Sekilas
“Good bye…, Galang Camp”
Begitulah kalimat yang tertera pada sebuah lukisan di beranda Museum Sejarah Kemanusiaan. Tanpa cerita panjang lebar, gambar ini sudah cukup mewakili betapa besar arti perjuangan untuk bertahan hidup. Tampak beberapa orang melambaikan tangan, senyum di bibir mereka mencerminkan rasa bebas dan kebahagiaan yang tak terdefinisikan. Selamat tinggal, Pulau Galang.
Lukisan lainnya menggambarkan puluhan perahu terdampar di pesisir pantai. Begitu banyak jumlah keluarga di dalamnya. Mereka membawa pakaian dan bahan makanan seadanya. Mereka terus berlayar, mengarungi perairan di Asia Tenggara untuk mencari tempat yang lebih aman. Mereka adalah warga Vietnam yang mengungsi saat terjadi Perang Indocina II pada 1975.
Perahu-perahu mereka pertama kali ditemukan di Kepulauan Tujuh (di Kepulauan Anambas) oleh para pengebor minyak. Sebanyak 75 orang berdesak-desakkan di dalam satu perahu, anak-anak tidur dengan posisi meringkuk, sebagian penumpang dewasa terpaksa harus berdiri. Keadaan mereka tak lagi baik usai mengarungi lautan berhari-hari. Setelah itu perahu demi perahu pun menambat, membawa ribuan pengungsi yang berharap banyak mendapatkan perlindungan di Indonesia.
“Manusia Perahu,” kemudian julukan itu melekat.
Manusia Perahu berlayar memencar ke seluruh wilayah Kepulauan Riau (saat itu masih Riau), sehingga Pemerintah Indonesia harus mencari langkah selanjutnya untuk menampung mereka. Dengan menggandeng United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), organisasi PBB yang menangani pengungsian, Indonesia berhasil membuat kesepakatan untuk menempatkan mereka di suatu wilayah. Saat itu kamp pertama dibangun di Anambas, sebelum pada akhirnya dibuat kesepakatan lagi pada 1979 untuk menempatkan mereka di Pulau Galang karena jumlah pengungsi yang semakin meluap.
Pulau Galang terletak di Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini dipilih karena dinilai terisolir, strategis, serta masih memiliki sedikit penduduk sehingga mudah dideportasi. Tidak hanya barak-barak yang dibangun, namun juga fasilitas-fasillitas seperti rumah sakit, tempat ibadah, makam, bahkan penjara untuk membina orang-orang yang melakukan tindak kriminal. Semua biaya untuk pembangunan pulau dibiayai oleh PBB. Lalu Kamp Pulau Galang diresmikan pada Januari 1980 oleh Mantan Presiden Soeharto atas dasar rasa kemanusiaan.
Selama belasan tahun tak ada satu pun warga Indonesia yang boleh menyentuh pulau ini kecuali para petugas. Para pengungsi menjalani kehidupan seperti sedia kala, bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa vietnam dan bahasa inggris. Jumlah pengungsi pun masih terus bertambah hingga mencapai angka 250 ribu jiwa. Mereka ingin menyelamatkan diri hingga mencari suaka, dan yang bernasib baiklah yang bisa sampai di sini.
Perjalanan Manusia Perahu sebagai pengungsi berakhir pada 1996 ketika Vietnam sudah kembali kondusif. Sebagian dari mereka kembali ke Vietnam, sebagian lagi dikirim ke luar negeri untuk bekerja usai dibekali pendidikan bahasa inggris dan bahasa perancis.
Jejak dan segenap cerita dari Manusia Perahu tetap abadi di Pulau Galang. Siapapun yang singgah di sini, pasti akan terbawa oleh suasana haru atas perjalanan panjang yang dihabiskan mereka di negeri orang bersama keluarga yang masih. Atas kegigihan Pemerintah Indonesia beserta PBB pula, kamp di Pulau Galang dinobatkan sebagai kamp terbaik dibanding kamp-kamp di Asia Tenggara lainnya yang ketika itu juga menampung Manusia Perahu dari Vietnam.
