Pertumbuhan sektor transportasi udara akan mencerminkan pertumbuhan ekonomi secara langsung sehingga transportasi mempunyai peranan yang penting dan strategis, baik secara makro maupun mikro. Keberhasilan sektor transportasi udara secara makro diukur dari sumbangan nilai tambahnya dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), dampak ganda (multiplier effect) yang ditimbulkannya terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dan kemampuannya meredam laju inflasi melalui kelancaran distribusi barang dan jasa ke seluruh pelosok tanah air. Sedangkan dari aspek mikro, keberhasilan sektor transportasi diukur dari kapasitas yang tersedia, kualitas pelayanan, keselamatan, aksesibilitas, keterjangkauan daya beli masyarakat dan utilisasi.
Demikian diungkapkan Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso siang ini saat menjadi pembicara kunci pada acara Expert Talk: Aviation Industri di Hotel Margo, Depok. Acara yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Industri Universitas Indonesia ini dalam rangka Industrial And Systems Engineering Competition (ISEEC) 2018. ISEEC merupakan lomba internasional terkait keilmuan teknik industri. Lomba diikuti oleh 20 tim dari universitas-universitas di indonesia. Tahun ini, lomba mengangkat tema: Revitalizing The Aviation Industry: Delivering Solutions For Airport Issues Through Strategic Management.
Dalam kesempatan tersebut, Agus Santoso menyampaikan beberapa hal yang telah berhasil dicapai oleh penerbangan Indonesia. Di antaranya adalah total jumlah penumpang pesawat yang diangkut tahun 2017 mencapai 128 juta penumpang domestik dan internasional dan kargo yang diangkut mencapai 1,1 juta ton dengan jumlah rute sebanyak 509 rute. Sedangkan pada tahun 2016 sekitar 116,8 juta penumpang dan kargo yang diangkut sebanyak 1 juta ton dengan jumlah rute sebanyak 471 rute.
“Untuk mengantisipasi jumlah penumpang yang semakin bertambah, perlu ditunjang kesiapan bandar udara. Baik dari segi penyediaan dan peningkatan kapasitas bandar udara beserta fasilitas yang menunjang maupun peningkatan dari segi kualitas pelayanan bandar udara mulai dari kedatangan hingga keberangkatan penumpang. Di Indonesia hingga tahun 2015 terdapat 237 bandar udara eksisting dengan 29 Bandar Udara Internasional Eksisting. Jumlah ini akan ditingkatkan menjadi 300 bandara selama 6 tahun ke depan,” ujar Agus.
Selain itu, peningkatan jumlah penumpang membuat banyak maskapai penerbangan didirikan namun juga berimbas semakin ketat persaingan antar maskapai. Untuk itu setiap maskapai harus selalu meningkatkan pelayanan penumpang selama di darat dan udara. Serta pelayanan operasional seperti penjadwalan yang baik, untuk meminimalkan keterlambatan dan waktu pesawat berada di darat. Ketepatan waktu atau On Time Performance (OTP) sudah menjadi tolak ukur kepercayaan dari pemakai jasa yang menjadi pilihan untuk melakukan perjalanan. Target OTP penerbangan Indonesia tahun 2019 dalam Reviu Renstra DJU Tahun 2015 -2019 adalah sebesar 88%.
“Sejalan dengan pencapaian Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebagai regulator terkait peningkatan hasil validasi audit keselamatan ICAO-USOAP di mana sebelumnya nilai Effective Implementation (EI) Indonesia secara keseluruhan sebesar 51% menjadi sebesar 81%. Maka sudah seharusnya pencapaian-pencapaian di atas diikuti oleh peningkatan kinerja keselamatan para operator sehingga tercapai sinergi yang kuat antara regulator dan operator,” lanjut Agus.
Namun demikian Agus juga menyadari masih banyak permasalahan yang terjadi dan harus dihadapi di industry penerbangan, sehingga dibutuhkan masukan pemikiran dari stakeholder terkait dan juga expert dari nasional dan internasional yang bermanfaat bagi Indonesia.
Beberapa persoalan tersebut di antaranya terkait dengan kepadatan lalu lintas ruang udara yang ada saat ini; keterbatasan penggunaan ruang udara dengan adanya military training area di Yogya, Madiun dan Malang; rata-rata pertumbuhan penumpang sebesar 9.45% tiap tahun dengan rata-rata pertumbuhan rute sebesar 8.67% tiap tahun; aksesibilitas dan efisiensi pelayanan bandara; serta keamanan dan keselamatan penerbangan di Papua
Di sisi lain, ada beberapa terobosan kebijakan yang dilakukan oleh Ditjen Perhubungan Udara selaku regulator penerbangan. Yaitu melakukan pengelolaan waktu terbang (slot time) yang dilakukan secara online melalui sistem aplikasi real slot yang dibuat oleh AirNav Indonesia dan telah terkoneksi dengan sistem Flight Approval (izin rute) milik Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dengan mengedepankan transparansi.
Juga dilakukan pemanfaatan ruang udara selatan Pulau Jawa untuk mengurangi kepadatan ruang udara eksisting ; Pembangunan atau Pengembangan dan rehabilitasi bandar udara; Modernisasi layanan navigasi di Papua untuk mendukung konektivitas bandar udara di Papua mulai dari kota hingga daerah terpencil; serta mendukung pembangunan kereta bandara.