Berbeda dengan candi-candi di Jawa bahkan di Indonesia yang menghadap ke arah Matahari terbit maka pintu masuk candi ini menghadap ke arah barat laut. Candi Mendut disebut candi bertuah karena banyak pasangan yang belum dikaruniai anak datang ke sini memohon kepada Dewi Kesuburan.
Mendut adalah candi istimewa meski ukurannya tidak sebesar Borobudur tetapi jelas berumur lebih tua. Mendut disebut candi bertuah karena banyak pasangan yang belum dikaruniai anak datang ke sini memohon kepada Dewi Kesuburan. Hal ini dikaitkan dengan adanya relief Hariti. Di Candi Mendut, Hariti digambarkan sedang duduk sambil memangku anak dan di sekelilingnya beberapa anak sedang bermain. Menurut cerita, Hariti adalah raksasa yang gemar memakan anak kecil tetapi kemudian bertemu Sang Buddha dan ia pun bertobat serta berubah manjadi pelindung anak-anak. Berikutnya bahkan Haritidikenal sebagai Dewi Kesuburan.
Berlokasi di Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, candi bercorak Buddha ini dibangun oleh Raja Indra dari wangsa Syailendra dan lokasinya berada di posisi paling timur garis lurus utara ke selatan dari tiga rangkaian percandian di kawasan Mungkid, yaitu Borobudur, Pawon, dan Mendut. Sampai saat ini Candi Mendut seringkali dipergunakan untuk perayaan upacara Waisak setiap Mei saat malam bulan purnama. Candi ini banyak dikunjungi para peziarah dari Indonesia dan bahkan mancanegara.
Para ahli belum dapat memastikan kapan waktu persis pendirian Candi Mendut (catatan sementara pada tahun 824 Masehi). Candi Mendut mempunyai banyak ragam hias atau relief yang masih jelas terlihat, mulai dari kaki, tubuh, hingga atapnya yang mengisahkan beberapa relief cerita personifikasi hewan dengan pesan moral tertentu. Relief bagian belakang candi merupakan relief terbesar pada candi ini yang menggambarkan Buddha Avalokitesvara.
Hiasan yang terdapat pada Candi Mendut cukup unik yaitu terukir berselang-seling berupa makhluk-makhluk kahyangan, yaitu dewata Gandarwa dan Apsara atau bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda. Pada kedua tepi tangga terdapat relief-relief cerita Pancatantra dan Jataka.
Beberapa relief lainnya mengandung cerita moral dengan tokoh-tokoh binatang sebagai pemerannya seperti cerita “Brahmana dan Kepiting”, “Angsa dan Kura-kura”, “Dua Burung Betet yang Berbeda”, dan “Dharmabuddhi dan Dustabuddhi”. Dalam relief “Brahmana dan Kepeting”, menceritakan kisah seorang brahmana yang menyelamatkan seekor kepiting dan kemudian kepiting itu membalas budi dengan menyelamatkan brahmana dari gangguan gagak dan ular.
Dalam relief “Angsa dan Kura-kura”, menceritakan seekor kura-kura yang diterbangkan dua ekor angsa ke danau. Karena emosi dalam menangapi ejekan orang maka kura-kura melepaskan gigitannya sehingga jatuh ke tanah dan akhirnya mati. Dalam relief “Dua Burung Betet yang Berbeda”, menceritakan dua burung betet yang sangat berbeda karakter karena yang satu dibesarkan oleh seorang brahmana dan satunya lagi oleh seorang penyamun. Dalam relief “Dharmabuddhi dan Dustabuddhi”, menceritakan dua orang sahabat berbeda tabiat, yaitu Dustabuddhi dan Dharmabuddhi. Dustabuddhi menuduh Dharmabuddhi melakukan perbuatan tercela namun akhirnya Dustabudhi yang jahat dijatuhi hukuman.
