Museum Nusa Tenggara Barat: Menengok Memikatnya Ragam Budaya NTB

Nusa Tenggara Barat (NTB) secara teritorial merupakan integrasi dari keragaman tiga etnis besar yaitu Sasak, Samawa dan Mbojo. Warna-warni budaya dari ketiganya seakan memberi rona pada profil provinsi ini. Bukan hanya bahasa, nilai hingga simbol pun bervariatif pada masing-masing suku bangsa namun semuanya justru saling melengkapi dan menunjang keharmonisan hidup mereka.

Sasak menempati Pulau Lombok, Samawa menghuni Sumbawa, sementara Mbojo berdiam di Dompu dan Bima. Ragam unsur-unsur kebudayaan dari ketiga suku ini dapat Anda temui secara lengkap di Museum Nusa Tenggara Barat yang terletak di Jalan Panji Tilar Negara No.6, Kecamatan Mataram, NTB. Peresmian Museum NTB dilakukan pada 23 Januari 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada saat itu yakni Daoed Joesoef.

Arsitektur gedung utama dibuat seperti rumah adat sasak dengan atap khas berbentuk gunungan. Di dalamnya terdapat teras-teras yang menghubungkan pintu masuk dengan ruang besar untuk menyimpan koleksi.

Etalase kaca terdepan di museum tersebut menyimpan contoh potensi alam yang terdapat di NTB berupa batu-batu mengandung mineral. Ini adalah bukti bahwa provinsi NTB begitu kaya akan tambang, terutama Pulau Sumbawa dengan emasnya. Masuk ke sisi berikutnya, pemandu akan menunjukkan Anda peninggalan Kesultanan Bima berupa baju-baju perang hingga stampel dokumen yang digunakan dari zaman ke zaman. Sentuhan romawi pada baju perang terlihat dari desain dan baja-baja yang digunakan untuk membuatnya, ini menyiratkan bahwa dahulu NTB dipengaruhi kuat oleh koloni Portugis.

Masing-masing karakteristik dari Sasak, Samawa dan Mbojo juga tergambar dalam busana pengantin yang bisa dilihat di Museum ini. Pakaian adat yang dikenakan oleh wanita dan pria dari ketiga suku mengandung nilai kesopanan, simbolis, status sosial, keindahan dan kemegahan. Untuk upacara perkawinan, pakaian orang Mbojo berupa baju poro rante, tembe songket, ikat pinggang yang disebut salape dan wange atau hiasan kepala. Sedangkan pakaian adat pengantin pria terdiri atas siga (sejenis mahkota), pasangi (baju dan celana bercorak pama).

Cara membedakan busana adat pengantin Sasak, Samawa dan Mbojo tidak sulit. Karena banyak menyerap budaya Bali dan Jawa maka suku sasak meletakkan keris di bagian belakang baju adat pengantin pria, sementara suku samawa dan suku mbojo meletakkannya di bagian depan karena dipengaruhi tipikal cara berpakaian dari Sulawesi. Adopsi budaya Sulawesi yang kuat juga terlihat dari bentuk baju bodo yang dikenakan oleh pengantin wanita Mbojo.

Koleksi perhiasan di Museum NTB merupakan benda-benda mahakarya yang berasal dari masyarakat golongan ningrat atau milik kesultanan, seperti keris togogan dan keris Bali atau Lombok. Perhiasan lain diantaranya pending kalawu (gelang tangan), tusuk konde, suo (hiasan kepala), kembang goyang (hiasan kepala), bangken troweh (hiasan telinga), gendut, onggar-onggar (hiasan kepala), giwang dan masih banyak lagi.

Naskah dengan huruf-huruf aksara merupakan salah satu koleksi menarik yang ditampilkan di Museum NTB. Baik Sasak, Samawa maupun Mbojo memilik aksara yang berbeda. Aksara sasak disebut juga aksara jejawaan, aksara ini terdiri dari 18 huruf sama dengan aksara ha-na-ca- raka Bali. Sementara itu, ada aksara sumbawa digunakan untuk menulis bahasa asli Samawa. Aksara ini disebut juga aksara jontal. Bima dan Dompu yang menjadi rumah bagi masyarakat Mbojo juga memiliki aksara tersendiri, aksara Mbojo ditelusuri mirip dengan huruf-huruf Gowa Sulawesi.

Melangkah lebih jauh ke dalam museum, Anda akan menemukan benda-benda seni lain seperti beragam topeng, kain tenun dari ketiga suku, wayang dan ribuan koleksi lain. Harga tiket museum ini Rp1.000 untuk anak-anak, Rp2.000 untuk dewasa dan Rp5.000 untuk wisatawan mancanegara. Museum ini juga  mudah dijangkau karena terletak di pusat kota. Dari Bandara Internasional Lombok, Anda bisa menggunakan taksi atau menaiki bus Damri dan turun di Pool Swita.