Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata II-2017 membahas Homestay Desa Wisata. Rakornas digelar untuk memperkuat sinergitas semua elemen untuk konektivitas pariwisata dari seluruh kementerian/lembaga sebagai Indonesia Incorporated, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR).
Suport yang diberikan Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan dan BTN. Dimana langkah konkritnya nanti melalui Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau bedah rumah tidak layak huni sebanyak 100 rumah di sekitar lokasi destinasi wisata yang bisa ditransformasi menjadi homestay.
“Kita mungkin belum bisa membangun homestay, tetapi kita bisa membantu melalui Bantuan subsidi perumahan swadaya (BSPS). Misalnya merenovasi rumah yang tidak layak huni menjadi layak huni, termasuk homestay.
Sudah ditetapkan 25 kawasan, 10 di antaranya dijadikan prioritas (KSPN). Yang sudah berjalan program BSPS ada di Danau Toba, Tanjung Lesung dan Bromo-Semeru-Tengger,” jelas Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kemen PUPR, Ir. Rido Matari Icwan, MCP dalam paparannya di Rakornas Pariwisata II-2017 di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (18/5).
Rido menjelaskan, di tiap masing-masing lokasi wisata itu akan ada 100 rumah yang akan dibedah atau mendapatkan BSPS dengan nilai Rp 15 juta per rumah untuk bisa dijadikan homestay. Pembangunan infrdastruktur juga dilakukan skala kawasan meliputi sanitasi, persampahan, akses jalan lingkungan antar pusat kegiatan dengan pemukiman.
“Dengan adanya bedah rumah misalnya, diharapkan dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan kualitas tempat tinggalnya sehingga dapat membantu menarik wisatawan untuk berkunjung. Jika rumah masyarakat kondisi dan sanitasinya baik tentu bisa menjadi homestay baru yang dapat menarik lebih banyak wisatawan untuk berkunjung. Apalagi bila akses jalannya sudah dibangun, akan sangat mendukung sekali,” kata Rido.
Rido menambahkan, salah satu syarat untuk dapat memperoleh bantuan stimulan adalah rumah dan tanah tersebut milik sendiri. Ini untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan penghasilan maksimal Rp 2,3 juta.
“Banyak sedikitnya rumah-rumah yang akan dibedah masih menunggu hasil survey tim dari Kementerian PUPR dan pemerintah daerah setempat yang menjadi lokasi destinasi wisata,” tambah Rido yang mewakili Menteri PU PR Basuki Hadimuljono.
Kemen PUPR memiliki 5 komponen dalam dukungannya pada program desa wisata. Pertama, pengembangan kelembagaan, strategi dan kebijakan. Kedua, pengembangan kapasitas Pemerintah Daerah dan masyarakat, termasuk dukungan untuk perencanaan penanganan Desa Wisata yang terintegrasi.
Ketiga, pendanaan infrastruktur dan pelayanan Desa Wisata yang meliputi infrastruktur skala kawasan termasuk dukungan pusat pengembangan usaha dan fasilitasi pembangunan infrastruktur pendukung KSPN serta infrastruktur skala lingkungan, termasuk dukungan pengembangan peningkatan kualitas hidup masyarakat di Desa Wisata.
“Komponen keempat, dukungan pelaksanaan dan bantuan teknis dan yang kelima dukungan program atau kegiatan lainnya antara lain dukungan untuk kondisi darurat bencana,” papar Rido.
Dalam program BSPS, lanjut Rido, masyarakat sebagai pelaku utama BSPS sebagai bantuan pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat. Karena BSPS sebagai pengungkit keswadayaan masyarakat.
“BSPS ini program kegotongroyongan dan keberkelanjutan kegiatan. Kita juga akan menyediakan tenaga fasilitator lapangan (TFL) sebagai pendamping masyarakat. Dan perlu dicatat, BSPS ini tanpa pungutan biaya,” tukas Rido yang diujung paparannya menyebut akan mensupport Menpar Arief Yahya.
Ketua Pokja Percepatan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Hiramsyah S. Thaib mengatakan, di kuartal pertama 2017 ini merupakan fase penguatan sinergi antar kementerian dan lembaga untuk mencapai target 20.000 homestay, termasuk dengan Kementerian PUPR.
“Ibaratnya sedang membangun rumah, kuartal pertama ini kami sedang membangun pondasinya. Yaitu memperkuat sinergi dan kerjasama seluruh stakeholder termasuk Kementerian PUPR. Untuk capaian bangunannya sendiri memang belum terlalu banyak saat ini,” terang Hiram.
Namun, jelas Hiram, pada kuartal kedua akan ada kenaikan signifikan dalam jumlah bangunan. Menurutnya hal ini dikarenakan semuanya sudah disiapkan, baik itu perencanaan, payung hukum, dan pendanaannya.
“Nanti setelah masuk kuartal kedua akan nampak hasilnya karena pondasinya sudah siap. Dan pada 2018, dipastikan akan lebih pesat lagi karena semua sudah melihat seperti apa prospeknya homestay desa wisata ini,” kata Hiram.
Menpar Arief Sarankan Homestay Desa Wisata di Kampung Dekat BTS
Bromo Tengger Semeru (BTS), satu dari 10 destinasi prioritas yang oleh Menpar Arief Yahya dijuluki 10 Bali Baru, terus bergerak. Setelah menggelar eventi ‘Menari di Atas Awan’ di puncak B-29 kawasan TN BTS, lembaga peduli lingkungan Laskar Hijau bersama Disparbud Lumajang menggelar Rawat Ruwat Ranu.
