Badan Pusat Statistik (BPS) secara resmi merilis jumlah wisatawan mancanegara (Wisman) yang masuk ke Indonesia tahun 2017, Kamis 1 Februari 2018. Kepala BPS Suhariyanto menyebut, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sepanjang 2017 mencapai 14,04 juta atau di bawah target yang ditetapkan sebanyak 15 juta.
Menurutnya, jika Gunung Agung Bali tidak erupsi, 27 September 2017, dan tidak ada penutupan Bandara Ngurah Rai Bali selama dua hari, maka jumlah kunjungan wisman pasti naik. “Kalau tidak ada letusan pasti jumlah wismannya meningkat lebih banyak,” kata Suhariyanto di Kantor BPS di Jakarta.
Dampak Gunung Agung memang sangat signifikan. Pertama, penutupan bandara Ngurah Rai Bali, itu membuat wisatawan “trauma” berkunjung ke Pulau Dewata itu. Setiap hari Bali didarati 15 ribu wisman, maka dua hari itu ada 30 ribu wisman yang tidak bisa masuk ke Bali. Kedua, cancellation yang dipicu oleh letusan gunung itu cukup panjang, hingga lebih dari 3 bulan belum normal.
Cancellation itu membuat wisman memindahkan tripnya ke destinasi lain di Negara lain. Tidak ada yang bisa meyakinkan, bahwa saat itu Gunung Agung sudah benar-benar aman. Status gunung masih di awas hingga tiga bulan.
Ketiga, lebih dari 10 negara mengeluarkan travel warning bagi warganya untuk berwisata ke Indonesia, terutama Bali. Dampaknya, travellers yang hendak ke Bali tidak berani terbang, sebab jika terjadi Sesuatu, asuransi perjalanan mereka tidak berlaku, karena sudah ada travel advice dari negara yang bersangkutan.
Keempat, kejadian bencana itu berlangsung di saat peak season. Persisnya, di liburan akhir tahun 2017. Inilah yang membuat potential losses-nya menjadi lebih besar. Jika rata-rata per hari di kunjungi 15 ribu wisman, maka di peak season itu bisa menembus 20 ribu wisman per hari.
Kelima, sampai dengan dua bulan sejak erupsi, wisman Tiongkok yang berwisata ke Bali masih kosong. Karena pemerintah China memang mengeluarkan travel advice untuk warganya ke Bali. Wisatawan Tiongkok itu dikenal sangat patuh dengan warning yang diberikan oleh negaranya.
Keenam, Bali adalah 40% pintu masuk wisman ke Indonesia. Begitu Bali terganggu, maka secara otomatis, akan banyak berdampak pada jumlah wisman ke Indonesia. “Bahkan dampak Bali yang terkena erupsi itu juga berpengaruh secara nasional di tanah air. Sebab, banyak penerbangan yang landing di Jakarta, Manado, Surabaya, Medan, yang berlanjut ke Bali. Tujuan akhirnya Bali. Karena itu, begitu Bali closed, maka ke kota lainnya itu juga ikut turun,” kata Menpar Arief Yahya.
“Itulah mengapa saya harus ke Beijing, melakukan gathering bersama 400 travel agents dan media di Beijing. Lalu bertemu CNTA – China National Tourist Administration, semacam Kemenparnya China di Chiang Mai, Thailand. Saya jelaskan bahwa Bali normal. Hampir semua wisatawan, termasuk yang berasal dari Australia sudah betul-betul pulih,” kata Arief Yahya.
Usaha Arief Yahya tidak berhenti sampai di situ. Dia melobi media-media digital seperti Baidu, atau Google-nya China untuk merilis bahwa Bali sudah normal. Bali benar-benar layak dikunjungi pada waktu itu. “Kami juga sudah menjalin kerjasama dengan Konjen China di Bali, untuk mengundang wisman Tiongkok di Imlek 2018, yang jatuh pada tanggal 16 Februari 2018,” ajak Arief Yahya.
Angka 14 ribu wisman itu, menurut Arief Yahya, sudah lumayan bagus. Karena dampaknya sangat meluas dan besar bagi industri Pariwisata. Angka 14 juta itu sudah naik dari capaian tahun 2016 di angka 12 juta.
Kepala BPS Suhariyanto juga tegas mengakui, jika tidak ada bencana alam, target Kemenpar itu bisa tercapai. Kecuk –begitu sapaan Suhariyanto—mengakui, BPS tidak bisa membuat perkiraan angka untuk jumlah turis yang berkunjung ke Indonesia jika tidak terjadi bencana Gunung Agung.
Direktur Statistik KTIP BPS Titi Kanti Lestari juga mengatakan, turunnya dominasi turis asal China ke Indonesia dikarenakan imbauan dari pemerintahannya untuk tidak berkunjung ke Bali akibat letusan itu. Sehingga, turis asal Singapura yang dekat dengan Batam naik di posisi pertama.