Komodo: Keajaiban Hayati Indonesia

Siapa tidak pernah mendengar nama hewan khas Indonesia ini, komodo (Varanus komodoensis)?

Komodo merupakan biawak besar yang tinggal di pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur. Hewan ini diperkirakan bisa berumur 50 tahun di alam bebas dan termasuk spesies langka yang hampir punah. Aktivitas alam berupa bencana, kerusakan habitat, kebakaran, dan berkurangnya mangsa adalah beberapa hal yang mengancam habitat dan kehidupan reptil raksasa ini.

Komodo adalah kerabat dekat dari dinosaurus. Hal ini dilihat dari ditemukannya fosil-fosil dari jenis dinosaurus tertentu yang menunjukkan kemiripan struktur tubuh dengan komodo. Komodo sering disebut keturunan dinosaurus karena memiliki tubuh dan cakar yang mirip dengan dinosaurus. Dinosaurus sudah lama punah tetapi komodo sampai sekarang masih ada. Oleh karena itu, komodo disebut sebagai Dinosaurus terakhir di dunia.

Komodo pertama kali didokumentasikan seorang Eropa pada 1910. Nama “Naga” atau “Dragon” disematkan pada nama komodo hingga saat ini bermula ketika Pieter Antonie Ouwens, Direktur Museum Zoologi di Buitenzorg (Museum Zoologi Bogor), menerbitkan sebuah jurnal dengan penyebutan komodo dragon di dalamnya setelah menerima foto dan kulit reptil ini. Dalam laporan tersebut menyatakan bahwa habitat asli komodo hanya dapat ditemukan di Indonesia tepatnya di beberapa pulau kecil di sebelah barat Pulau Flores. Karena keunikan dan kelangkaannya, Taman Nasional Komodo yang menjadi rumah terakhir komodo telah dinyatakan sebagai A World Heritage Site dan Man and Biosphere Reserve oleh UNESCO pada 1986.

Terlepas dari ketenaran komodo di dunia internasional, mungkin tak banyak orang tahu bahwa komodo betina dapat berkembaang biak meski tanpa dibuahi oleh sang jantan. Fenomena ini hanyalah satu dari sekian banyak fakta menarik lainnya dari hewan karnivora yang terbilang langka dan terancam punah tersebut.

Fakta bahwa komodo dapat bereproduksi tanpa pembuahan sudah terbukti dari sejumlah temuan kasus dan penelitian. Pada awal tahun 2006, seekor komodo di Kebun Binatang London yang bernama Sungai mampu bertelur meski telah dipisahkan dari jantan selama 2 tahun. Temuan kasus selanjutnya tercatat pada 20 Desember 2006 di Kebun Binatang Chester, Inggris. Dilaporkan bahwa seekor komodo betina bernama Flora, juga menghasilkan telur meski tanpa pembuahan oleh jantan (fertilisasi) sebanyak 11 telur, 7 di antaranya berhasil menetas.

Tiga telur yang tidak menetas diteliti Universitas Liverpool di Inggris melalui tes genetika. Hasil penelitian membuktikan bahwa seekor komodo bernama Flora tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan. Temuan mengejutkan ini mendorong peneliti tersebut untuk melakukan penelitian serupa pada telur komodo bernama Sungai. Hasil penelitian menunjukkan hal yang sama.

Terakhir adalah temuan kasus di Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita, Kansas pada 31 Januari 2008.  Kebun binatang ini menjadi kebun binatang pertama yang berhasil mendokumentasikan proses reproduksi unik komodo. Hanya terdapat 2 komodo betina di kebun binatang tersebut dan satu diantaranya menghasilkan 17 butir telur pada tangal 19-20 Mei 2007. Akan tetapi, dari belasan telur hanya dua telur saja yang ditetaskan dengan alasan ketersediaan ruang di kebun binatang tersebut.

Istilah ilmiah untuk kasus ini disebut dengan parthenogenesis, yaitu terjadi karena komodo betina memiliki sistem penentuan seks kromosomal ZW dan bukan sistem penentuan seks XY sebagaimana dimiliki manusia. Adaptasi semacam ini dapat saja menguntungkan bagi proses perkembangbiakan namun dapat mengurangi keragaman genetika.

