Orientasi tentang perbatasan identik dengan wilayah yang terisolir sehingga tidak ada yang bisa dinikmati di daerah tersebut. Pada masa pemerintahan Presiden RI Jokowi, stigma itu berusaha dipatahkan melalui pembangunan wajah-wajah wilayah perbatasan. Kini bisa dilihat bahwa Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain di Nusa Tenggara Timur sudah direvitalisasi, begitupun dengan PLBN Motamasin di Kabupaten Malaka dan PLBN Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara.
Di siang hari Kota Kefamenanu sangat terik dengan suhu sekira 35 derajat celcius. Seperti halnya kota-kota di Pulau Timor, Kota Kefamenanu atau yang lebih dikenal dengan Kota Kefa, memang termasuk daerah kering yang mengalami kemarau cukup panjang di setiap tahun. Kefa merupakan ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara yang karakternya tidak jauh berbeda dengan Atambua. Jumlah warga di Kota Kefa masih didominasi oleh penduduk asli, namun ada juga pendatang dari Jawa, Tionghoa, atau bahkan Padang.
Selang sekira 90 menit ke arah timur laut dari Kefa, terdapat wilayah Wini yang berbatasan langsung dengan Oecussi di Timor Leste. Pada peta dunia tergambarkan bahwa Timor Leste memiliki dua area yang terpisah, sebagian besar terletak di sebelah timur Kabupaten Belu dan sebagian kecil berada di utara Kabupaten Timor Tengah Utara. Sektor Timur (sektor utama) di Kabupaten Belu berbatasan langsung dengan Distrik Covalima dan Distrik Bobonaro di Timor Leste. Sektor Barat (Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara) berbatasan langsung dengan Distrik Oecussi yang merupakan daerah kantung.
Delimitasi batas RI dengan Timor Leste mengacu pada perjanjian antara pemerintah Hindia Belanda dan Portugis pada 1904, Permanent Court Award (PCA) 1914, serta Perjanjian Sementara antara Indonesia dan Timor Leste pada 8 April 2005. Kesepakatan mengenai Oecussi sebagai wilayah dari Timor Leste berasal dari pembagian yang dilakukan kekuasaan kolonial Belanda dan Portugis. Menurut kesepakatan tersebut, Portugis secara formal mengakui bahwa sebagian besar bagian barat Timor adalah wilayah Timor Belanda, namun status Oecussi dipandang sebagai pengecualian. Oecussi dianggap penting secara historis bagi Portugal karena wilayah ini merupakan situs pendaratan dan perkampungan pertama bagi Portugal.
Simbol dari perbatasan Indonesia dan Timor Leste di Wini ditandai oleh PLBN yang sudah dibangun secara permanen. Luas PLBN mencapai 5.025,7 meter persegi persegi dengan luas bangunan utama PLBN mencapai 4.292 meter persegi.
Saat ini, bangunan utama PLBN Wini sudah rampung. Konsep bangunan pada PLBN Wini menggunakan material lokal batu merah sekaligus sebagai upaya menerapkan konstruksi hijau. Di depan bangunan terdapat tulisan “Wini Indonesia” dan lambang Burung Garuda. Di sinilah biasanya wisatawan akan singgah untuk berfoto. Tidak jauh dari situ terdapat pos penjagaan yang didirikan mengikuti karakter arsitektur rumah khas Timor Tengah Utara, yaitu rumah lopo. Bangunan lopo memiliki atap seperti payung dan terbuat dari alang-alang.
Selama perjalanan dari Kota Kefa menuju Noeltoko, Anda masih akan melihat rumah-rumah lopo, namun bangunan tersebut tidak lagi menjadi tempat utama untuk tinggal. Penduduk akan menempati bangunan permanen yang sudah modern untuk melakukan aktivitas utama, seperti tidur dan berkumpul dengan keluarga. Sementara itu, lopo dibangun di belakang bangunan utama dan digunakan untuk menyimpan hasil bumi. Sebelum mengenal bangunan modern, lopo yang hanya terdiri dari satu ruangan digunakan untuk seluruh aktivitas rumah tangga, bahkan dapur pun terdapat di ruangan tersebut.
PLBN Wini untuk ke depannya tidak hanya akan berupa bangunan utama dan pos penjagaan yang berbentuk lopo. Di area kompleks PLBN Wini akan dibangun wisma, mess pegawai, rumah dinas pegawai, aula, masjid, pasar dan kafe-kafe yang menerima mata uang rupiah. PLBN Wini dibuka mulai pukul 08.00-16.00 sehingga wisma disiapkan bagi mereka yang datang terlalu malam, khususnya bagi warga Indonesia yang hendak menyebrang ke Timor Leste.
Ada dua cara untuk melintasi PLBN Wini, yaitu dengan paspor dan daily pass lintas batas. Diadakan sistem daily pass karena banyak warga yang melintas hanya untuk waktu yang singkat. Biasanya warga Timor Leste pergi ke Kefa untuk berbelanja sandang dan pangan, sementara warga Indonesia juga menyebrang ke Oecussi untuk membeli gula karena bahan pokok tersebut tergolong lebih murah di negeri sebrang.
Pada warung-warung yang terdapat di perbatasan, Anda juga akan menemukan aktivitas yang menarik. Warung di Oecussi menerima dua mata uang sekaligus yaitu rupiah dan US dollar. Ada beberapa barang yang lebih murah dibeli dengan dollar, tapi ada juga barang yang lebih murah dibeli dengan rupiah. Hal ini membuat orang-orang yang kerap melintas siap sedia mengantongi dua mata uang sekaligus.
Selain kebutuhan untuk berbelanja, motif orang Timor Leste menyebrang ke Indonesia adalah mengunjungi keluarga. Dalam kunjungan itu, terkadang mereka singgah di sebuah pantai di ujung utara Wini. Jaraknya hanya sekira 950 meter dari PLBN Wini.
Perbatasan antara Oecussi dan Wini berada di paling utara dari Pulau Timor sehingga kawasan ini juga menawarkan wisata pantai. Orang-orang menyebutnya dengan Pantai Libas Wini, libas berarti “lintas batas”. Pantai ini dikunjungi cukup untuk bersantai menikmati semilir angin yang cukup besar. Jika ingin santap siang sebelum melanjutkan perjalanan ke Kota Kefa, ada satu rumah makan yang menjual hidangan-hidangan laut seperti ikan bakar dan ikan kuah asam.