Bali Siap Jalani Kenormalan Baru Pariwisata

Industri pariwisata di Bali menyatakan diri siap untuk menjalani tatanan kenormalan baru pariwisata yang dalam praktiknya nanti akan lebih mengedepankan protokol kebersihan, kesehatan, dan keamanan sebagai kebutuhan utama wisatawan.

Ketua Pasar ASEAN dari ASITA Bali Febrina Budiman dalam kegiatan “International Webinar Tourism in Indonesia” yang diselenggarakan Kemenparekraf untuk pasar Singapura dan Malaysia, Kamis (4/6/2020) mengatakan, ada 400 tour operator dan travel agent yang tergabung dalam ASITA Bali sudah menyatakan siap untuk menyambut kenormalan baru pariwisata.

“Kami sangat optimistis bahwa kami bisa ‘berteman’ dengan COVID-19 atau dengan kata lain kita harus bisa berteman meski kita tidak bisa berteman selamanya,” kata Febrina Budiman.

Optimisme pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif di Bali itu bukan tanpa alasan. Dimulai dari situasi yang sangat berat akibat COVID-19 ketika pemerintah menutup akses pintu masuk internasional, khususnya dari China pada Februari 2020. Memasuki Maret 2020, pemerintah kemudian memutuskan untuk menutup semua penerbangan internasional yang berarti wisatawan dari berbagai market potensial juga terhenti.

Namun keberhasilan pemerintah daerah bersama komunitas lokal dalam mengendalikan COVID-19 membuat industri optimistis menatap fase baru pariwisata Bali.

Tercatat hingga Kamis (4/6/2020) jumlah kasus positif di Bali mencapai 510 orang dengan 364 orang sembuh dan 5 orang meninggal. Semakin cepat penanganan COVID-19, semakin cepat pula ekonomi akan bangkit.

“Kami sangat bersyukur dengan kondisi ini dan berterima kasih dengan pemerintah daerah dan komunitas lokal,” kata dia.

ASITA Bali sendiri sudah merancang protokol kebersihan, kesehatan, dan keamanan dan memastikan nantinya akan diterapkan dengan ketat bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan pariwisata dan ekonomi kreatif di Bali.

Mulai dari pra-kedatangan wisatawan, saat tiba di bandara dan menuju hotel, saat melakukan aktivitas tur, dan kembali ke bandara untuk penerbangan ke negara asal wisatawan. Dengan kata lain industri sepenuhnya siap memberikan rasa nyaman dan aman serta pengalaman baru bagi wisatawan dalam tatanan kenormalan baru pariwisata.

“Namun untuk saat ini dibukanya destinasi tetap bergantung dari keputusan pemerintah,” kata Febrina.

Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) Nia Niscaya di kesempatan yang sama mengatakan, sejak awal pemerintah berkomitmen dan menyiapkan langkah-langkah mitigasi dampak COVID-19 terhadap sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Termasuk penyiapan protokol tatanan kenormalan baru pariwisata dan ekonomi kreatif kini dengan program Cleanliness, Health, and Safety (CHS) yang melibatkan industri.

“Sebelum membuka destinasi kita perlu membangun rasa percaya diri agar memberikan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan. Dan di sini langkah-langkahnya,” kata Nia Niscaya.

Dalam program tersebut Kemenparekraf/Baparekraf membagi dalam dua tahapan yaitu Gaining Confidence dan Appealing.

Gaining Confidence dimulai dari penyiapan protokol CHS yang nantinya akan dikemas melalui video tutorial yang menarik dan buku panduan yang mudah dimengerti bagi pemangku kepentingan pariwisata seperti hotel, restoran, pusat perbelanjaan, destinasi wisata, dan lainnya. Kemudian dilanjutkan dengan tahapan training, simulasi, publikasi, dan kampanye serta aplikasi penerapan CHS.

Sementara dalam tahapan Appealing, Kemenparekraf/Baparekraf akan menjalankan sejumlah program seperti Mega Famtrip dengan melibatkan key opinion leader (KOL), media serta travel agent and tour operator (TA/TO). Kemudian juga membuat joint promotion dengan membuat paket tur bersama airlines dan TA/TO. Kemudian juga menyiapkan penyelenggaraan kegiatan MICE dalam skala kecil.

“Namun kami tekankan bahwa pembukaan destinasi bergantung atas keputusan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 dan pemerintah daerah. Karena setiap destinasi tentu memiliki situasi dan kondisi yang berbeda,” kata Nia Niscaya.

Bali yakni kawasan Nusa Dua direncanakan akan menjadi pilot project penerapan program CHS.

Kawasan Nusa Dua dipilih karena lokasinya yang strategis dan merupakan area eksklusif sehingga dapat dengan mudah dilakukan pengawasan. Di Nusa Dua juga lengkap dengan fasilitas pendukung mulai dari akomodasi, amenitas, bahkan rumah sakit berskala internasional.

