Segerombolan warga di Kota Bitung, Sulawesi Utara, terlihat antusias mengikuti arak-arakan sambil membawa kue tamo. Setiap Januari, penduduk setempat melakukan itu sebagai bagian dari upacara adat Tulude untuk memanjatkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kue tamo dipotong kemudian dibagikan sebagai wujud kebersamaan. Tidak lupa daging dari puluhan ekor sapi, kambing, ayam dan babi pun dibagikan kepada masyarakat.
Tulude merupakan agenda tahunan Pemerintah Kota Bitung bersama dengan Ikatan Kerukunan Sitaro Sangihe Talaud (IKKSAT) Kota Bitung. Gelaran ini juga disebut sebagai kunci tahun dan tolak tahun bagi masyarakat Sangihe, Sitaro dan Talaud yang tinggal di kota pelabuhan tersebut. Gelaran Tulude adalah harapan kepada Yang Maha Kuasa agar selalu menyertai, menuntun dan memberkati perjalanan masyarakat Kota Bitung.
Tulude digelar sebagai wahana kebersamaan dan persaudaraan dalam satu komunitas yang utuh. Itu merupakan satu kesatuan masyarakat yang cinta persatuan karena memang bagi warga Bitung, Tulude memiliki makna religi, yaitu di dalamnya berisi tradisi budaya untuk mempersatukan seluruh etnis masyarakat Kota Bitung dan Sulawesi Utara. Hal ini terlihat dari wahana kebersamaan dan persaudaraan dalam satu komunitas yang utuh.
Banyak sekali kesenian yang mengisi acara ini, sebut saja tari gunde, tari salo, tari empat wayer, juga suara merdu dari kelompok nyanyi masamper. Beragam multietnis yang hidup di Kota Bitung, justru membuat kota ini pernuh warna dan saling menjaga harmonisasi. Ini dibuktikan di inti acara ketika enam tokoh agama dari Katolik, Budha, Hindu, Kong Hu Cu, Islam, serta Kristen Protestan memanjatkan doa bersama. Dalam pelaksanaannya, baik Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara, Walikota dan Wakil Walikota, tokoh agama, budayawan, hingga seniman turut berpatisipasi.
Upacara adat Tulude memiliki hubungan erat dengan Gunung Banua Wuhu di Kabupaten Kepulauan Sangihe, yakni salah satu dari sedikit gunung bawah laut di perairan dangkal dan mampu diselami. Layaknya Selat Lembeh, sekeliling Gunung Banua Wuhu merupakan lokasi selam yang indah namun agak ekstrem lantaran gunung masih aktif.
Masyarakat setempat percaya bahwa Gunung Banua Wuhu berpenghuni. Oleh karenanya, pada dua minggu sebelum Tulude berlangsung, tetua adat akan menyelam sambil membawa piring berisi emas ke lorong bawah laut di sekitar gunung. Jika ini dilakukan, niscaya penghuni Banua Wuhu tidak akan murka.