Keris, inilah senjata kesatuan budaya Nusantara sekaligus lambang kepahlawanan bangsa Indonesia. Berbeda dari senjata tajam lainnya dimana penggunaannya dengan menetak atau membabat maka keris merupakan senjata tajam untuk menusuk dan menikam. Keris bentuknya berbilah pipih, berunjung runcing, kedua sisinya tajam, dan panjangnya hanya sekitar dua jengkal.
“..Kertanegara, seorang raja Singosari mencabut keris dari warakanya lalu dengan cepat menebas telinga Meng Ki seorang utusan Kerajaan Mongol. Sontak suasana hening dan tiga utusan Kublai Khan pun terkejut dan gemetar.”
Keris adalah senjata sekaligus karya seni yang bernilai tinggi dengan keindahan bentuk dan bahan khusus serta proses pembuatannya yang memakan waktu lama, ketekunan, serta keterampilan khusus. Keris dapat ditemukan hampir di seluruh pelosok Nusantara dengan bentuk yang beragam. Bukan hanya di Jawa, keris juga digunakan di Bali, Kalimantan, Sumatera, hingga Sulawesi. Selain itu budaya keris pun telah menyebar ke kawasan lain di Asia Tenggara, terutama yang berbudaya Melayu, seperti Malaysia, Brunei, Filipina Selatan, Singapura bahkan ke Thailand Selatan.
“Kertanegara dengan kerisnya telah memilih menjaga negerinya dari penguasaan asing meski harus dibayar dengan nyawa. Singosari menolak tunduk pada Mongol dan rakyat Singosari pun tidak gentar kepada tentara Mongol.”
Salah satu yang membedakan keris dari senjata lainnya adalah memiliki ‘ganja’ yaitu bagian yang terletak di pangkal keris yang rapat dengan hulu keris. Keris pun memiliki ‘pamor’ atau hiasan unik dan detail dari logam yang warnanya terang dan membuatnya berbeda dari senjata tajam lainnya.
Bagian utama keris adalah bilah atau daun keris sebagai bagian paling penting. Ada juga hulu atau pegangan, ganja atau penopang, warangka atau sarung keris. Bentuk bilah atau dhapur keris mencerminkan estetika dan identitas keris itu dimana ada yang lurus atau berkelok atau luk. Luk selalu berjumlah ganjil, tidak pernah genap, paling sedikit 3 lekukan dan paling banyak 13 lekukan. Jika lebih atau kurang dari itu dianggap tidak lazim.
“..Jika saja Kertanegara memilih tetap menyarungkan keris di warakanya maka mungkin sejarah Indonesia akan lain. Kita mungkin tidak akan mengetahui adanya Majapahit sebagai penerus Singosari sehingga berhasil menyatukan Nusantara.”
Keris sebagai mahakarya budaya Indonesia sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia milik Indonesia. Diperkirakan senjata indah ini sudah ada dan dipergunakan sejak 1000 tahun yang lalu. Keris telah memengaruhi kehidupan masyarakat Nusantara di luar fungsi utamanya sebagai senjata. Hampir semua pakaian tradisional di Nusantara menggunakan keris untuk memperlengkapinya sekaligus sebagai simbol etiket dari protokoler dengan aturan dan ketentuan tertentu.
Tahun 1416, Ma Huan, seorang tangan kanan Laksamana Cheng Ho menyebutkan dalam catatannya bahwa masyarakat Majapahit senantiasa mengenakan keris yang diselipkan pada ikat pinggang. Ma Huan kagum terhadap keris tersebut karena ditempa dengan baik dan diukir dengan indah. Hal ini juga menunjukan saat itu, para pandai besi di Indonesia memiliki kemampuan alat budaya yang tinggi.
Penjelajah Portugis, Tome Pires, pada abad ke-16 menuliskan bahwa keris digunakan oleh setiap pria di Pulau Jawa dengan meletakkannya di punggung, tidak peduli miskin atau kaya, mereka pasti memiliki sekurangnya sebilah keris di rumahnya. Tidak ada satu pun laki-laki berusia antara 12 dan 80 tahun bepergian tanpa sebilah keris di sabuknya.
“..keris Empu Gandring diceritakan Kitab Pararaton telah menewaskan 7 orang penting dari Empu Gandring sang pembuat, Tunggul Ametung, Keboijo, Ken Arok sendiri, Anusapati, Tohjaya, dan Ranggawuni…keris ini bukan saja membawa malapetaka tetapi sekaligus mengantarkan pada berdirinya sebuah kerajaan besar yaitu Singosari”
Seorang laki-laki Jawa di masa lalu menempatkan keris sebagai ‘sipat kandel’ atau sesuatu yang diandalkan untuk mempertebal kepercayaan diri. Keris juga dihubungkan dengan adanya kepercayaan atas kekuatan gaib yang tersandang di dalam keris itu sendiri. Inilah yang menyebabkan hingga sekarang keris sebagai benda pusaka dikeramatkan bahkan sering diperlakukan sama seperti manusia. Contohnya apabila upacara perkawinan tidak dapat dihadiri mempelai pria maka sebagai gantinya adalah keris dapat dipersandingkan. Sejak dahulu keris pun sangat erat dengan wayang atau pedalangan juga dengan sejumlah tarian dimana keris disematkan pada busana yang dikenakan pemainnya.
