Komodo Labuan Bajo Benchmark Sukses Korea dan Bali
Workshop Indeks Daya Saing 10 Destinasi Prioritas Labuan Bajo di Hotel Prima, Labuan Bajo, 22-24 Mei 2017 benar-benar istimewa. Nuansanya super dahsyat. Materinya diisi Markplus, konsultan marketing skala global. Dan seluruh pesertanya, langsung diajak praktek merumuskan hal kreatif yang tak kalah dengan konsep pariwisata di Korea serta Pantai Amet dan Karangasem di Bali.
“Ini baru top. Langsung dibenturkan ke masalah yang rumit-rumit. Semua diajak melihat benchmark top kelas dunia. Dan semuanya langsung diajak berdiskusi mencari solusi dan jalan keluar,” tutur Kadis Pariwisata Ngada, Todis Reo, Selasa (23/5).
Di workshop yang digelar Divisi Strategi Pemasaran Pariwisata Nusantara itu, seluruh peserta yang terdiri dari pelaku industry pariwisata daerah, dinas pariwisata dan akademisi, dibagi menjadi tiga kelompok. Ada yang menghandle isu seputar akses. Ada yang menggalang kekuatan di asosiasi. Satu grup lainnya, mengawal amenitas. Problemnya beda-beda.
Tantangannya beda-beda juga. Tapi, muaranya satu. Semua diminta meng-create cara kreatif yang bisa menggiring wisatawan yang datang bisa lebih lama dan mau berkunjung hingga berulang-ulang ke Labuan Bajo.
“Kalau perlu berkolaborasi dengan tim lain, silakan lakukan. Yang penting bisa meng-create hal baru yang memberikan dipersepsi positif.
Hal baru yang mencerminkan keunggulan kompetitif. Bikin yang unik juga kreatif,” tutur Executive Director MarkPlus Center Dr Setya Riyanto.
Awalnya, banyak peserta yang tergagap-gagap mengimplementasikan perubahan dengan gaya Markplus ini. Banyak peserta yang kalangkabut.
Tidak siap. Tidak sedikit juga yang kebingungan. Namun, ada benchmark mengena yang bisa dijadikan cantolan berinovasi. Dan semuanya, ikut dipaparkan di Workshop.
“Bila susah membayangkan coba lihat penginapan di Karangasem Bali. Di sana ada suatu desa yang televisi saja nggak ada. Pantai nggak ada. Yang ada hanya hamparan sawah. Kamar mandinya juga beratapkan langit. Tapi harga sewa per malamnya bisa Rp 5 juta. Yang mereka jual di sana experience menginap di tengah hamparan sawah,” urainya.
Bangli Bali malah lebih nggak masuk akal lagi. DI sana penginapannya hanya tenda. Tak ada pendingin ruangan. Kamar mandinya terpisah. Tapi, sewa penginapan di sana bisa Rp 2 juta per malam. Dan yang menginap, mayoritas turis Rusia. “Itu riil loh. Dan itu antre,” ucapnya.
Diving di Pantai Amet Bali juga sama. Infrastruktur di sana sangat jauh tertinggal dari Kuta dan Denpasar. Wilayahnya sepi. Tapi setelah ada ide kreatif meng-create wisata underwater post office, berwisata sambil mengeposkan surat dari bawah laut, sekarang wilayahnya sangat ramai.
Wisatawan Eropa dan Jepang banyak yang rela antre meski harus membayar tarif selangit. Mereka hanya ingin merekam sensasi mengeposkan surat dari bawah laut, merekamnya dan membagikan ke dunia maya.
“Semua bisa begitu lantaran wisatawan diajak merasakan experience. Menyaksikan langsung kearifan lokal. Hasilnya ya seperti itu,” tegasnya.
Korea juga sama. Pariwisatanya bisa hebat lantaran ada konsep menularkan experience kepada tamu. Yang suka musik diajak menyaksikan K Pop via virtual. Yang suka kuliner diajak menyicipi K Food. Ada juga glamping tour di tenda, makan barbeque di dalam stadion hingga wakeboarding di kota. Dan semuanya laku dijual. Impactnya, lenght of stay wisatawan jadi makin panjang. Spend money-nya pun makin besar.
Terobosan berani lainnya diimplementasikan lewat paket 10 dolar dramatic tour. Sangat tak masuk akal. Tapi, Korea bisa melakukan itu. Lewat video interaktif yang sudah viral di YouTube,, paket ini akhirnya laku keras. Imaji liburan keliling Korea sambil naik bus, jajan, makan siang, selfie di tempat eksotis, main game, sampai makan malam, bisa dilakukan dengan hanya 10 dolar.
“Labuan Bajo tak kalah hebat dari Bali dan Korea. Destinasinya pernah dikunjung aktris peraih Oscar Gwyneth Paltrow dan juara dunia MotoGP tujuh kali Valentino Rossi. Magnetnya besar. Yang kurang, tinggal memunculkan keunggulan kompetitif serta sesuatu yang unik. Kita harus bikin Labuan Bajo lebih hebat dari Korea,” tambahnya.
Semua peserta akhirnya didorong untuk jualan konten. Mengembangkan business model. Mirip-mirip seperti jurus Digital Distruption Rhenald Kasali. “Ciptakan marketing mix. Paket camping Mandalawangi di Cibodas itu harganya beda-beda. Ada yang Rp 200 ribu, Rp 250 ribu, Rp 300 ribu bahkan Rp 750 ribu. Ini kan aneh, tempat sama, tenda sama, harga bisa beda,” tandasnya.
Gili Trawangan di Lombok NTB juga punya cara kreatif. Di suatu spot di Gili Trawangan diletakkan ayunan di tengah laut. Dan semua wisatawan yang ke sana, dipastikan akan selfie dan memviralkannya di akun medsos masing-masing. “Gara-gara itu banyak wisman yang khusus datang ke Gili Trawangan hanya untuk foto dan memviralkannya ke dunia maya. Yang seperti in ibisa diadopsi juga oleh Labuan Bajo. Tapi jangan mengekor. Ciptakan hal baru yang unik dan tidak biasa,” ucap pria berwajah oriental itu.
Motivasi cara unik dan tak biasa itu langsung direspon Tenaga Ahli Bidang Kebijakan Publik, Riant Nugroho. Menurutnya, trik seperti ini sangat efektif. Jurus ini langsung mengena ke sasaran. “Ini namanya teknologi. Membumikan bahasa langit dengan user friendly. Siapapun yang ikut berdiskusi langsung bisa menyalurkan ide kreatifnya dalam membangun pariwisata Labuan Bajo,” ungkapnya.
Menpar Arief Yahya juga ikut bersuara sama. Untuk mendapatkan hasil yang luar biasa, menurutnya hanya bisa dicapai dengan cara yang tidak biasa. “Ini sudah tepat sekali. Caranya bisa bermacam-macam. Bisa saja bikin paket yang mengajak tamu untuk ikutinteraksi membuat makanan tradisional. Bikin website informatif dan menarik seperti great
barrier reef, atau hal lain yang mengedepankan local wisdom. Ciptakan cross cultural experience, genuine dalam food and family, memorable experience, maka Labuan Bajo akan makin dicintai wisman-wisman dari berbagai belahan dunia,” ungkap Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI.