Festival Tabot: Perayaan Budaya Penuh Warna dan Atraksi di Kota Bengkulu

Tabot berasal dari bahasa Arab yaitu at taubat yang artinya miniatur keranda kematian yang bertingkat. Dalam Kitab Suci Al-Quran kata Tabot ditujukan pada sebuah peti berisikan kitab Taurat. Bagi pengikut Yahudi di masa itu dipercayai bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka tetapi sebaliknya mereka akan mendapatkan malapetaka bila benda itu hilang. 

Festival Tabot di Bengkulu merupakan salah satu perayaan budaya tahunan yang menarik untuk disaksikan. Atraksi budaya berbalut agama ini bahkan digemari wisatawan domestik dan mancanegara. Saat upacara digelar maka dipastikan ratusan bahkan ribuan orang tumpah-ruah di sepanjang jalan dan lapangan utama kota Bengkulu untuk menyaksikan berbagai tahapan prosesi menarik dan sakral tersebut.

Festival Tabot di Bengkulu selain menggelar upcara ritual, biasanya juga dimeriahkan pertunjukan seni, pasar rakyat, pameran kriya, serta lomba delman hias, rebana, tari tabot, dan beragam acara seni lainnya. Apabila Anda datang sehari sebelumnya maka jangan lewatkan melihat tabot utama dan tabot kecil dipamerkan dengan lampu kerlap-kerlip menghiasi gelapnya malam di kota Bengkulu.

Festival Tabot di Bengkulu menggelar prosesi pengambilan tanah dari tempat yang ditentukan untuk kemudian ditempatkan dalam replika keranda Imam Husein. Berikutnya diiringi lantunan musik tradisional maka puluhan tabot akan diarak mengelilingi kampung di Bengkulu. Anda akan mendengar iringan tabot ditemani suara alat musik dol yang berbentuk tambur bulat terbuat dari akar bagian bawah pohon kelapa. Perayaan ini layaknya parade kendaraan hias dimana prosesi akhir adalah pembuangan tabot di Karbela yaitu sekira 3 km dari lokasi festival. Pengarakan tabot ke tempat pembuangan ini merupakan acara puncak Festival Tabot.

Upacara Tabot bagi masyarakat Bengkulu merupakan nilai agama yang sakral sekaligus mengandung nilai sejarah dan sosial. Upacara Tabot juga sebagai perayaan untuk menyambutan tahun baru Islam. Ada banyak pesan moral dan sosial dari ritual Tabot bagi masyarakat Bengkulu. Salah satunya adalah selain manifestasi kecintaan dan mengenang kepahlawanan Imam Hussein bin Ali, juga mengingatkan manusia terhadap praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak kekuasaan dan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial.

Tabot di Bengkulu merupakan tradisi untuk mengenang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad Saww, Husein bin Ali bin Abi Thalib, dalam peperangan di padang Karbala, Irak, pada 10 Muharam 61 Hijriah (681 M) menentang kekuasaan Bani Umayyah yang saat itu pimpinan Yazid bin Muawiyah dan Gabernur ‘Ubaidillah bin Ziyad. Kejadian tragis tersebut di Bengkulu digelar menjadi sebuah ritual budaya rutin setiap tahunnya yang digelar setiap tanggal 1 hingga 10 Muharram (Kalendar Islam Hijriah).

Upacara Tabot di Bengkulu dibawa dan diperkenalkan pertama kali oleh pendakwah dari Punjab, India, tahun 1336 Masehi dan juga berikutnya oleh pasukan Gurkha (tentara bayaran Inggris) tahun 1685. Ada pula yang menyatakan bahwa tradisi ini dibawa pengikut Syi’ah yang didatangkan Pemerintah Inggris dari Madras dan Benggala di India Selatan untuk menjadi tukang bangunan saat mendirikan Benteng Marlborough (1718-1719) di Bengkulu. Tukang bangunan tersebut yang merupakan penganut Islam Syiah kemudian rutin menggelar upcara Tabot hingga mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat dan diteruskan keturunannya di masa sekarang. Saat itu orang dari India Selatan tersebut dikenali dengan sebutan orang Sipai.

Upacara Tabot  yang dibawa orang Sipai berikutnya semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh, dan Singkil. Seiring waktu kegiatan Tabot perlahan menghilang dan hanya tersisa di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman (Sumatera Barat) dengan sebutan Tabuik. Keduanya memiliki kemiripan dan hanya cara pelaksanaannya yang berbeda.

Di Bengkulu, Tabot 17 menunjukkan jumlah keluarga awal yang melaksanakan ritual Tabot. Sementara itu, di Pariaman meliputi 2 jenis Tabot (disebut Tabuik) yaitu Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. Tempat pembuangan Tabot antara Bengkulu dan Pariaman juga berbeda, awalnya Tabot di Bengkulu di buang ke laut seperti di Pariaman tetapi berikutnya Tabot di Bengkulu dibuang di rawa sekitar pemakaman umum yang dikenali dengan nama makam Karbela sekaligus diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo atau Syeikh Burhanuddin.

