Pa’piong Toraja: Pemanfaatan Ruas-Ruas Bambu untuk Kuliner Tradisional

“Orang Perancis tidak mau makan pa’piong. Kalau mereka belum lihat wujudnya, mereka pikir itu kupu-kupu,” ucap seorang pemandu di Toraja.

Seperti itulah candaan pemandu-pemandu di Toraja siang itu. Dalam bahasa Perancis, papillon (pa’pion) adalah kupu-kupu, tapi di Toraja, ini adalah makanan khas yang dimasak dengan cara yang masih sederhana dan tradisional. Pa’piong kerap kali dipesan dan disantap oleh turis-turis mancanegara yang singgah ke Toraja. Keberadaannya juga tidak sulit ditemukan.

Apakah Anda ingat ‘lemang’ makanan khas Melayu yang dimasak di dalam seruas bambu? Ya, cara pematangan pa’piong persis seperti itu namun isinya bukanlah ketan melainkan daging. Pa’piong umumnya menggunakan daging babi, tapi kini isinya sudah mulai diadaptasi menggunakan ayam kampung, daging kerbau dan ikan mas. 

Jika dahulu disajikan hanya untuk upacara adat, pa’piong kini disantap baik untuk makan siang ataupun makan malam untuk menemani nasi, sup dan lauk-pauk lainnya.

Daging yang telah disiapkan akan dilumuri bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, garam, potongan dan serai untuk menghilangkan bau amis. Kemudian, daging dibungkus daun miana sebelum dimasukkan ke dalam ruas bambu berdiameter 8-10 cm dan dibakar. Tak lupa juga kedua ujung bambu ditutupi oleh daun pisang. 

Pa’piong akan masak dalam satu jam durasi pembakaran, dengan catatan selama pembakaran bambu-bambu tersebut terus diawasi dan dibolak-balik agar matangnya merata. Indikator matangya pa’piong adalah ketika Anda telah melihat permukaan bambu berubah menghitam. Setelah matang, isinya diburai dan diletakkan di piring-piring. Pa’piong ayam yang telah matang akan berwarna kuning kecokelatan seperti halnya semur ayam. Teksturnya dagingnya juga mirip ayam yang digoreng tidak terlalu matang. Akan tetapi, salah satu yang khas dari hidangan ini adalah adanya parutan kelapa yang menjadi penyedap.

Sementara itu, pa’piong ikan direkomendasikan bagi mereka yang tidak suka daging. Cara memasaknya sama saja, yaitu dengan mencampurkan daging dengan bumbu-bumbu kemudian membalutnya dengan daun miana sebelum dimasukkan ke dalam ruas bambu. 

Saat bersantap di restoran-restoran di Toraja, tamu biasanya akan dihidangkan masakan Indonesia dan juga makanan barat, sebut saja sup jagung, sup ayam, aneka seafood, hingga pizza dan spagethi. Disebarluaskannya pa’piong menjadi angin segar yang menghubungkan wisatawan dengan kuliner lokal. Emosional wisatawan begitu kuat sehingga mereka termotivasi untuk mencoba pa’piong lebih dari sekali. Hal inilah yang menyebabkan pa’piong mulai disajikan di restoran-restoran hotel berbintang dan cara memasaknya diadaptasikan kembali. Cara tradisional terhitung lama sehingga dibuatlah cara memanggang menggunakan alumunium foil dan oven. Meskipun cerita di belakangnya berbeda, kenikmatan pa’piong tidak akan luntur.

Umumnya, pa’piong dipesan terlebih dahulu agar ketika tamu datang, mereka bisa langsung menyantapnya tanpa menunggu lama. Pada restoran-restoran dengan dapur terbuka, Anda berkesempatan untuk melihat langsung pembuatan pa’piong itu. Begitupun di Pasar Bolu, di blok-blok khusus yang menjual daging ada suguhan unik cara memasak pa’piong yang masih tradisional. 

Tertarik menyantap pa’piong? Berikut ini adalah beberapa restoran di Rantepao, Toraja Utara, yang memiliki menu tersebut:

Rumah Makan Monika

Jl. Poros Makale-Rantepao No.77, Tallulolo, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan

Cafe Aras

Jl. Andi Mappanyukki No.64, Kel. Malango, Kecamatan Rantepao Malango’, Rantepao, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan

Mentirotiku

Jl. Simpang Batutumonga, Tikal, Lempo, Sesean Suloara, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Utara, 91853