Target tahun ini adalah 15 juta wisman sehingga diperlukan 1,6 kali lipat jumlah kursi penerbangan. Arief Yahya menjelaskan, apabila faktor kritis ini tidak bisa dibereskan maka target mustahil dicapai.
“Kita perlu 24 juta seat namun yang tersedia baru 22 juta, tahun lalu kita hanya memiliki 19,2 juta. Masalah konektivitas ini tidak bisa ditangani sendiri oleh Kemenpar,” kata Arief Yahya pada konferensi pers Rakornas Pariwisata I di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (30/3).
Lanjut Arief Yahya, solusinya harus mensinergikan antarkementerian dan lembaga yaitu dengan Kementerian Perhubungan, maskapai dan pembuat regulasi. Beruntung, dengan ketiganya Kementerian Pariwisata bisa mencari solusi bersama.
“Kalau performanya buruk sudah hampir pasti itu karena regulasi. Negara yang hebat adalah negara yang memiliki political will untuk melakukan deregulasi,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B. Panjaitan, mengakui bahwa pariwisata dapat menjadi leading sector, oleh karena itu pembangunan infrastruktur diprioritaskan untuk mendukung percepatan pembangunan destinasi, khususnya 10 destinasi prioritas.
Fokus pemerintah untuk lima tahun ke depan infrastruktur, maritim, energi pangan dan pariwisata. Penetapan kelima sektor ini dengan pertimbangan signifikansi perannya dalam jangka pendek, menengah dan panjang terhadap pembangunan nasional. Dari kelima sektor tersebut, pariwisata ditetapkan sebagai leading sector karena dalam jangka pendek, menengah dan panjang pertumbuhannya positif.
Arief Yahya menjelaskan alasan mengapa pariwisata ditetapkan menjadi core business Indonesia. Banyak sekali keunggulan kompetitif dan komparatif diantaranya unggul dalam menghasilkan devisa serta penciptaan lapangan kerja.
“Pesaing utama pariwisata Indonesia adalah Thailand, sedangkan negara ASEAN lainnya mudah dikalahkan. Ini terlihat dari country branding Wonderful Indonesia yang semula tidak masuk ranking branding dunia, sekarang berada pada ranking 47 mengalahkan Truly Asia Malaysia di posisi 97 dan Amazing Thailand di posisi 83,” katanya.
Setelah ditetapkan sebagai core business negara, Arief Yahya mengatakan bahwa alokasi sumber daya terutama anggaran harus diprioritaskan, termasuk anggaran untuk membangun infrastruktur di destinasi pariwisata.
Rangkaian Rakornas Pariwisata I-2017 itu sendiri diisi dengan diskusi/workshop seputar upaya meningkatkan konektivitas udara, laut dan darat beserta permasalahan dan solusinya dengan menghadirkan narasumber sebagai panelis dari instansi terkait, pelaku bisnis, serta otoritas bandara, pelabuhan maupun perketeraapian.