Siapa Syeikh Burhanuddin? Beliau diyakini masyarakat setempat sebagai tokoh yang pertama mengenalkan ritual Tabot di Bengkulu. Syeikh Burhanuddin atau nama lainnya Imam Senggolo pada 1685 menetap di Bengkulu dan menikahi wanita Bengkulu kemudian menempati pemukiman yang disebut Berkas (kini menjadi Kelurahan Tengah Padang). Keturunan Syeikh Burhanuddin di Bengkulu dikenali sebagai keluarga Tabot.

Dalam upacara ini, tabot tentunya yang menjadi objek arak-arakan. Tabot berupa peti bertingkat akan terlihat cantik dihiasi unik dengan kertas warna-warni. Berbagai bahan pembuat tabot yang dirangkai yaitu meliputi: bambu, rotan, kertas karton, kertas mar-mar, kertas grip, tali, pisau ukir, alat-alat gambar, lampu senter, lampu hias, bunga kertas, bunga plastik, dan bahan penunjang lainnya. Untuk pembuatan tabot ini biasanya menelan biaya sekira Rp5 – Rp15 juta rupiah. Tobot tersebut akan diarak dengan perlengkapan pengiringnya seperti bendera merah putih, bendera berwarna hijau atau biru yang ukurannnya lebih besar, bendera putih, tombak bermata ganda yang di ujungnya digantung, duplikat pedang zufikar (pedang Nabi Muhammad, Saww).

Selain pembuatan tabot, dalam ritual ini juga melibatkan atraksi kesenian dari alat musik dol dan tessa. Dol berbentuk seperti beduk dimana terbuat dari kayu yang tengahnya dilubangi dan ditutup kulit lembu. Garis tengah dol sekitar 70 – 125 cm, sementara alat pemukulnya berdiameter 5 cm dengan panjangnya 30 cm. Sementara itu, tessa berbentuk seperti rebana dari tembaga, besi plat atau aluminium. Kadang juga dibuat dari kuali yang permukaannya ditutup kulit kambing.

 

 

Prosesi Tabot 

Setiap ritual dalam upacara Tabot selalu diawali pembacaan doa-doa Islam, seperti: doa kubur, doa mohon selamat dan ampunan, bacaan tasbih, salawat ulul azmi, salawat wasilah, dan bacaan lainnya. Dalam ritual ini juga disajikan kenduri dan sesaji, yaitu: beras ketan, pisang emas, tebu, jahe, dadih, gula aren, gula pasir, kelapa, ayam, daging, bumbu masak, kemenyan, dan lainnya.

Dalam pelaksanaannya upacara Tabot merupakan simbolisasi mengenang usaha pengikut Syiah yang dahulu mengumpulkan potongan tubuh Imam Husein dalam peti kemudian mengaraknya ke pemakaman di Padang Karbala. Simbolisasinya kini dilakukan dengan mengambik tanah (mengambil tanah) dari 2 tempat keramat di Bengkulu, yaitu di Keramat Tapak Padri dan Keramat Anggut. Proses mengambik tanah (mengambil tanah) juga mengingatkan manusia tentang asal bahan penciptaannya.

Berikutnya tanah yang telah diambil tersebut akan disimpan di Gerga (pusat kegiatan kelompok Tabot bersangkutan). Tanah yang diambil kemudian akan dibentuk seperti boneka manusia dan dibungkus dengan kain kafan putih lalu diletakkan di Gerga tertua di Bengkulu yaitu Gerga Berkas dan Gerga Bangsal. Kemudian, di kedua tempat itulah akan ditempatkan sesajen berupa bubur merah dan bubur putih, gula merah, sirih 7 subang, rokok nipah 7 batang, kopi pahit 1 cangkir, air serbat 1 cangkir, 1 cangkir dadih (susu sapi murni mentah), air cendana 1 cangkir, air, dan selasih 1 cangkir.

Kegiatan berikutnya pada 5 Muharram sekitar pukul 16.00 WIB akan dilanjutkan dengan duduk penja (mencuci jari jemari). Penja sendiri berupa benda yang terbuat dari kuningan, perak atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya. Karena itulah penja ini disebut juga dengan jari jemari. Bagi keluarga keturunan Sipai, penja adalah benda keramat yang mengandung unsur magis sehingga perlu dicuci dengan air limau setiap tahunnya. Saat acara Penja, peralatan yang dibutuhkan, yaitu: air kembang, air limau nipis, sesajen, dan penja yang akan dicuci. Adapun sesajennya, meliputi: nasi kebuli 1 porsi, emping beras 1 piring, pisang emas 1 sisir, tebung 1 potong, kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, dan dadih 1 gelas.