Kegiatan
Dengan mengunjungi kamp ini, Anda akan dibawa kembali ke tragedi masa lalu, ketika ratusan ribu orang meninggalkan negara mereka untuk perlindungan. Pengunjung dapat melihat tempat-tempat ibadah yang dibangun selama era tersebut, yang masih terawat baik dan dapat digunakan oleh wisatawan.
Rimbunan pohon yang terdapat di Pulau Galang membuat teduh sisi kiri dan kanan jalan, sisi dimana bangunan-bangunan bekas kamp masih tersisa meskipun fisiknya sudah tidak sempurna. Bagaimanapun juga, justru ketidaksempurnaan itulah yang menorehkan kenangan mendalam. Anda bisa melihat gereja yang telah usang, tembok barak-barak yang telah retak, pusat pendidikan yang sebagian bangunannya telah runtuh, hingga dua buah perahu yang diangkat ke daratan. Namun sebagian fasilitas telah diperbarui, seperti makam, penjara dan kuil. Dengan mengunjungi kamp ini, Anda akan dibawa kembali ke tragedi masa lalu, ketika ratusan ribu orang meninggalkan negara mereka untuk perlindungan.
Perjalanan Anda akan bertahap melalui satu demi satu fasilitas kamp yang tersebar di sebagian kecil wilayah pulau. Pada akhirnya Anda singgah di Museum Sejarah Kemanusiaan, museum yang memperjelas tragedi dan menyempurnakan kunjungan Anda di Pulau Galang. Museum dibangun tahun 2000 setelah berhasil mengumpulkan data-data selama tiga tahun. Lukisan-lukisan yang terpampang di tembok akan membiarkan Anda berimajinasi bagaimana perjuangan Manusia Perahu melewati hidup sebagai pengungsi. Di sini pun masih terdapat kartu identitas mereka yang asli, foto-foto, hingga maket Pulau Galang.
Berbelanja
Anda dapat membeli berbagai jenis cenderamata seperti kaos, pin, dan lainnya dari sebuah toko di dekat komplek.
Transportasi
Untuk mencapai pulau ini, gunakanlah kapal feri dari salah satu dari enam terminal feri di Batam. Bandara Hang Nadim Batam melayani penerbangan domestik dari berbagai kota di Indonesia. Kamp pengungsi Vietnam terletak di Desa Sijantung Pulau Galang sekitar 50 kilometer dari Batam Center.
Megahnya Jembatan Barelang menghubungkan Kota Batam dengan Pulau Galang namun Anda harus melewati tiga jembatan lagi untuk tiba di pulau ini. Tidak ada transportasi umum hingga Pulau Galang karena penduduk di sekitar pulau masih relatif sedikit. Taksi atau sewa mobil merupakan opsi untuk mencapai Pulau Galang.
Akomodasi
Tidak ada hotel atau penginapan di Pulau Galang. Anda bisa tinggal di hotel-hotel di Batam.
Kuliner
Tidak ada restoran atau warung makanan yang tersedia di situs wisata ini. Restoran dan warung makanan hanya tersedia di Barelang, Batam Center dan Nagoya. Usai mengunjungi Pulau Galang, Anda bisa bersantai di restoran-restoran yang terletak di dekat Jembatan Barelang. Makanan khas Batam adalah seafood-seafood segar yang nikmat dirambu dengan bumbu apapun. Jangan lupa memesan gonggong, camilan khas Batam berupa siput yang direbus dan disajikan bersama sambal.
Tips
Anda akan mendapatkan penjelasan yang jelas tentang kehidupan sehari-hari para pengungsi dengan mengunjungi sebuah bangunan yang sebelumnya digunakan sebagai kantor UNHCR. Dalam bangunan ini, Anda dapat melihat gambar ribuan pengungsi yang pernah tinggal di pulau ini. Anda juga dapat melihat gambar insiden-insiden selama mereka di tinggal di pulau ini. Gedung ini sekarang digunakan sebagai kantor resepsionis dan pusat informasi bagi pengunjung.