Sekali bertelur, seekor betina komodo dapat menghasilkan telur sekira 15 hingga 30 butir telur. Dibutuhkan waktu sekira 7–8 bulan bagi betina untuk mengerami dan melindungi telur-telurnya hingga menetas, biasanya di sekitar bulan April. Musim kawin komodo terjadi antara bulan Mei dan Agustus. Bayi komodo berukuran sekira 30 cm saja dan akan menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon agar aman dari predator. Predator bayi komodo tidak hanya hewan-hewan karnivora lainnya tetapi bahkan dari komodo dewasa juga gemar memangsa bayi komodo. Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa dan masa hidup mereka dapat mencapai lebih dari 50 tahun.

Komodo dewasa dapat memiliki berat hingga sekira 135 kilogram dan panjang sekira 2-3 meter. Panjang ekor komodo yang merupakan jenis kadal terbesar di dunia ini hampir sama dengan panjang tubuhnya. Ukuran tubuh yang besar pada komodo ini dikenal dengan nama gigantisme pulau. Gigantisme pulau adalah suatu fenomena biologi dimana terjadi kecenderungan meraksasanya tubuh hewan tertentu yang hidup di pulau kecil akibat tidak adanya mamalia karnivora lain di pulau tersebut. Selain itu, laju metabolisme komodo yang lambat juga menjadi penyebab gigantisme pada komodo. Karena ukuran tubuhnya yang besar tersebut, komodo menduduki posisi tertinggi dalam rantai makanan di habitat alaminya, yaitu sebagai predator puncak yang mendominasi ekosistem.

Sebagai hewan karnivora, makanan utama komodo tentunya adalah daging atau bangkai daging hewan lainnya seperti mamalia kecil, burung dan telurnya, monyet, babi hutan, rusa, kambing, bahkaan kuda dan kerbau. Komodo juga kanibal dan gemar memangsa daging bayi komodo atau komodo yang bertubuh lebih kecil. Saat mengincar mangsa, komodo dapat saja terlihat pasif dan mengendap-endap tetapi hal itu hanyalah kamuflase karena hewan bergigi tajam sejumlah 60 buah ini dapat tiba-tiba mengejar dan menyerang mangsanya. Kecepatan komodo luar biasa, terutama saat mengejar mangsa, yaitu mencapai lebih dari 20 km per jam. Komodo memburu mangsanya dengan merasakan gerakan, oleh karenanya jangan berlari saat berada dekat dengan komodo.

Gigitan komodo yang memiliki gigi sepanjang sekira 2.5 cm mungkin tak mampu melumpuhkan mangsanya saat itu juga. Akan tetapi, air liur (saliva) komodo dipercaya dan terbukti mengandung sejumlah bakteri berbahaya. Bakteri ini akan mengakibatkan infeksi yang dapat melumpuhkan korban gigitan dalam waktu sekira seminggu. Komodo hanya tinggal mengintai mangsanya tersebut dan kemudian memakannya saat lemah dan lengah. Uniknya, komodo yang digigit oleh komodo lain tidak akan mengalami efek beracun dari bakteri pada liur lawan. Tampaknya mereka memiliki sistem kekebalan tersendiri sehingga senjata mereka tidak akan pernah mengkhianati sesama jenisnya.

Penciuman komodo yang menyukai tinggal di tempat dan suhu panas ini dapat mendeteksi mangsa atau daging meski dari jarak lebih dari 5 kilometer. Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan menelannya bulat-bulat bahkan hanya dalam sekali telan. Seekor komodo dapat menyantap mangsa yang besarnya mencapai 80% bobot tubuhnya sendiri dalam sekali telan. Hal ini karena komodo memiliki rahang yang dapat dikembangkan, tengkorak yang lentur, dan lambung yang elastis.

Proses menelan mangsa ini bagaimanana pun juga membutuhkan waktu yang cukup lama, sekira 15-20 menit dengan bantuan air liurnya. Untuk membantu menghindari tercekik saat menelan, komodo bernapas melalui sebuah saluran kecil di bawah lidahnya yang berhubungan langsung dengan paru-paru.

Sebagai hewan yang laju metabolismenya lamban, komodo dapat bertahan hidup dengan hanya makan sekali sebulan atau 12 kali setahun. Selesai makan, komodo harus bersegera mempercepat proses pencernaan karena apabila makanan tersebut membusuk maka akan meracuni tubuhnya sendiri. Setelah makanan tercerna, komodo biasanya akan memuntahkan tanduk, rambut, dan gigi mangsanya yang ia telan bulat-bulat dalam bentuk gumpalan-gumpalan bercampur lendir berbau busuk.