Dalam upacara Tabot di Bengkulu ada kegiatan Menjara, yaitu mendatangi kelompok lain untuk bertanding dol, sejenis beduk terbuat dari kayu yang dilubangi tengahnya serta ditutupi kulit lembu. Kegiatan itu biasanya dilaksanakan pada 6 dan 7 Muharram pukul 20.00 atau 23.00 WIB. Pada 6 Muharram Kelompok Tobat Bangsal akan mendatangi Kelompok Tobat Barkas. Kemudian bergantian, pada tanggal 7 Muharram Kelompok Tobat Barkas yang mendatangi kelompok Tobat Bangsal. Kegiatan ini berlansung di halaman terbuka.

Ada pula ritual Meradai, yaitu mengumpulkan dana oleh jola (petugas pengambil dana kegiatan kemasyarakatan) dimana meliputi anak-anak berusia 10-12 tahun. Meradai biasanya dilakukan siang hari pada 6 Muharram antara pukul 07.00-17.00 WIB. Lokasinya sudah disepakati bersama masing-masing kelompok Tabot. Kegiatan ini biasanya melibatkan pengiring yang membawa beragam peralatan, yaitu: bendera panji, tombak bermata ganda, tas atau kambut, karung gandum, dan tessa.

Arak Penja atau mengarak jari-jari yang diletakkan di dalam Tabot menjadi sebuah atraksi menarik dimana kegiatan akan dilakukan di jalan-jalan utama di Kota Bengkulu. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada malam ke-8 bulan Muharram, sekitar pukul 19.00 WIB hingga berakhir biasanya pukul 21.00 WIB. Dalam ritual ini menggunakan bahan sesajen, meliputi: nasi kebuli 1 porsi, kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, telur dadar 1 buah, lauk pauk 7 piring (7 macam jenis lauk).

Melanjutkan Arak Penja adalah Arak Seroban yaitu mengarak penja dan serban (sorban) berawarna putih kemudian diletakkan di Tabot Coki (tabot kecil) yang dilengkapi bendera berwarna putih, hijau, dan biru yang bertuliskan nama “Hasan dan Husain” dengan kaligrafi Arab. Kegiatan tersebut diadakan pada malam ke-9 Muharram (masih hari ke-8 Muharram) sekitar pukul 19.00-21.00 WIB.

Setelah mengarak penja dan serban, berikutnya adalah waktu Gam, yaitu waktu untuk tidak adanya kegiatan apapun pada 9 Muharram sejak pukul 07.00 hingga pukul 16.00 WIB. Gam sendiri berasal dari kata ghum yang berarti tertutup atau terhalang. Maksudnya waktu ini adalah saat tenang dan semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot termasuk membunyikan dol dan tassa tidak boleh dilakukan.

Barulah setelah memasuki pukul sekitar pukul 19.00 WIB dilaksanakan ritual Arak Gedang (taptu akbar). Dalam ritual ini dilakukan pelepasan Tabot Besanding di gerga (markas kelompok) masing-masing. Baru selanjutnya dilakukan arak gedang yakni masing-masing kelompok berarak dari markas masing-masing menempuh rute yang ditentukan hingga mereka akan bertemu dan membentuk arak gedang (pawai akbar). Arak-arakan ini menjadi ramai karena menyatunya berbagai grup dari Tabot, grup hiburan, serta para pendukung masing-masing juga bersama masyarakat. Acara ini berakhir sekitar pukul 20.00 WIB. Akhir dari acara arak gedang ini adalah seluruh Tabot dan grup penghibur berkumpul di Lapangan Tugu Propinsi dimana Tabot dibariskan atau dalam istilah lokal disandingkan sehingga acara ini dinamakan Tabot Besanding.

Acara terakhir dari rangkaian upacara Tabot adalah acara Tabot tebuang  (Tabot terbuang) yang dilaksanakan pada 10 Muharram, pukul 09.00 WIB. Saat itu seluruh Tabot berkumpul di Lapangan Tugu Propinsi dan disandingkan sebagaimana malam Tabot besanding. Grup hiburan Tabot akan menghibur pengunjung yang hadir kemudian dilanjutkan pukul 11.00 melakukan arak-arakan menuju Padang Jati hingga berakhir di Kompleks Pemakaman Umum Karabela. Sekitar pukul 12.30 WIB acara Tabot Tebuang akan dipimpin dukun tabot tertua dan selesainya barulah bangunan Tabot dibuang ke rawa-rawa berdampingan dengan komplek makam tempat dimakamkannya Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin) yang mengawali tradisi Tabot di Bengkulu. Terbuangnya Tabot sekitar pukul 13.30 WIB menjadi akhir ritual upacara Tabot.