“Indonesia, seperti banyak negara, saat ini kita tengah fokus pada penyiapan new normal sebagai persiapan menyambut kembali turis. CHS itulah yang kita siapkan. Kami optimistis bisa menyambut wisatawan dengan pengalaman yang baru dan menarik,” kata Nia Niscaya.

Industri Pariwisata Bali Targetkan Pasar dari Negara Terdekat Saat Normal Baru

Jakarta, 6 Juni 2020 – Industri pariwisata di Bali menargetkan bisa menjaring wisatawan dari negara-negara terdekat seperti Thailand, Myanmar, dan Vietnam saat normal baru dimana nantinya pariwisata di Bali dinyatakan telah siap dibuka untuk pasar internasional.

Sekretaris ASITA Bali, I Putu Winastra dalam International Webinar Tourism in Indonesia untuk pasar Thailand dan Indochina bertema “Bali Alright” yang berlangsung secara daring, Jumat (5/6/2020) kemarin mengatakan, saat ini industri dan seluruh pemangku kepentingan pariwisata dan ekonomi kreatif di Bali sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi kenormalan baru pariwisata dengan penerapan protokol kebersihan, kesehatan, dan keamanan.

“Protokol tersebut akan diterapkan pada setiap sektor pariwisata antara lain transportasi, akomodasi, restoran, dan seluruh objek pariwisata,” kata I Putu Winastra.

Protokol telah disiapkan berdasarkan customers journey yang fokus terhadap tiga hal utama yaitu kebersihan, kesehatan, dan keamanan.

Mulai dari wisatawan harus menyiapkan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi sebelum berangkat ke Bali seperti surat pernyataan bebas COVID-19, itinerary, tanggal kedatangan, dan lainnya seperti yang disyaratkan pemerintah.

Kemudian juga protokol saat wisatawan tiba di bandara, saat melakukan aktivitas tur hingga kembali ke bandara untuk penerbangan kembali ke negara asal. Semua akan dijalankan dengan SOP protokol kesehatan yang baik.

Untuk segmentasi pasar, I Putu Winastra mengatakan negara-negara terdekat seperti Thailand, Myanmar, dan Vietnam bisa menjadi andalan untuk menunjang pariwisata Bali saat nanti dibuka untuk pasar internasional.

“Untuk awal kita memang akan fokus ke pasar domestik, namun ketika pasar internasional telah dibuka kita mengharapkan wisatawan dari negara-negara terdekat seperti Thailand, Myanmar, dan Vietnam,” kata dia.

“Dan tentunya Bali tidak akan dibuka semua, pilot project ditetapkan untuk kawasan Nusa Dua,” kata Winastra.

Sementara M Yansverio selaku Regional CEO for Jakarta Raya Region PT Garuda Indonesia mengatakan, Bali merupakan destinasi unggulan untuk Garuda Indonesia baik untuk penerbangan domestik maupun internasional. Garuda Indonesia pun siap mendukung industri dan pemerintah dalam mengembangkan pariwisata di Bali saat nantinya diputuskan untuk dibuka oleh pemerintah.

“Untuk menyambut normal baru, Garuda Indonesia menerapkan protokol Cleanliness, Health, and Safety (CHS) serta menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan perjalanan dengan pesawat udara,” kata Yansverio.

Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) Nia Niscaya mengatakan, tujuan dari webinar ini adalah untuk menjaga kepercayaan terhadap citra Indonesia dengan menyampaikan kebijakan. Serta informasi terkini mengenai destinasi wisata di Indonesia serta memfasilitasi industri-industri pariwisata Thailand, Vietnam, dan Myanmar dengan Indonesia untuk mempertahankan hubungan kerja sama dalam menghadapi tatanan kenormalan baru pariwisata.

“Webinar ini merupakan wadah kehadiran Indonesia di pasar Thailand, Vietnam, dan Myanmar untuk tetap menjalin kerja sama dengan mitra-mitra industri pariwisata. Indonesia memberikan product update kepada industri di Thailand dan Indochina terkait apa yang sudah dikerjakan oleh Indonesia untuk mempersiapkan destinasi wisata untuk menyambut kembali kunjungan wisatawan mancanegara kelak,” kata Nia Niscaya.

Dalam kesempatan itu Nia Niscaya menjelaskan bahwa Kemenparekraf telah menyiapkan standar protokol sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan pariwisata dalam program CHS.

“Kami berharap pelaku industri pariwisata Thailand, Vietnam dan Myanmar mendapatkan gambaran terkait penerapan protokol ‘new normal’ dalam hal ini adalah protokol CHS di Indonesia, khususnya Bali. Sehingga dapat memberikan insight terkait pembuatan dan penjualan produk wisata Indonesia di masa mendatang,” kata Nia Niscaya.