Bangunan Tradisional Khas Tana Toraja

Seringkali rumah-rumah tradisional dikagumi karena arsitekturnya atau bagaimana anggota keluarga hidup di dalamnya pada saat itu. Jarang terpikirkan bahwa bangunan tersebut menginformasikan lebih jauh tentang sistem sosial hingga struktur kekerabatan pada suatu masyarakat. Tongkonan Toraja adalah salah satu contohnya. Bentuk tongkonan secara kasat mata unikdengan atap menyerupai pelana yang kedua ujungnya melengkung tajam ke atas. Bangunan ini menarik perhatian wisatawan melalui seninya dan cerita-cerita filosofis di setiap motif serta materialnya. 

Mereka yang belum ke Toraja mungkin belum tau, tidak semua bangunan dengan atap pelana seperti itu adalah tongkonan. Perbedaannya sangat kuat dari struktur dan ukuran bangunan. Secara sosial, fungsinya tentu berbeda.

Tongkonan

Tongkonan bukan sekadar tempat tinggal atau penanda prestise bagi orang-orang yang meninggalinya. Lebih dari itu, tongkonan merupakan pemelihara hubungan antara leluhur dengan keturunannya. 

Menurut Ketua Adat di Kelurahan Lembang Tumbang Datu, Kecamatan Sanggala Utara, Kabupaten Tana Toraja, ada lima jenis tongkonan yang berada di seluruh area Toraja: pertamaadalah tongkonanlayukatau tongkonan yang tertua di suatu kampung; keduaadalah tongkonanparengesanyang berfungsi sebagai balai pemerintahan bagi masyarakat; ketigaadalah tongkonan pa’bontuan yang hanya dimiliki oleh orang kaya. 

Ketiga tongkonan tersebut hampir sama bentuk dan jumlah kayu materialnya, hanya ukirannya yang berbeda. Tongkonan yang keempat adalah tongkonan batu a’ririatau tongkonan yang dibangun baru beberapa keturunan, tongkonan ini tidak memiliki fungsi khusus. 

Sementara itu, tongkonan kelima adalah tongkonanpa’rapuanatau tongkonan yang paling baru, dibuat baru melewati satu atau dua generasi.

Alang

Alang sangat berbeda dengan tongkonan walaupun bentuk atapnya mirip. Secara ukuran alang lebih kecil dan fungsinya adalah sebagai lumbung padi. Alang biasanya dibangun berhadap-hadapan dengan tongkonan membentuk ruang halaman pemersatu di tengah atau pangrampak.Sali, lapak yang terletak di bawah bangunan utama sering digunakan untuk menerima tamu, ataupun sekadar duduk santai dan mengobrol dengan keluarga. Tidak semua wilayah di Toraja memiliki bentuk alang yang sama. Alang yang atapnya ditutupi ruas-ruas bambu bisa ditemukan di Kesu’, Buntao’, Tikala’, Tondon, Sa’dan, Ma’kale dan Sanggala. Sementara di Mengkendek, Anda akan menemukan atap alang yang ditutupi oleh ijuk.

Lantang

Lantang bukanlah bangunan permanen. Lantang dibuat hanya ketika orang-orang Toraja berencana mengadakan upacara kematian. Pondok ini dibuat berderet mengelilingi sekitaran rumah duka, jumlahnya bisa puluhan hingga ratusan. Di lantang-lantang ini semua kegiatan dilaksanakan, mulai dari bercengkrama, memasak dan tidur. Saat upacara berlangsung, lantang digunakan untuk menerima tamu. Lantang-lantang ini akan dirombak kembali usai upacara dilakukan dan kayu-kayunya dimanfaatkan sebagai kayu bakar.

Duba-Duba

Struktur atap pelana juga diadopsi di dalam arsitektur keranda khas Toraja, yaitu duba-duba. Ukurannya tentu 2-3 kali lebih kecil dan teras di bagian tegah digunakan untuk meletakka peti jenazah. Keranda hanya boleh digunakan sekali untuk satu jenazah, dimana baik pria dan wanita berpartisipasi untuk mengiringinya ke pemakaman. Duba-duba yang selesai digunakan tidak dibawa kembali ke rumah melainkan disimpan di area tempat jenazah dikuburkan.