Sebuah desa di Bali yang berdiri sejak abad ke-13 dan telah memenangkan penghargaan internasional menggelar festival tahunannya yang kelima. Pastikan Anda meluangkan waktu mengarahkan tujuan ke sana. Penglipuran Village Festival akan berlangsung pada 19 – 30 Desember 2017. Tahun ini festival tersebut mengambil tema “Melalui Penglipuran Village Festival bernuansa Bali tempo dulu kita lestarikan budaya dan lingkungan berdasarkan Tri Hita Karana“.
Selama festival berlangsung, setiap harinya ada pameran berbagai stan kerajinan asli Bangli serta produk pertanian dan kuliner. Akan ada aneka lomba yang pesertanya dari TK hingga umum dan tidak hanya dari Bangli. Beberapa lomba tersebut adalah: lomba story telling, peragaan busana Bali tempo dulu dan parade barong ngelawang. Selain itu, ada juga lomba fotografi, karaoke lagu pop Bali, lomba tari teruna jaya, tari margapati, tari baris tunggal, tari jauk manis, tari condong, dan lomba guiding kontes.
Dalam sambutannya, Asdep Pengembangan Komunikasi Pemasaran Pariwisata Nusantara Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Putu Ngurah, menjelaskan bahwa pengembangan desa adat di berbagai daerah di Indonesia dapat belajar dari Penglipuran di Bali. Bagaimana adat dapat selaras dengan perkembangan zaman tanpa merusak keduanya sehingga akan diminati wisatawan. Perhelatan Penglipuran Village Festival 2017 juga menunjukan kepada khalayak bahwa Bali aman untuk disambangi karena sudah jelas koridor wilayah mana yang tidak boleh terkait status Gunung Agung yang aktif beberapa waktu lalu.
Video via: Bali Go Live
Desa Adat Penglipuran terletak di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Letaknya sekira 700 meter di atas permukaan laut (m dpl) sehingga memiliki udara sejuk meski saat musim kemarau sekalipun. Desa ini sudah ada sejak abad ke-13 dengan luas 112 hektare (ha), meliputi 12 ha areal perumahan penduduk, 49 ha ladang, dan 37 ha hutan bambu. Keberadaan hutan bambu tersebut sangat diminati wisatawan yang berkunjung ke sana, termasuk menjadi lokasi pengambilan foto prewedding dan syuting film.
Sekira 40 persen dari luasan Desa Penglipuran merupakan hutan bambu. Warga desa tidak sembarangan menebang bambu kecuali mendapat izin dari tokoh adat setempat. Lebatnya hutan bambu menghijau memayungi sisi kanan dan kiri jalan di kawasan ini turut menjaga kualitas udara dan menyimpan cadangan air bagi warganya. Warga Desa Penglipuran sedari dulu selain berprofesi sebagai petani dan peternak, juga terampil sebagai pengrajin bambu. Pastikan Anda membeli beraneka kerajinan cantik dari bambu khas desa ini.
Desa Penglipuran sendiri mulai terkenal dan dikunjungi wisatawan mancanegara setelah meraih predikat sebagai desa terbersih di dunia bersama Desa Giethoorn di Belanda dan Desa Mawlynnong di India. Di Desa Penglipuran, Anda tidak menemukan sampah karena warganya sangat menjaga kebersihan, salah satunya dengan menyediakan bak sampah di setiap sudut desa.
Nama Penglipuran sendiri berasal dari kata pengeling pura yang berarti berarti tempat suci untuk mengenang para leluhur. Tatanan rumah adat di desa ini tidak banyak berubah sejak abad ke-13 dimana rumah-rumah warga mempertahankan gaya tradisional Bali dengan keberadaan gerbang masuk rumah yang disebut angkul-angkul, atap bambu, dan tembok penyengker. Pekarangan rumahnya memiliki bale sakenam dengan bentuk segi empat memanjang, meliputi enam tiang kayu berjajar tiga tiga pada kedua sisi panjangnya. Sementara itu, kuil keluarga diletakkan di sudut timur dari pekarangan rumah. Bagian utama dari desa adat ini berada di puncak paling tinggi dan menjadi lokasi pura leluhur masyarakat.
Seluruh bagian rumah memiliki makna yang lebih dari sekadar fungsinya. Satu kavling hunian terdiri dari beberapa rumah. Hanya anak laki-laki pertama dari sebuah keluarga besar yang bisa mewarisi rumah utama dalam satu kavling hunian. Apabila seorang laki-laki pertama membentuk keluarga baru sementara orang tuanya masih hidup maka orang tua akan memberikan anjungan utama kepada sang anak.