Sanggau, sebuah kota di Utara Provinsi Kalimantan Barat mengelar sebuah ritual adat turun temurun yang menarik untuk disaksikan. Namanya adalah Festival Budaya Faradje’ Pasaka Negeri.Kegiat budaya tersebut memadukan unsur agama, adat istiadat, seni budaya dan tatanan Pemerintahan Islam.Festival ini selain dihadiri Majelis Kerajaan Nusantara Kalbar, juga mengundang perwakilan kerajaan dari berbagai daerah di Nusantara, serta kerajaan negara tetangga dari Serawak (Malaysia) dan Brunei Darussalam.
Sanggau sendiri adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat yang wilayahnya berbatasan berbatasan langsung dengan Sarawak (Malaysia Timur). Nama Sanggau berasal dari pohon rambutan yang berkulit tebal dan isinya sangat tipis serta sangat berbahaya jika bijinya tertelan, bernama sangao. Jauh sebelumnya Sanggau merupakan Kerajaan Melayu yang sudah ada sejak abad ke-4 M dan diteruskan oleh Keraton Surya Negara yang memerintah abad ke-18 dengan rajanya yang bergelar “Panembahan”.
Untuk mencapai Kota Sanggau Anda dapat masuk melalui Bandar Udara Supadio di Pontianak yang terhubung dengan banyak kota di Tanah Air. Berikutnya dari ibu kota Kalimantan Barat itu lanjutkan jalan darat sejauh 267 kilometer atau sekira 5 jam perjalanan. Tersedia pula akses alternatif melaui Sungai Ambawag-Tayan ke Sanggau dengan jarak tempuh 150 kilometer. Sanggau juga telah terhubung dengan Bandara Internasional Kuching di Sarawak Malaysia Timur dan juga dari perbatasan Entikong dengan waktu tempuhnya sekira 3 jam.
Festival Budaya Faradje’ Pasaka Negerimerupakan ritual mengusir mara bahaya di negeri Sanggau Festival. Adat sakral ini telah dilakukan turun-temurun yang tetap terjaga dan dilaksanakan setiap tahun mulai dari kampung di seluruh wilayah Kabupaten Sanggau hingga di lingkungan Kerajaan Surya Negara. Faradje’ berasal dari bahasa Arab, yaitu: munfarijah, farajah, faraji, danfarajyang berarti membersihkan kotoran.
Faradje’ diselenggarakan dengan berkeliling kampung melibatkan banyak orang sambil membaca Surah Yasin dan bacaan Qasidah Munfarijah. Acaranya dimulai dari perkampungan yang dipimpin kepala desa bersama tokoh masyarakat beserta alim ulama dan lapisan masyarakat. Berikutnya kegiatan akan tergabung dalam skala besar dan serentak dilaksanakan pihak kerajaan.
Bacaan Faradje’ merupakan momen utama dalam rangkaian acara Festival Budaya Faradje’ Pasa Negeri di Kabupaten Sanggau. Bacaan ini merupakan ide awal penanaman Festival Budaya tersebut dengan Faradje’. Dalam pelaksanaan Lafal Faradje’ dibutuhkan beberapa orang yang disarankan berjumlah ganjil yang kemudian berbentuk sebah barisan yang dipimpin oleh seorang imam yang membaca Lafal Faradje’ yang berbunyi: “Isytaddi ajmantu tanfariji….”. Kemudian dijawab oleh makmum “Yaa Rabbihim wabi ‘aalihim, ‘ajil binnasriwabilfaraji”secara bersama-sama dengan suara keras dan lantang. Lafal ini dibaca terus-menerus hingga kembali lagi ke Keraton Surya Negara. Para pelafal bacaan tersebut dikenal dengan Laskar Lafal Faradje’.
Bacaan asli Faradje’ bernama “Qasidah Munfarijah”. Qasidah Munfarijah adalah bagian dari Qasidah Burdah yang merupakan karya dari bagian dari Imam Al-Busairy Rahimahullah. Qasidah Burdah karya Imam Al-Busairy adalah salah satu karya sastra Islam paling populer. Ia berisikan sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad saww. yang biasa dibacakan setiap bulan Maulid/Rabiul Awal, bahkan dibeberapa belahan negeri Islam tertentu, Burdah kerap kali dibacakan dalam setiap acara.
Penyelenggaraan Faradje’ di Sanggau telah dimulai sejak 1700-an pada masa Sultan Abang Sebilang Hari bergelar Pangeran Ratu Surya Negara. Setelah masa pemerintahan Panembahan Gusti Muhammad Thahir Ill tahun 1940-an, ritual Faradje’ sempat tidak dirutinkan masyarakat Melayu Sanggau namun ketika penobatan Drs. H. Gusti Arman, M.Si sebagai Pangeran Ratu Surya Negara tahun 2009, ritual ini kembali digelar setiap tanggal 26- 29 Juni.