Kemenpar dan MUI Sinergi Kembangkan Pariwisata Halal

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) berkolaborasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sepakat mengembangkan pariwisata halal di Indonesia. Global Muslim Travel Index (GMTI) pun diplot sebagai acuannya. Hal ini muncul setelah audiensi Kemenpar dan MUI yang dihadiri langsung Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya yang digelar di Kantor MUI, Jakarta, Jumat (2/2). Menpar Arief Yahya datang full team. Didampingi oleh Ketua Tim Percepatan Wisata Halal Riyanto Sofyan. Ada juga Plt Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kepariwisataan Ahman Sya.

Delegasi Kemenpar pun disambut langsung oleh Ketua MUI K.H. Ma’ruf Amien. Turut mendampingi juga Sekjen MUI Anwar Abas dan Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid. Menpar mengatakan, pengembangan wisata halal harus menggandeng MUI. Sebab, hal ini juga menjadi domain MUI.

“Program wisata halal ini akan dikembangkan bersama MUI. Karena alasan itulah kami beraudiensi. Kami ingin wisata halal Indonesia mendunia. Acuannya tetap global. Standardisasi wisata halal dengan level GMTI. Itu sudah menjadi baku,” kata Menpar.

Menjadi acuan dunia, ada empat elemen GMTI. Elemen itu aksesibilitas, komunikasi, lingkungan, dan layanan. Indeks tersebut mencakup sedikitnya 130 negara. Baik itu negara Organsiasi Kerja Sama Islam (OKI) atau non-OKI. Secara umum, wisata halal ini juga identik dengan pariwisata biasa. Hanya saja, destinasi beserta atraksi wisatanya, hotel, dan kuliner harus sesuai syariah Islam.

Mengacu standard GMTI, Indonesia berada pada urutan ke tiga dunia. Posisi itu dikunci pada Mei 2017 silam. Wisata halal Indonesia berhasil menggusur Turki. Malaysia berada di posisi atas, lalu posisi dua milik Uni Emirat Arab. Untuk menaikan standard wisata halal Indonesia pada 2018, dukungan sudah diberikan oleh MUI.

“Respon positif ditunjukan MUI. Ketua MUI berkomitmen untuk ikut mengembangkan wisata halal. Label halal itu sebenarnya inklusif. Tidak hanya berlaku untuk muslim saja. Non muslim juga ada yang menggemari halal lifestyle,” tutur Arief. Lalu, apa hasil pertemuan itu? Audiensi Kemenpar dengan MUI menghasilkan tujuh formulasi. Untuk pedoman usaha pariwisata halal, nantinya akan disusun segitiga. Stakeholder itu adalah Kemenpar, MUI, juga pelaku industri wisata halal. Setelah pedoman itu terbentuk, langkah selanjutnya sosialisasi wisata halal.

“Audiensi itu sangat produktif. MUI sangat terbuka terhadap industri pariwisata. Soal penyusunan pedoman harus dilakukan bersama. Sebab, wisata halal itu harus bisa membentuk perubahan perilaku manusia. Harapannya mereka bermartabat dan religius,” ujarnya lagi.

Menjaga kualitas dan kehalalan, sertifikasi diberlakukan menyeluruh. Kemenpar dan MUI bahkan akan mendorong pendirian Lembaga Sertifikasi Profesi Halal. Selain itu, mereka juga berencana membentuk Tim Bersama Wisata Halal.

“Sertifikasi Pariwisata Halal harus diberikan. Elemen-elemen lain pun juga harus dikuatkan. Kami berharap wisata halal ini bisa membentuk karakter mandiri,”ujarnya. Terkait destinasi, kesepahaman juga sudah bulat. Mereka pun sepakat akan mendorong berdirinya Desa Wisata Halal. Demi menguatkan posisi, penyelenggaraan kegiatan sadar wisata halal juga diperlukan.

“Pengembangan Desa Wisata Halal akan dilakukan. Teknis dan lokasi akan dibicarakan internal dulu. Ide-ide seperti ini pun harus dikembangkan,” pungkasnya.