Pembukaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) 2018, Sabtu (24/2), sukses mendatangkan wisatawan. Tidak kurang dari 50.000 wisatawan menyaksikan rangkaian pembukaan yang digelar di Jalan Malioboro, Kampung Ketandan, dan Alun-alun Utara Keraton.
“Berdasarkan data yang masuk ke kita, jumlah wisatawan yang hadir pada pembukaan ini mencapai 50.000 orang. Pengunjung sudah ramai sejak sore,” tutur Ketua Umum PBTY, Tri Kirana Muslidatun.
Istri Walikota Yogyakarta itu menambahkan, jumlah 50.000 wisatawan itu adalah gabungan dari rangkaian acara pembukaan.
“Pembukaan PBTY 2018 ini ada rangkaiannya. Mulai dari persiapan di Abu Bakar Ali, karnaval, hingga berbagai atraksi di Alun-alun Utara. Juga kunjungan wisatawan di Kampung Ketandan,” tuturnya.
Menurut Tri Kirana, jumlah tersebut sesuai target. “50.000 itu baru hari pertama ya, baru pembukaan. Tapi setiap hari PBTY ini selalu menghadirkan 10.000 wisatawan. Dan jumlah itu rutin sejak awal pelaksanaan,” terangnya.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, mengatakan kegiatan ini membuktikan jika Yogyakarta masih toleran.
“Ini bukti Yogyakarta masih ada toleransi. Kegiatan ini menjadi bukti jika kita masih solid. Dan semoga PBTY membuat kita semakin kuat,” tutur Sultan saat membuka secara resmi Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta.
Meski menjadi bagian dari perayaan Imlek dan Cap Go Meh, budaya nusantara ditampilkan dalam kegiatan itu. Salah satu atraksi yang menarik perhatian adalah aksi grup tari Praginagong Yogyakarta.
8 Penari Praginagong menggabungkan berbagai tarian nusantara dalam pementasannya. Mulai dari Aceh, Medan, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, bahkan hingga Papua.
Namun, atraksi yang paling ditunggu masyarakat Yogyakarta adalah drumband Gita Dirgantara milik Akademi Angkatan Udara. Drumband ini menampilkan banyak formasi dengan sangat enerjik. Diantaranya membuat formasi menara dari drum.
Sebelum pesta kembang api menutup rangkaian acara, tampil naga sepanjang 150 meter. Aksi naga tersebut dibawakan secara bergantian oleh 200 orang. Naga ini telah tercatat dalam MURI.
Menurut Kabid Pemasaran Area I (Jawa) Wawan Gunawan, perlu keseriusan untuk menggarap event ini agar menjadi event pariwisata.
“Tentunya dengan mengedepankan kriteria-kriteria yang dibutuhkan dalam mengemas sebuah event. Hal itu dimaksudkan agar event tersebut bisa menjadi skala nasional bahkan internasional,” tuturnya.
Menurutnya, Menteri Pariwisata sering menyampaikan perlunya kurator atau maestro yang mumpuni di bidangnya. “Jadi, koreografi, musik, kostum, pola penyajian, dan struktur pertunjukan mempunyai kualitas yang baik,” tuturnya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya memuji suksesnya pembukaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) 2018. Namun, Menteri Arief mengingatkan pentingnya brand management dalam pariwisata. Seperti yang dilakukan Bali
“Ada yang berpendapat bahwa dengan segala yang dipunya dan brand yang sudah mendunia, Bali tidak perlu dipromosikan. Mereka menganggap brand Bali sudah hebat, bahkan jauh lebih hebat dari Indonesia, karena itu tak perlu dipromosikan lagi,”tuturnya.
Tapi, Menteri Arief mengingatkan jika promosi adalah wajib dalam brand management.
“Kalau kita bicara tentang brand management, maka promosi adalah wajib hukumnya. Bali adalah produk yang baik, yang jika dipromosikan dengan sangat baik maka akan menjadi yang terbaik. Membangun brand adalah proses yang memerlukan waktu jangka panjang, tidak bisa ujug-ujug produk kita menjadi terkenal dengan instan,” terangnya.
