Terminal Motaain: Teras Depan Indonesia di Belu

Sebuah garis batas dapat memiliki standar ganda: memisahkan dan menyatukan. Sebagian orang merasakan bagaimana tranformasi pada kehidupan sosial dan kultur masyarakat dipengaruhi oleh aspek politik dan ekonomi. Ini secara konkret terjadi pada kasus tercerainya sebuah provinsi di timur tenggara Indonesia, provinsi yang kini dipisahkan oleh sebuah garis batas negara, yaitu Timor Leste.

Dua puluh tahun lalu Timor Leste kerap tergambar sebagai Provinsi Timor Timur pada buku atlas Indonesia. Kini geografer dan sejarawan berlomba-lomba menulis tentang Timor Leste dari berbagai sudut pandang yang menarik, seperti kilas balik dan perjuangan mereka dalam meraih kemerdekaan. Teritori baru membentuk identitas dan regulasi baru, tapi eratnya hubungan kekerabatan antara Indonesia dan Timor Leste tetap sama. Hal ini akan Anda rasakan ketika menapaki salah satu kabupaten terdepan di Indonesia, kabupaten yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, yakni Kabupaten Belu di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Batas teritori itu disimbolkan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain melalui banyak benda dan bangunan fisik. Ada prasasti, Gerbang Tasbara, karantina tumbuhan dan hewan, simbol tulisan yang secara tersirat mengucapkan selamat datang, kantor imigrasi, pemeriksaan X-Ray kendaraan, bea cukai, juga petugas keamanan dan tentara yang berjaga. Namun itu semua hanya membentuk komposisi formal karena pada faktanya, teritori antara Timor Leste dengan Indonesia terlihat sangat cair, dan hubungan antardesa di kedua negara sangatlah kuat.

Contoh yang paling sederhana adalah bagaimana keduanya memiliki kesepakatan untuk mengizinkan warga melintas bebas dalam radius sekira 3 kilometer ke negara seberang. Perspektif fungsi akan melihat ini sebagai suatu keadaan dimana kedua negara saling merangkul, saling berkompromi, bukan tanda sebuah kelonggaran hukum. Di sisi lain, situasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk pariwisata, dengan pesan yang mendalam bahwa mereka yang di Timor Leste masih tetap saudara kita.

Secara fisik PLBN Motaain didirikan dengan arsitektur modern, namun atap bangunan tetap mengadopsi bentukan rumah matabesi yang merupakan rumah tradisional masyarakat Belu, sementara gerbangnya dihiasi oleh ornamen-ornamen sesuai dengan motif khas setempat. Bangunan dibuat sangat megah dengan pintu-pintu kaca, dan sekelilingnya adalah taman yang terawat. Bagian yang paling difavoritkan untuk berfoto adalah lingkaran rumput bertuliskan “Motaain Indonesia”. Ini adalah tanda bahwa Anda telah memasuki salah satu titik terujung di negara ini. Setelah itu, Anda akan melewati jembatan transisi dan tiba di gerbang Timor Leste.

Lebih dari 50 orang per hari keluar masuk Indonesia melalui terminal ini. Rata-rata dari mereka adalah mahasiswa Timor Leste yang belajar di kota-kota besar di Indonesia, sebagian lagi adalah warga Timor Leste yang ingin berbelanja mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Mayoritas menggunakan kendaraan roda dua, dan sesekali terlihat truk yang membawa barang. Di samping itu, akan sering terlihat warga-warga yang menyebrang dengan berjalan kaki dan pakaian yang seadanya. Mereka tidak seperti sedang melintasi sebuah negara. Ini membuktikan bahwa sebuah garis batas tidak selalu bermakna ‘pembeda’.

Untuk kunjungan wisata, Anda bisa melewati PLBN Motaain sampai jam 4 sore dengan berjalan kaki. Jarak yang diperbolehkan kurang lebih sampai 3 kilometer ke arah Kota Batugade di Timor Leste. Ini adalah jarak yang cukup panjang untuk Anda mempelajari kehidupan di perbatasan. Dalam jarak tersebut terdapat warung-warung, pantai, dan desa-desa. Mata uang yang berlaku di Timor Leste adalah US$, sehingga jika Anda berbelanja di warung-warung negara seberang, Anda harus menyesuaikannya. Tidak hanya dari sisi mata uang secara eksplisit tapi juga perbedaan nilainya.

Kota Atambua, ibukota Kabupaten Belu sekaligus wilayah dimana Motaain berada,  dihubungkan ke Kota Kupang oleh maskapai penerbangan Wings Air sebanyak dua kali sehari. PLBN Motaain berjarak 25 km dari situ atau sekira 43 menit waktu tempuh. Jalan yang Anda lewati sudah baik namun relatif sepi. Saat menuju ke sini, Anda akan melewati sebuah pohon asam yang bersejarah karena Presiden Jokowi pernah duduk beristirahat di bawahnya.

Atambua, Betun, ataupun Winni adalah teras-teras terdepan negara yang mewakili wajah Indonesia. Atas prinsip yang sama, Presiden Jokowi ingin membangun Kabupaten Belu sebaik mungkin, realisasinya termasuk bangunan fisik PLBN Motaain yang bisa Anda nikmati hari ini.