Rumah Adat Using Banyuwangi: Ikatan Batin Suku Using

Ikatan batin suku using dengan tanah kelahirannya begitu kuat. Mereka enggan meninggalkan rumah peninggalan nenek moyang meskipun karir maupun status sosial mereka sudah sukses. Hukuman ‘kwalat’ dari Sang Pencipta dipercaya akan turun apabila mereka tidak mengindahkan norma sosial yang sudah diwariskan turun-temurun.

Di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, hubungan tersebut tertata pada rumah adat yang mereka sebut sebagai rumah using. Sudah lebih dari lima generasi rumah-rumah ini tetap lestari. Ratusan tahun yang lalu ketika warga using belum mengenal Pancasila ataupun mendalami agama, pola kehidupan dan kepercayaannya mengalir dalam arsitektur-arsitektur rumah using. Jangan samakan rumah adat Banyuwangi dengan bangunan-bangunan tradisional khas Joglo maupun Jepara, karena rumah using dibangun dari kearifan lokal tersendiri berdasarkan filosofi yang lahir di tengah budaya warga Banyuwangi.

Atap merupakan bagian rumah yang paling mencolok karena inilah simbol utama pola kehidupan suku using. Rumah dibagi menjadi tiga jenis, yakni yang beratap dua (crocogan), beratap tiga (tikel/baresan) dan beratap empat (tikelbalung). Crocogan dengan perlambang dua atap mengisyaratkan dua insan yang baru saja melalui pernikahan, baresan yang disimbolkan dengan tiga atap mewujudkan rumah tangga yang sudah langgeng dan memiliki anak cucu, sementara itu tikelbalung mengartikan bahwa rumah tangga tidak selamanya lurus karena masalah selalu datang.

Ditinjau dari ruangannya, bangunan dibagi menjadi tiga ruang, yakni bale (serambi), jerumah (ruang tengah) dan pawon (dapur). Di halaman sekitar rumah sering dipasang kiling (kitiran) sebagai media hiburan atau hiasan. Di halaman ini pula, pada saat-saat santai, orang using seringkali menyeruput kopi bersama dengan kerabat atau tetangga sehingga budaya minum kopi sangat kuat di antara mereka.

Pembangunan rumah using juga diatur berdasarkan orientasi kosmologis, yaitu utara-selatan yang juga berkaitan dengan penanggalan Jawa. Rumah yang dibangun pada saat Wage maka akan menghadap ke selatan, sementara pembuatan di hari Pahing akan mengharuskan rumah menghadap ke utara.

Anda masih bisa menjumpai rumah adat using yang berfungsi dengan baik di Desa Wisata Using, yaitu desa wisata buatan yang dirancang menyerupai perkampungan using. Namun di Desa Kemiren, Anda bisa melihat rumah using asli yang masih difungsikan sebagai tempat tinggal. Posisi Desa Kemiren sangat strategis, satu jalur dengan rute ke kawasan wisatan Kawah Ijen.

Kayu dengan kualitas tinggi  merupakan rahasia rumah using masih berdiri kuat dan tahan dari segala cuaca, bahkan daya tahannya melebihi batu bata. Kayu yang digunakan adalah kayu bendo, kayu lokal dari hutan-hutan yang hanya ada di Banyuwangi. Seperti rumah-rumah woloan yang diperjual-belikan dengan cara bongkar pasang di daerah Tomohon, Sulawesi Utara, rumah using pun bersifat knocked-down atau tidak permanen. Rumah ini bisa dipindah dan dipasang kembali dengan sistem bongkar pasang.