Jantan yang hampir dewasa biasanya lebih mengakrabkan diri dengan betina, terutama dengan betina remaja namun pada umumnya tidak terlalu agresif terhadap pejantan lain. Betina remaja biasanya berkumpul bersama-sama, terutama apabila umur mereka tidak saling terlampau jauh. Kompetisi para pejantan untuk mendapatkan akses ke betina adalah faktor adaptasi utama yang harus dikuasai orangutan. Jantan dewasa biasanya menggunakan kantung di daerah laring mereka untuk menghasilkan suara panjang yang terdengar seperti suara gemuruh keras, bahkan suara mereka bisa terdengar hingga hampir sejauh satu mil.
Suara orangutan jantan itu tampaknya memainkan peran penting untuk memukul mundur saingannya dalam memperebutkan betina yang reseptif secara seksual. Orangutan jantan dewasa biasanya tidak toleran satu sama lain dan mereka lebih memilih menghindar.
Perkelahian kerap terjadi apabila kedua jantan berhadapan langsung dengan seekor betina yang reseptif seksual. Mereka bisa berkelahi selama beberapa menit hingga satu jam lebih. Jantan mungkin akan terluka parah selama perkelahian, termasuk kehilangan jari, luka di wajah dan kepala, kehilangan mata dan masih banyak lagi. Orangutan betina jarang menunjukan kekerasan sehingga mereka tidak mengalami cidera-cidera seperti itu.
Ditinjau dari siklus hidupnya, orangutan menghabiskan waktu lebih lama untuk banyak hal lebih dari mamalia manapun. Mereka membutuhkan waktu terlama untuk tumbuh dan bereproduksi. Siklus menstruasi betina mencapai 29-32 hari dengan masa menstruasi tiga sampai empat hari. Masa kehamilan berlangsung sekitar delapan setengah bulan. Biasanya mereka hanya melahirkan satu ekor bayi dengan berat 1,5 kg, ada periwistiwa kelahiran bayi kembar namun sangat langka. Dalam 40 tahun pengamatan di Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), baru ditemukan satu kasus kelahiran bayi kembar. Itu pun tidak sempurna karena satu bayi tidak bisa bertahan hidup terkait kondisinya yang sangat lemah.
Orangutan liar biasanya aktif secara seksual sekitar 12 tahun, namun mereka baru mendapatkan keturunan pertama pada rentan usia 15-16 tahun. Di TNTP, betina liar melahirkan rata-rata setiap 7,7 tahun sekali. Orangutan yang masih bayi tinggal di dekat ibu mereka dalam waktu yang lama. Dua tahun pertama sangat tergantung pada ibu untuk mendapatkan makanan. Sementara induk bergelantungan di antara pepohonan, bayi menyusui pada ibunya. Uniknya, mereka juga menggunakan pohon bercabang untuk melindungi diri dari hujan dan Matahari, terkadang mereka memetik daun yang besar untuk diletakkan di atas kepala.
Bayi orangutan menyusui hingga di usia 5 tahun, bahkan ada yang hingga 8 tahun. Ketika orangutan masih merasa tidak bisa lepas dari ibu, mereka akan tetap bepergian, makan, dan beristirahat di pohon-pohon bersama ibu mereka hingga usia 10 tahun. Setelah mandiri, mereka akan menjelajah hutan sendiri dengan dewasa lainnya, namun yang betina masih sering mengunjungi ibu mereka hingga usia 15-16 tahun. Studi menunjukan bahwa orangutan di Kalimantan tumbuh lebih cepat daripada orangutan di Sumatera dan mungkin lebih cepat mandiri.
Kekerabatan berkepanjangan seperti antara ibu dan anak orangutan jarang terjadi pada mamalia, mungkin hanya manusia yang memiliki hubungan intensif seperti ini. Ahli primata percaya bahwa orangutan memiliki masa kecil yang panjang karena mereka perlu banyak belajar untuk berhasil hidup mandiri. Orangutan muda belajar segalanya dari ibu mereka, termasuk menentukan mana makanan yang harus dimakan, bagaimana untuk memakannya, juga bagaimana membangun sarang tidur yang tepat. Sang ibu juga akan melindungi orangutan muda dari predator seperti macan tutul dan ular di Kalimantan, ataupun harimau di Sumatera.
Kebiasaan orangutan hidup di hutan atau arboreal menunjukan bahwa mereka adalah hewan arboreal terbesar di planet ini. Sebagian besar hidup mereka dihabiskan di pohon dengan bergelantungan dari cabang ke cabang namun jantan di Kalimantan sesekali terlihat berjalan di tanah di antara pepohonan. Di TNTP, jantan dewasa bisa melakukan perjalanan lebih dari dua mil di tanah dalam sehari. Sementara yang betina tinggal di dekat ibu mereka, orangutan jantan bermigrasi jarak jauh dari jangkauan ibu mereka.
Hampir setiap orangutan membangun sarang tidur baru dari cabang, biasanya 15 sampai 100 kaki di atas pohon. Terkadang mereka membuat sarang tengah hari untuk tidur siang dan juga kembal menggunakan sarang lama, kemudian ditambahkan sedikit dengan cabang baru.
Orangutan pun memiliki kognitif yang tinggi dibandingkan kera besar lainnya. Tingkat intelejensia orangutan terlihat pada bagaimana mereka memanifestasikan dirinya dalam penggunaan alat dan pembuatan alat sederhana di alam liar. Orangutan telah diamati membuat alat sederhana untuk menggaruk diri sendiri, bahkan menggantungkan daun besar di atas tubuh mereka seperti poncho. Mereka juga menggunakan cabang selama mencari serangga untuk makan, mencari madu, melindugi diri dari serangga yang menyengat, serta menangkap ikan atau buah yang di luar jangkauan. Di Sumatera, orangutan liar menggunakan alat untuk mengekstrak buah yang sulit dikupas.
Banyak orang yang mengira bahwa budaya unik hanya dimiliki oleh manusia. Namun dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuwan telah menemukan semakin banyak bukti bahwa tradisi pembelajaran sosial juga ditemukan pada hewan. Di tahun 2003, sekelompok peneliti termasuk Dr.Carel van Schaik dan Presiden OFI yaitu Dr. Birute Mary Galdikas, menjelaskan berlusin-lusin perilaku yang dimiliki orangutan namun tidak ada pada hewan lainnya. Menurut laporan yang ditulis di jurnal science, kebiasaan orangutan dipelajari dari anggota kelompok lain dan diwariskan dari generasi ke genarasi. Di Kalimantan misalnya, orangutan menggenggam daun sebagai serbet untuk menyeka dagu mereka, sementara orangutan di Sumatera menggunakan daun untuk melindungi tangan ketika mengambil buah yang berduri.