Semakin banyak peminat batik, para perajinnya semakin kreatif dalam membuat batik-batik modern dengan berbagai teknik. Batik yang mendominasi pasaran datang dari jenis batik cap, tulis dan printing, akan tetapi pada perkembangannya terdapat batik yang dibuat dengan teknik lain seperti batik ciprat dan batik jumput.
Di Garut, galeri-galeri batik sudah mulai menawarkan batik ciprat sebagai produk unggulannya. Biasanya batik jenis ini sudah dibuat menjadi pakaian jadi dan harganya lebih mahal dari batik-batik cap ataupun printing lantaran proses pembuatannya lebih lama.
Batik dengan teknik ciprat biasanya terdiri dari banyak warna dan tercurah abstrak pada satu kain, seperti layaknya kain jumputan. Kain dicipratkan asal dengan banyak warna, namun diperlukan waktu lebih lama untuk proses pengeringan agar warnanya lebih keluar, di sinilah proses krusialnya karena warna-warna tersebut bisa saja tidak sesuai keinginan.
Setelah warna dasar jadi maka batik akan digambar namun tidak menggunakan canting umum, ada benda-benda lain pengganti canting seperti lidi dan sendok.
Lidi digunakan untuk menghasilkan motif garis yang tidak merata, sementara sendok berfungsi untuk memunculkan motif bulat abstrak. Keduanya terlebih dahulu dicelupkan ke lilin batik sebelum dicipratkan. Di Garut, perajin menggunakan teknik ciprat untuk menghasilkan motif-motif yang lebih rumit seperti motif domba khas Garut.
Di beberapa daerah seperti Yogyakarta dan Lampung, menguasai teknik batik ciprat merupakan ketrampilan yang diajarkan pada siswa-siswi Sekolah Luar Biasa (SLB). Sementara itu, di Semarang diadakan pelatihan khusus membuat batik ciprat bagi anak-anak jalanan sebagai media positif pengembangan bakat.
Batik-batik ciprat hasil karya penyandang disabilitas juga pernah dipamerkan pada Festival Budaya Dewi Sri Simbatan di Magetan, dan digunakan oleh pejabat, aparat desa, tokoh masyarakat dan insan seni.