Pembuat keris bagi masyarakat biasa dinamakan pandai besi, sementara pembuat keris yang handal dinamakan empu. Keris untuk masyarakat biasa ditempa dari besi atau baja biasa. Akan tetapi, keris bagi kesatria dan bangsawan, terbuat dari logam terbaik yang dicampur bahan dasar batu meteorit dengan kandungan titanium tinggi, nikel, kobal, perak, timah putih, kromium, antimonium, dan tembaga.
Seorang empu adalah seniman yang menguasai seni tempa, seni ukir, seni bentuk, dan seni perlambang. Seorang Empu sanggup memilih bahan baku keris berdasarkan warna, kekuatan, daya tahan terhadap air dan udara lembab. Membentuk sebongkah logam menjadi keris tidak hanya melibatkan bara dan palu, tapi jiwa dan semangat sang empu. Pembuatannya bahkan bisa mencapai waktu selama berbulan-bulan bahkan hingga tahunan. Para kesatria dan bangsawan hanya memesan keris dari sang empu dan hanya empu terbaik yang mampu menghasilkan keris terbaik.
Masyarakat di Jawa memiliki keterampilan mengolah logam sejak masuknya pengaruh India abad ke-5 M. Anda dapat melihatnya pada gambar di relief candi di Jawa, terutamanya Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Pada relief itu terdapat gambar senjata tikam yang menyerupai lembaran daun berupa model senjata tikam yang telah berkembang lebih dahulu di India. Oleh para ahli, senjata tersebut dinamai ‘Keris Buda’ dan dianggap sebagai prototype keris. ‘Keris Buda’ ini diperkirakan adalah keris pertama yang pernah dibuat di Nusantara saat tanah Jawa berada di bawah Kerajaan Mataram Kuno abad ke-8 hingga abad ke- 10. ‘Keris Buda’ diperkirakan peninggalan keris generasi pertama yang kelak menjadi cikal bakal lahirnya keris. Namun, belum diketahui secara pasti pada abad berapa dan pemerintahan siapa ‘Keris Buda’ dibuat.
Fase perkembangan terpenting pembuatan keris di Jawa adalah pada masa Kerajaan Mataram Islam. Saat itu keris dibuat dengan kualitas tinggi dan dalam jumlah besar sebagai senjata prajurit Mataram Islam dengan pusat pembuatannya di Nagasasra. Saat itulah dikenal sebagai budaya kinatah.
“..dalam Perang Jawa, Pangeran Diponegoro selalu membawa keris pusaka diselipkan di pinggangnya atau mengangkatnya ke langit..perhatikan warangkanya bermodel gayaman Yogyakarta.”
Keris adalah mahakarya Indonesia sarat filosofis yang mengajarkan sifat keluhuran budi dan keberanian. Di kalangan budayawan dan kolektor seni, keris pusaka masih terus diburu dimana harganya mencapai ratusan juta rupiah. Semakin baik dan semakin tua keris maka harganya semakin mahal.
..Panglima Besar Jeneral Soedirman selalu membawa keris ketika memimpin perang gerila melawan Belanda. Tahun 1949, sebelum berangkat meninggalkan Yogyakarta dan memimpin gerilya, jenderal besar ini meminta isterinya untuk menyiapkan keris yang akan selalu terselip di dadanya selama memimpin gerila, bahkan hingga beliau kembali ke Yogyakarta”
Anda dapat menemukan beragam bentuk keris salah satunya di Fadli Zon Library berlokasi di Benhil, Jakarta Pusat. Koleksi kerisnya berasal dari seluruh Nusantara, mulai keris Jawa, Sumatera, Bali, Sulawesi, Kalimantan, hingga Nusa Tenggara Timur ada di sini. Beberapa keris sudah berusia ratusan tahun. Keris-keris tersebut dijual beragam harga mulai dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah.
Di Taman Mini Indonesia Indah, Jalan Pondok Gede Jakarta Timur 13560 (+62 021 8404155) dapat Anda temukan Museum Pusaka. Tempat ini melestarikan budaya nasional pusaka Nusantara salah satunya keris. Anda dapat berkunjung ke sini dari Selasa hingga Minggu, hari Senin tutup. Harga tiketnya Rp5.000,00. Di sini selain berfungsi sebagai museum, juga menyediakan jasa perbaikan perangkat pusaka. Pastikan Anda mendapatkan informasi yang lengkap karena ada sekitar 5000 koleksi banda pusaka mengagumkan dari berbagai masa di Nusantara.