Bangunan candi sendiri terbuat dari batu andesit dengan luas keseluruhan 13,7×13,7 m2 dan menjulang setinggi 26,4 meter dengan stupa kecil sebanyak 48 buah pada bagian atasnya. Akan tetapi, puncak atap sudah tidak tersisa sehingga tidak diketahui lagi bentuk aslinya. Atap candinya sendiri terdiri dari tiga kubus yang disusun mengerucut mirip atap candi di Dieng dan Gedongsanga.
Candi Mendut awalnya diketemukan arkeolog Belanda bernama J.G. de Casparis tahun 1836. Berikutnya pada 1897 hingga 1904 dilakukan perbaikan pada bagian kaki dan tubuh candi. Tahun 1908 hingga 1925 kembali diperbaiki oleh Theodoor van Erp hingga puncak candi ini dapat disusun kembali bersama sejumlah stupa.
Kegiatan
Saat Anda memasuki kawasan candi yang dipagari ini maka akan melihat kaki candi yang dihiasi sebuah relief kahyangan yang menggambarkan seorang laki-laki sedang duduk dikelilingi bunga dan daun-daunan yang distilir. Ada juga relief seekor kera sedang duduk di atas punggung buaya yang dihiasi bunga-bunga di sekitarnya. Apabila diperhatikan lebih dekat pada dinding candi ini di sebelah luarnya terdapat relief Dewi Tara yang sedang duduk bersemedi di bawah pohon kalpataru dan relief Sang Budha yang sedang berdiri di antara pilar-pilar dan berlindung di bawah payung. Di sudut selatan candi ini, tepat di halaman sampingnya bongkahan reruntuhan candi ini yang sedang diidentifikasi untuk direkonstruksi.
Pintu masuk candi ini dihiasi relief kalpataru, sebuah pohon pengharapan dengan enam unsurnya yang meliputi hewan pengapit, jambangan bunga, untaian manik-manik, payung, dan burung. Apabila Anda memasuki dalam ruangan candi maka akan melihat relief Hariti, yaitu raksasa yang sering memangsa anak kecil tetapi telah disadarkan kebaikan dari Resi Gautama (Buddha) sehingga menjadi raksasa yang baik bahkan berikutnya Hariti sering mendapat sebutan sebagai Dewi Kesuburan.
Perhatikan juga dinding bagian selatan dimana akan Anda temukan relief Yaksa Atavaka, yaitu mirip Hariti tetapi raksasa ini suka memakan orang. Dalam ceritnaya ia juga disadarkan menjadi pengikut Budha dan menjadi raksasa yang baik. Karena Dewi Kesuburan itulah barangkali yang mendorong beberapa pasangan yang belum diberi momongan sering ziarah ke Candi Mendut. Selain itu, relief Yaksa Atavaka di candi ini digambarkan sedang duduk di atas singgasana dan di bawahnya terdapat pundi-pundi berisi uang dikelilingi anak-anak. Berikutnya Yaksa ini sering disebut dengan Kuvera atau Dewa Kekayaan.
Apabila Anda mengarahkan perhatian pada sayap tangga candi maka akan ditemukan relief unik berupa kura-kura yang sedang diterbangkan oleh dua ekor angsa dengan menggunakan tongkat yang dicengkram pada bagian ujungnya dan kura-kura menggigit bagian tengah tongkat tersebut. Diceritakan dalam runut gambarnya bahwa saat terbang banyak orang yang melihat mencemoohnya sehingga kura-kura pun melepaskan gigitannya lalu jatuh ke tanah dan mati. Ada cerita menarik lainnya dari relief yang terukir di sayap tangga yaitu kisah seorang Brahmana yang menyelamatkan seekor ketam dari gangguan burung dan ular.