Geliat event yang meramaikan pariwisata di Kabupaten Lumajang yang bersumber dari partisipasi masyarakat kembali akan digelar. Menpar Arief Yahya berharap desa wisata di kawasan terdekat itu segera dihidupkan homestay-nya. “Salah satunya untuk menjaga dan merawat agar mata air dan alam di sana terjaga lestari.
“Homestay desa wisata adalah cara cerdas membuat daerah di pelosok negeri ini menjadi maju pariwisatanya. Tanpa merusak alamnya. Homestay desa wisata itu sudah menjadi atraksi dan sekaligus amenitas yang berbasis budaya dan alam,” kata Menpar Arief Yahya di arena Rakornas II/2017 di Bidakara Jakarta, 18-19 Mei 2017.
Event yang digelar pada Sabtu (20/5) di Ranu Klakah, Desa Tegalrandu, Kecamatan Klakah ini, selain menyambut bulan suci Ramadan, juga merupakan kampanye pelestarian lingkungan melalui jalan kebudayaan. ‘’Meski even ini baru pertama digelar, namun Pemkab Lumajang mendukung sepenuhnya. Karena ini adalah bagian dari wisata budaya yang berangkat dari kearifan lokal,’’ kata Deni Rohman, Kadisparbud Lumajang.
Menurut Deni, even ini selain untuk kesadaran pentingnya pelestarian lingkungan di kawasan ranu atau danau juga untuk menggali potensi wisata di Lumajang. Oleh karena dari pelestarian lingkungan itu, maka akan muncul objek wisata yang menarik minat wisatawan untuk datang.
‘’Kalau danaunya kering. Apa yang menarik bagi wisatawan. Lagi pula bila danau kering, tentu akan berpengaruh pada lingkungan sekitarnya. Karena itu Pemda mendukung sekali even ini,’’ ujarnya.
Kegiatan ini sebenarnya pernah dilakukan di tempat yang sama oleh Laskar Hijau sejak tahun 2006 – 2010 dengan title “Maulid Hijau” di Ranu Klakah, Desa Tegalrandu, Kecamatan Klakah. Bedanya, kali ini panggung yang digunakan mengapung di atas air dengan ukuran 20×10 meter.
Panggung ditopang dengan pelampung puluhan tangki kecil atau drum agar bisa menopang panggung di atas air. Untuk menuju panggung yang berada di atas ranau atau danau kecil itu dari tepi danau, terhubung jembatan kayu yang ditopang drum dengan panjang jembatan sekitar 20 meter dari tepi ranu. Sedangkan lebar jembatan 1,5 meter.
Kegiatan ini akan dimulai pada pukul 12.30 dengan istighosah kubro bersama warga sekitar Ranu Klakah. Rencananya Bupati Lumajang akan hadir. Kemudian dilanjutkan dengan pagelaran budaya yang meliputi seni tari, musik dan teater dari seniman-seniman Lumajang, Malang dan Probolinggo.
‘’Mereka berpartisipasi secara sukarela karena kepeduliaannya kepada pelestarian budaya dan lingkungan. Panggung ini adalah panggung rakyat, siapapun boleh hadir menyaksikan dan menampilkan karya seninya,’’ kata A’ak Abdullah Al-Kudus, penggagas even yang juta Ketua Laskar Hijau.
Menurut A’ak, yang akrab dipanggil Gus Aak ini, mengapa perlu ada kegiatan ruwat ranu ini. Tidak lain karena Gunung Lemongan merupakan benteng ekologi Kabupaten Lumajang wilayah utara yang memiliki total 13 Ranu (Maar).
Menurut Gus Aak, tujuh Ranu di antaranya berada di wilayah Kabupaten Lumajang, sedangkan sisanya berada di Kabupaten Probolinggo. ‘’Ranu-ranu ini memiliki fungsi yang sangat vital bagi masyarakat khususnya untuk air minum, irigasi, perikanan juga wisata,’’ jelasnya.
Dijelaskannya, Illegal logging yang terjadi pada kisaran tahun 1998-2002 telah meluluh lantakkan kawasan hutan lindung di Gunung Lemongan, sehingga berdampak langsung pada 13 ranu yang indah tersebut. Salah satunya Ranu Klakah.
Tak kurang dari 25 mata air di Ranu Klakah yang kemudian harus mati akibat perusakan hutan di Gunung Lemongan, dan sekarang tinggal 6 mata air saja. Padahal ranu ini menjadi tumpuan irigasi bagi 620 hektar areal persawahan yang ada di sekitarnya. Degradasi ekologi ini juga terjadi pada ranu-ranu yang lain, bahkan Ranu Kembar di desa Salak, Kecamatan Randuagung saat ini cenderung mengering.
Kondisi kerusakan inilah yang memantik para relawan Laskar Hijau untuk melakukan gerakan konservasi di Gunung Lemongan dan di ranu-ranu yang ada di sekitarnya sejak 2005. Selain melakukan penghijauan, para relawan ini juga melakukan kampanye-kampanye pelestarian lingkungan, salah satunya dengan jalan kebudayaan. (*)