Dijelaskannya, memupuk kekuatan brand harus dilakukan secara terus-menerus. Tak peduli apakah sebuah brand sudah hebat atau belum.
“Kalau brand-nya masih baru, maka promosi yang kita lakukan haruslah extra effort. Kalau brand-nya sudah kuat, bahkan sudah menjadi pemimpin pasar sekalipun, kita tetap harus terus-menerus mempromosikannya agar tak diungguli pesaing,” terangnya.
Digelar di 3 Lokasi
Kemeriahan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) 2018, benar-benar terasa. Dalam pelaksanaan ke-13 ini, PBTY digelar di tiga tempat. Tiga lokasi tersebut adalah Malioboro, Kampung Ketandan, dan Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.
Event yang berlangsung 24 Februari hingga 2 Maret, diisi dengan berbagai acara. Diantaranya food bazaar, fortune teller, konsultasi feng shui/hong shui, atraksi barongsai, wayang PoTay Hee, kirab budaya, dan masih banyak lagi.
Namun, event yang menjadi perayaan Imlek ini menghadirkan sejumlah hal baru. Mulai dari ondel-ondel hingga taman lampion.
“Gendawangan atau ondel-ondel adalah hal baru di PBTY 2018,” ujar Gutama Fantoni, staf humas dan publikasi PBTY.
Hal baru lainnya adalah lampion. Tema yang diangkat di taman ini adalah Imlek Light Festival. Taman lampion bisa dijumpai di Jalan Ketandan, selama PBTY berlangsung.
“Taman lampion digelar di lahan yang belum dimanfaatkan, yaitu bekas Hotel Ketandan. Kami nego biar bisa dipinjamkan. Jadi, mengisi halaman 2.000 meter persegi,” katanya.
Fantoni menjanjikan pengunjung taman lampion nantinya bisa swafoto mulai senja hingga tengah malam di sana. Lokasi loket penjualan tiket berada di timur taman.
Deputi Bidang Pemasaran Pariwisata I Kementerian Pariwisata I Gde Pitana, didampingi Kepala Bidang Pemasaran Area I Jawa Wawan Gunawan, mendukung kegiatan ini.
“Event ini bagus untuk melestarikan perayaan Imlek, terutama untuk mereka yang merayakan,” tutur Pitana.
Menurutnya, event ini sangat tepat untuk menjaga dan melestarikan budaya Tionghoa. “Ini membuktikan budaya Tionghoa bagian dari kekuatan bangsa,” katanya.
Kepala Bidang Pemasaran Area I Jawa, Wawan Gunawan menambahkan, pelaksanaan PBTY sangat kompak.
“Sebenarnya, PBTY sudah berjalan dari tahun ke tahun. Juga dilakukan oleh komunitas yang sangat kompak. Buktinya, dalam penyelenggaraanya sudah cukup dengan biaya mereka sendiri,” tutur Wawan.
“Namun mereka mengharapkan acara ini masuk dalam calender of event nasional Pariwisata. Kemenpar sudah dua tahun berturut-turut mendukung promosi kegiatan ini. Acaranya sendiri sudah besar karena melibatkan jumlah komunitas yang sangat besar, dipromosikan Kemenpar sehingga menjadi semakin besar,” sambungnya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya memberikan dukungannya untuk event ini. Menurutnya, PBTY tidak akan sukses tanpa komitmen kepala daerah.
“Komitmen Gubernur, Bupati, dan Walikota itu menentukan 50% kesuksesan daerah dalam membangun sektor pariwisata,” jelasnya.
Dijelaskannya, Indonesia Incorporated selalu menjadi mantra yang magis ketika bicara pembangunan sektor pariwisata.
“Tanpa kolaborasi dan sinergi pentahelix antara akademisi, bisnis, pemerintah, komunitas dan media, pariwisata kita hanya akan berjalan di tempat. Dukungan penuh seluruh stakeholder tersebut akan memberikan akselerasi yang luar biasa pada pariwisata kita. Diperlukan dukungan dan komitmen penuh terutama para CEO atau leader dari berbagai pemangku kepentingan tersebut untuk memajukan pariwisata,” tuturnya.