Tenun Donggala: Kain Tradisional Khas Sulawesi Tengah

Suara mesin tenun terdengar dari sebuah rumah sederhana di Desa Watusampu, Kelurahan Watusampu, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu. Di dalam ruangan sederhana beralaskan tanah dan bertembok kayu, ibu-ibu setempat menghabiskan kesehariannya di sini untuk menenun.

Mereka membuat tenun donggala, kain khas Sulawesi Tengah yang motifnya didominasi oleh bunga-bunga seperti mawar, anyelir, kumbaja, bunga subi dan masih banyak lagi. Kain yang dihasilkan biasanya berwarna tua, mayoritas seperti hitam, cokelat, merah tua, biru tua, dan hijau tua. Dewasa ini tenun donggala cocok dijadikan busana formal maupun semi formal, ada juga yang sudah dibuat dengan warna-warna cerah seperti kuning dan merah muda untuk menyasar segmentasi yang lebih luas.

Masyarakat Sulawesi Tengah biasanya menggunakan tenun donggala sebagai sarung ketika upacara adat. Uniknya, mereka tak hanya membebat satu helai kain melainkan dua buah. Walaupun panjangnya bisa mencapai 4 meter, tenun donggala yang asli hanya memiliki lebar 60 sentimeter karena keterbatasan lebar dari Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Inilah yang menyebabkan mereka memerlukan dua buah tenun untuk membuat sarung yang sempurna.

Proses pembuatan tenun donggala tidak jauh berbeda dengan pembuatan tenun ikat lainnya. Benang terlebih dahulu dipintal, kemudian dibidang untuk membentuk pola sebelum masuk ke proses pencelupan warna. Untuk mendapatkan warna yang berbeda-beda, benang diikat dengan tali rafia.

Dahulu cara tradisional tidak menggunakan tali rafia namun menggunakan tumbuhan yang disebut daun bomba. Inilah sebabnya mengapa kain tradisional ini sering juga disebut dengan tenun bomba. Penamaan tenun donggala diadopsi dari nama Kabupaten Donggala, daerah awal tenun ini berasal. Akan tetapi, kini sentra kerajinan dan toko-toko yang menjual tenun donggala dapat ditemui di sekitar Kota Palu, bahkan banyak juga yang didistribusikan ke pulau Jawa terutama Surabaya.

Sehelai tenun donggala rampung dalam waktu sebulan hingga dua bulan tergantung tingkat kesulitan motif dan panjang kain. Kain yang memiliki panjang 2,5 meter dihargai Rp400 ribu, biasanya ada pelengkap berupa selendang dengan harga Rp150 ribu. Kualitas tenun donggala yang asli dijamin sangat prima, awet dan warnanya tidak mudah luntur apabila perawatannya baik.

Sangat disarankan untuk tidak mencuci tenun donggala, Anda bisa menggunakan dry clean sebagai peggantinya. Zaman dahulu, nenek moyang Donggala menggunakan cara yang benar-benar tradisional untuk membersihkan kain itu. Mereka juga memanfaatkan bahan-bahan yang terdapat di alam untuk merapikan tenun donggala. Caranya cukup mengangin-anginkan tenun, jika ingin kain terlihat rapi maka mereka menggunakan dua buah batu dan dua buah kayu. Bagian atas kain diikat pada sebilah kayu, begitupun dengan bagian bawah. Hanya saja ada tambahan batu di kanan dan kiri kayu bagian bawah sebagai pemberat. Dengan demikian kain tertarik-tarik dan rapi secara alami.