Di bagian dalam bangunan candi sendiri terdapat ruangan yang berisi altar dengan tiga arca Buddha yang masih dalam kondisi baik. Ketiga arca tersebut adalah Bodhisattva Vajravani, Budha Sakyamuni dalam posisi duduk bersila dengan tangan memutar roda dharma, dan Bodhisattva Avalokitesvara dalam posisi sedang memegang bunga teratai yang diletakkan di atas telapak tangannya. Di depan arca-arca tersebut dipasang pagar besi untuk menghindari interaksi pengunjung secara langsung.
Di Candi Mendut sering dilakukan ritual meditasi dengan cara mendengarkan alunan musik serta nyanyian. Pesertanya tidak harus beragama Buddha, siapa pun dipersilakan mengikuti ritual ini yang rutin digelar setiap malam pukul 19.00 – 20.00 WIB.
Candi Mendut juga rutin dipergunakan untuk perayaan upacara Waisak setiap Mei (pada malam bulan purnama). Biasanya para biksu melakukan persembahyangan penyucian air berkah di depan altar Candi Mendut. Air berkah tersebut dibawa dengan 70 kendi dari Umbul Jumprit Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, dan diangkut menggunakan mobil hias hingga tiba di pelataran Candi Mendut. Air berkah itu merupakan simbol ketenteraman kehidupan manusia dan dianggap pemeluk Buddha memiliki banyak berkah. Mereka akan membawa pulang air tersebut ke rumah masing-masing setelah selesai menjalani rangkaian perayaan Trisuci Waisak. Selain air berkah, para biksu dan umat juga membawa api dharma dari sumber api alam dari Gunung Mrapen, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Tips
- Kesehariannya candi ini terbuka untuk pengunjung Senin – Minggu, pukul 07:00 – 18:00
- Berlokasi sekira 3 km arah timur dari Candi Borobudur atau 1,5 km ke arah utara dari Candi Pawon. Akses menuju candi ini sangatlah mudah saat Anda akan menuju ke Candi Borobudur dapat melewatinya. Petunjuk papan nama candi juga sangat jelas sehingga memudahkan untuk menemukannya. Lokasi candi ini berada persis di samping jalan dan dibatasi pagar besi bercat hijau. Cukup dari jalan raya saja Anda sudah bisa menikmati keindahan candi ini. Candi Mendut merupakan candi yang tidak terlalu besar dan pengunjungnya juga tidak terlalu banyak. Anda bisa lebih merasa nyaman di lokasi ini apalagi dengan pepohonan rindang di sekitarnya.
- Selepas mengunjungi Candi Mendut, arahkan langkah Anda persis ke sebelah candi ini. Ada sebuah vihara Buddha di situ. Vihara ini awalnya adalah sebuah biara Katholik yang kemudian tanahnya dibagi-bagi kepada rakyat tahun 1950-an. Berikutnya tanah-tanah rakyat ini dibeli yayasan Buddha dengan bantuan dana dari Pemerintah Jepang untuk dibangun vihara dimana terdapat asrama, tempat ibadah, taman, dan beberapa patung Buddha.
- Kunjungi juga Babadan, yaitu tempat untuk memantau aktivitas Gunung Merapi yang berjarak sekitar 4 km dari puncaknya. Di sini tersedia pos pengamatan Gunung Merapi. Sepanjang perjalanan menuju Babadan, Anda akan melewati sawah yang hijau, air jernih, dan udara yang sejuk.
- Jelas disayangkan apabila kunjungan Anda ke Candi Mendut tidak dilanjutkan dengan mengelilingi berbagai tujuan wisata menarik dan bersejarah di kawasan ini. Candi Borobudur pastinya wajib masuk daftar kunjungan Anda selain Candi prambanan.
- Ketep adalah tujuan wisata serupa Babadan tetapi untuk sudut pandang pada beberapa gunung sekligus. Di Ketep tersedia gardu pandang untuk melihat keindahan Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sumbing, dan Gunung Sindoro. Kawasan ini memiliki hawa sejuk dan segar. Tersedia juga pemutaran film di Volcano Theater yang menggambarkan proses erupsi Gunung Merapi.