunturkan kebudayaan asli Kota Palu karena masih kuatnya pengaruh suku kaili di sini.
Suku Kaili bukan satu-satunya suku asli yang mendiami Palu namun sejauh ini belum ada yang menandingi jumlah mereka di kota tersebut. Cukup beberapa hari berkunjung ke Palu maka telinga Anda akan terbiasa dengan aksen bahasa kaili yang unik. Sementara itu, karakter mereka yang sangat kekeluargaan dan mengutamakan gotong royong akan terlihat pada kegiatan-kegiatan pesta adat, kematian, pernikahan dan kegiatan bertani. Peninggalan-peninggalan suku kaili pun tercatat rapi di jurnal-jurnal penelitian yang membahas gaya bangunan, benda seni dan adat istiadat mereka.
Dari sisi arsitektur bangunan, secara umum karakter kaili memiliki kemiripan dengan bangunan vernakular di Bugis, Makassar dan Toraja, menandakan dekatnya kekerabatan mereka sejak lama. Kaili juga termasuk dalam kelompok monofiletik yakni suku yang banyak menggunakan tumbuhan rempah sebagai obat. Tapi tumbuhan-tumbuhan tersebut juga sempurna disajikan di atas meja dengan racikan-racikan bumbu khas mereka. Kekayaan kuliner suku kaili mudah Anda temui di Kota Palu.
Berkeliling
Masyarakat Kaili masih membutuhkan keberadaan doka, kereta kuda yang mengantar mereka beraktivitas ke pasar, kantor, sekolah maupun berdagang di Masomba. Selain tarifnya bisa ditawar, laju doka yang begitu lambat bisa membuat penumpang menikmati perjalanan dengan maksimal. DPada waktu-waktu tertentu terutama saat Hari Ulang Tahun Provinsi Sulawesi Tengah, pemerintah mengadakan lomba pacian doka dan menghias doka.
Kegiatan
Kota Palu bersandar pada Pegunungan Gawalise di sebelah barat dan bertatapan langsung dengan garis pantai sehingga kota ini terilhami dengan sejumlah kawasan indah.
Tanjung Karang
Pantai Tanjung Karang yang terletak di bibir Teluk Palu sudah menjadi destinasi favorit warga Palu dan sekitarnya. Jalan Trans Sulawesi yang terhubung dengannya membuat wisatawan menuju ke sana dengan mudah. Tanjung Karang istimewa di malam hari karena kehadiran lampu penerang aneka warna. Aktivitas diving atau snorkeling juga kerap dilakukan di sini untuk melihat terumbu karang yang indah. Terdapat reruntuhan kapal perang di kedalaman 40 meter yang terletak 2 kilometer arah selatan Tanjung Karang ke arah Pelabuhan Donggala.
Pantai Talise
Juga merupakan kawasan wisata yang mudah dijangkau karena kondisi jalan yang sudah baik. Pantai Talise lebih cocok dikunjungi pada sore hari karena cuaca Kota Palu sangat terik di siang hari. Di tepi Pantai Talise juga ditemukan jajaran hotel berbintang dan mall terbaik di kota ini.
Pantai Taman Ria
Rasakan gurihnya kuliner khas Palu di sepanjang garis pantai tidka jauh dari Jembatan Ponulele. Kurang lebih 100 kafe menyuguhkan aneka macam makanan seperti pisang epe dan sarabi yang sangat difavoritkan pengunjung di sini. Kafe-kafe ini buka mulai dari sore hingga malam hari dan kerap dipenuhi oleh anak muda.
Museum Sulawesi Tengah
Museum Sulawesi Tengah menyimpan lebih dari 7.000 koleksi yang terbagi menjadi beberapa kategori yaitu geologi, biologi, etnografi, arkeologi, filologi, keramikologi dan seni. Koleksi yang mendominasi museum ini antara lain koleksi upacara daur hidup, meramu sagu dan pembuatan kain kulit kayu. Museum ini terletak di Jalan Sapiri No.23, Palu.
