Sleman Siapkan 300 Homestay di Desa Wisata

Sleman terus bergerak melaju menyongsong peningkatan wisatawan. Salah satunya dengan menyiapkan homestay di Desa Wisata yang dilengkapi dengan fasilitas yang tidak kalah dengan hotel. 

“Dari 31 desa wisata di Sleman, sepuluh desa sudah menyediakan fasilitas homestay,” urai Bupati Sleman Sri Purnomo dalam workshop sosialisasi Kebijakan Kemenpar bagi Jurnalis Greater Joglosemar –Jogja, Solo, Semarang– di Hotel Sheraton, Jogja, 4 Mei 2017. 
Bupati Sri Purnomo berkeyakinan, homestay dan Desa Wisata menjadi semakin strategis di Sleman. Ini setelah Presiden Joko Widodo dan Menpar Arief Yahya serius mengembangkan sektor ini sebagai core economy bangsa. Juga menangkap peluang Joglosemar dengan ikon Borobudur dijadikan destinasi prioritas atau satu dari 10 Bali Baru. 
Langkah teknisnya pun, semakin terasa di lapangan. Lapangan terbang New Jogja International Airport di Kulonprogo sudah diground breaking awal 2017 ini. “Kami sudah antisipasi! Kebetulan Perdagangan, Jasa dan Pariwisata menjadi prioritas Sleman. Dan sudah ada moratorium hotel di Sleman,” kata Bupati Sri Purnomo. 
Workshop yang diadakan Biro Hukum dan Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata ini diikuti 50 jurnalis dari kawasan Joglosemar (Jogja, Solo, Semarang dan Magelang). Selain Sri Purnomo hadir narasumber lain Sekretaris Kemenpar Ukus Kuswara MM, Dirut Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko Edy Setijono, Bidang SDM Asita Yogya Herry Rudyanto, Staf Ahli Menpar M Noer Sadono. 
Sri Purnomo lantas melanjutkan paparannya soal homestay. Dikatakan, ada 300 unit homestay yang sudah siap menerima tamu dengan harga yang relatif murah. Disebutkan kesepakatan harga menginap di homestay di kisaran Rp 80-110 ribu sehari semalam dengan fasilitas makan 3 kali. “Mungkin harga ini harus ditinjau kembali. Jangan terlalu murah,” pesan Bupati kepada Kepala Dinas Pariwisata yang juga hadir pada acara ini.
Kebijakan pengembangan homestay ini, kata Sri Purnomo, sejalan dengan moratorium pembangunan hotel yang telah dilakukan beberapa tahun lalu. Dikatakan pula pengembangan Kabupaten Sleman saat ini diarahkan sebagai pusat pendidikan, pusat kebudayaan, penghasil pangan, daerah tujuan wisata, pengembangan industri kecil, agroindustri dan industri jasa.
Dengan potensi daya tarik alam dan lahan subur, Sleman juga mengembangkan desa wisata di bidang pertanian. Salah satu prinsip pengembangan wisata di Sleman, menurut Sri Purnomo, mengedepankan partisipasi masyarakat dan kearifan lokal. 
Sedangkan kriteria desa wisata yang dikembangkan haruslah memiliki atraksi wisata mencakup alam budaya, daya dukung desa seperti keaslian, keunikan dan keindahan. “Menginap di homestay, para tamu bisa menikmati kehangatan keluarga khas Sleman. Bisa ikut membajak sawah, melihat panen padi. Karena anak-anak orang kota meski makan nasi banyak yang tidak tahu tanaman padi seperti apa?” tandas Sri Purnomo.
Maka, homestay di Desa Wisata diarahkan pada segmen pelajar dan mahasiswa, perusahaan, wisatawan asing dan keluarga. Untuk semua ini, Bupati mengatakan butuh bantuan media. “Saya sepakat sekali dengan konsep Pak Menteri Pariwisata tentang Pentahelix seperti yang disampaikan Pak Don Kardono tadi. Harus muncul kebersamaan dari kelima stakeholders tersebut dalam membangun imej positif dalam pariwisata,” katanya.
Sebelumnya Staf Khusus Menpar M Noer Sadono atau biasa dipanggil Don Kardono itu menyampaikan soal Pentahelix yang terlibat dalam pariwisata. Kelima unsur Pentahelix itu adalah Akademisi, Bisnis, Community, Government dan Media disingkat ABCGM. “Media menjadi salah satu penentu keberhasilan industri pariwisata. Itulah pentingnya Kementerian Pariwisata mengajak rekan-rekan media memahami kebijakan dan strategi pengembangan wisata oleh Kemenpar,” urai Don.
Sedangkan Ukus Kuswara menekankan pentingnya media baik media mainstream maupun media sosial. Ukus mengajak agar para jurnalis menulis dengan diniati “ngalap berkah.” Sehingga apa yang ditulis bisa mendatangkan pahala. Termasuk dalam menulis pariwisata.
Sesmanpar Ukus Kuswara juga menegaskan bahwa saat ini tidak lagi “Mulutmu Harimaumu” tapi “Jarimu Pesonamu.” Hal ini terjadi karena saat ini jari-jari kitalah yang banyak berperan dalam menyampaikan pesan atau menulis berita. 
Dengan arief, Ukus menyebut bahwa pekerjaan jurnalistik itu sejatinya sangat mulia. Tempat beribadah, dengan memberi kabar yang baik, benar dan penuh tanggung jawab. “Kabar baik, tulisan baik, tema yang baik, akan membuat masyarakat juga baik. Semakin banyak kebaikan yang dikabarkan, semakin memuliakan manusia akan semakin mensejahterakan masyarakat,” ujar Ukus yang mengajak berpikir mega. 
Dia menjelaskan tiga besar prioritas Kemenpar, yakni Go Digital, Homestay Desa Wisata dan Akses Udara. Ukus melihat Sleman punya kombinasi kekuatan di budaya dan alam. Sleman juga punya kekuatan di sejarah dan banyak peninggalan peradaban manusia. “Percayalah, pariwisata itu sustainable. Semakin dilestarikan, semakin mensejahterakan,” ungkap Ukus meminjam istilah yang dipopulerkan Menpar Arief Yahya.