Sou Raja
Sempatkan mempelajari karakter rumah adat kaili yakni Sou Raja yang terletak di Kampung Lere. Masyarakat Kaili mempunyai pola perkampungan terpencar yang disesuaikan dengan topografi. Bangunan rumah adatnya sendiri berbentuk rumah panggung yang didirikan di atas kayu balok persegi empat yang biasanya dibuat dari kayu keras. Bagian atap berbentuk segitiga dimana bagian depan dan belakang ditutup papan berukir dan dihiasi bangko-bangko.
Transportasi
Bandara Mutiara Palu mefasilitasi penerbangan dari dan ke sejumlah kota besar di Indonesia. Garuda Indonesia menghubungkan Palu dengan Jakarta, Makassar, Tarakan dan Banjarmasin. Lion Air terbang dari dan ke Jakarta, Makassar, Balikpapan dan Jayapura. Batik Air menghubungkan Palu dengan Makassar, Sriwijaya memiliki rute ke Balikpapan, Merauke dan Berau. Sementara Express Air mengubungkan Palu dengan Buol, Gorontalo, Luwuk, Manado, Poso dan Toli-Toli.
Dahulu terdapat sekira tiga kapal laut yang dioperasikan PT. Pelni ke dan dari Pelabuhan Pantoloan Palu namun karena transportasi udara semakin marak ke Bandara Mutiara maka peminat kapal laut semakin berkurang dan kapal-kapal tersebut tidak lagi singgah di Palu.
Kuliner
Citarasa kuliner Palu tidak jauh berbeda dengan kuliner Makassar dan Kendari. Hanya saja masakan olahan sayur lebih kaya di kota ini. Berikut ini beberapa diantaranya.
Kaledo
Kaki Lembu Donggala disingkat dengan kaledo agar pelafalannya lebih mudah. Makanan ini berbagan dasar daging lembu, mirip dengan sop iga hanya saja butuh kepiawaian kaili untuk meraciknya. Tulang lembu dan lutut yang masih penuh dengan sum-sum juga disajikan di dalam semangkuk kaledo.
Uta Dada
Ada dua pilihan uta dada yaitu uta dada ikan dan uta dada ayam yang berbeda bahan dasar. Uta dada ayam mirip seperti opor karena dicampur dengan santan. Uta dalam bahasa kaili berarti satur, sedangkan dada bisa bermakna ikan atau ayam.
Uta Kelo
Halaman rumah-rumah penduduk kaili ditumbuhi pohon kelor liar tapi ada juga yang sengaja menanamnya sebagai pembatas rumah. Daun berukuran kecil ini memang mudah ditemukan tapi siapa sangka di tangah orang kaili daun kelor disulap menjadi sayur yang lezat. Uta kelo atau sayur kelor menggunakan kuah santan yang kemudian diberi pelengkap lain seperti udang, pisang kepok dan terong.
Akomodasi
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat setiap tahun di Palu membuat kota ini semarak dengan hotel baru. Alternatif tersedia mulai dari kelas melati hingga berbintang 4. Berikut pilihannya.
Mercure Palu Hotel
Jalan Cumi-Cumi No.8, Palu Barat, 94221
Tlp. +62 451 464888
Hotel Santika Palu
Jalan Moh. Hatta No.18, Palu
Tlp. +62 451 424888
Swiss-Belhotel Palu
Jalan Malonda No.12, Silae, Palu
Tlp. +62 451 461888
Roa-Roa Hotel Palu
Jalan Patimura No.72, Palu
Tlp. +628 52 41724192 +628 12451 06739
Amazing City Beach Resort
Jalan Malonda No.76, Kelurahan Tipo, Kecamatan Ulujadi, Palu
Tlp. +62 451 465 222
Jazz Hotel
Jalan Zebra, Palu
+62 451 481085