Daya Tarik Sunset di Daratan Waigeo, Raja Ampat

Langit membiru, seolah awan telah hilang ditelan Matahari. Pak Anton, dive masterdari Scuba School International(SSI), salah satu organisasi selam ternama dunia, membeberkan pesona fauna dan keindahan alam yang perlu dijelajahi di Raja Ampat selain dunia bawah lautnya. Dua fotografer dan seorang penulis mengukuhkan niatnya untuk hiking, menyusuri pantai-pantai sekitar Waigeo Barat. Tanpa panduan seorang guide bersama mereka, Pak Anton menyebut rencana hikingitu sebagai sesuatu yang ‘a little bit unwise’, sesuatu yang kurang bijak. Dan itu terdengar menjadi sebuah pilihan terbaik dan paling menarik saat itu.

Hutan lebat di kanan dan kiri sepanjang jalan yang baru dibuka jalurnya seolah berteriak dan memekik melihat kehadiran para hikernekat’ini. Suara-suara semacam itu terbayang keluar dari primata-primata yang mengintip di dahan pohon raksasa yang tak terhitung di sepanjang jalan. Tanpa ada kehadiran manusia lain di jalan yang menghubungkan satu desa di pedalaman dengan Kota Waisai, Ibukota Raja Ampat, hikingterasa jauh lebih menantang. Pohon-pohon yang berusia ratusan tahun seperti curi-curi pandangdan berbisik satu sama lain, bahwa ada manusia merangkai langkah dan tawa di tengah rimba Pulau Waigeo. Tapi sesekali langkah harus terhenti oleh kepakan sayap yang jelas terdengar di ubun-ubun kepala, dan ada lengkingan burung hitam nan eksotis meluncur rendah di permukaan tanah. Mungkinkah itu kakatua raja (Probisciger aterrimusi) yang terancam punah?

Semakin jauh penelusuran ke bukit terjal yang menanjak dan menurun, berpayung langit dan matahari, semakin sulit pula memutuskan untuk kembali. Saat fotografer dan penulis perjalanan disatukan, jelas pilihannya adalah terus berjalan ke depan, tak ada jalan kembali dan tak ada rencana menyisakan tenaga untuk pulang. Hingga akhirnya, sebuah ceruk mengarah ke pantai membelokkan trekyang dilalui. Dari pohon kelapa yang tumbuh subur di sela-sela rumput setinggi pundak, menandakan bahwa pantai ada di hadapan.

Tiga atau empat rumah kayu berjajar di pantai yang terlindung pohon pinus, tak nampak dari arah hutan ataupun dari lautan. Meja dari kayu nampak sudah tua, dikelilingi kursi-kursi gelondongan kayu yang disusun rapih, memiliki senderan nyaman, menghadap langsung ke laut yang dangkal di hadapan, dengan air seolah berwarna hijau atau biru muda yang sukar didefinisikan karena bersihnya. Tak seorang pun hadir di perumahan kecil ini, sampai terlihat anak kecil berlari dari arah pantai menuju sebuah hammock,  kasur gantung di antara dua pohon. Dengan serta merta anak kecil itu memanggil ibunya dan ayahnya yang berjalan dari arah laut dangkal menuju pantai. Setelah saling bertukar sapa dan perkenalan, diketahuilah nama tempat itu sebagai Pantai Saleo. Pantai yang tersembunyi, asri, bagai surgawi.

Dipastikan bahwa jalan masih berujung, atas keterangan dari pasangan tadi. Ada desa yang menjadi tujuan di akhir jalur yang semakin siang semakin panas. Sebuah truk proyek pengerasan jalan berlalu dan itu kesempatan untuk mempercepat jalan menuju tujuan. Di atas bak terbukanya, hutan seolah ikut bergembira dan mengucap syukur, seperti syukur yang dirasakan saat duduk beristirahat di Pantai Saleo. 

Walau hanya setengah jalan, pada akhirnya hikingberhenti sejenak karena jalan sudah habis, menemukan ujungnya, tapi desa yang disebutkan masih belum nampak. Pantai yang sunyi di hadapan pun tidak dapat memberikan keterangan kemana harus melanjutkan langkah. Sehingga dua anak desa, Gawai dan Yauda, muncul dan menunjukkan sebuah jalur di tepi karang sepanjang pantai yang harus dilalui. Darinya terlihatlah kumpulan anak-anak lain tengah menangkap ikan di lepas pantai yang dangkal. Datanglah seorang anak, Yakobus, yang malu-malu membawa hasil tangkapannya dan menunjukkan desa yang disebut-sebut ada di ujung jalan. Desa ini dikenal sebagai Tanjung Miring, atau lebih termahsyur di telinga penduduk lokal sebagai Sarpokreng.

Ada mata air keluar di tepi karang di pantai menuju desa ini. Air laut yang menghempas suhunya terasa hangat di atas mata kaki yang harus terendam di sepanjang jalur pantai berbatu karang. Namun mata air ini memiliki suhu yang sangat dingin, melimpah seperti saluran PDAM yang bocor di tengah jalan kota. Rasanya pun tak seperti asinnya air laut. Rasanya bersih dan segar seperti halnya air minum dalam kemasan botol. Rupanya ini siklus air terpendek yang ada di dunia nyata. Jauhnya perjalanan kaki yang melelahkan dibayar kontan oleh pemandangan alam dan keanehan yang tak terbandingkan oleh apapun.

Beberapa warga nelayan di Sarpokreng, desa nelayan di sebuah teluk di Waigeo Barat,  menyambut dengan senyuman dan sapaan. Terdiri dari 97 kepala keluarga, desa ini masih terhitung sepi, tapi rapih dan bersih. Kegiatan para nelayan selayaknya dilakukan saat itu, seperti membuat perahu dari kayu Nato, merajut jaring yang rusak, memperbaiki mesin motor perahu, dan menikmati kaitan batin antara anak, ibu, dan ayah di bawah pohon nyiur yang rindang di sepanjang bibir pantai. Dua kelompok anak kecil berenang di pantai dan tak ada teguran atau larangan bagi mereka, seolah hal itu sudah sangat biasa.

Disinilah ujung perjalanan dimanasunsetmenjadi sesuatu yang ditunggu sambil berbaring melunglai di bawah lindungan anak pohon kelapa yang bersandingan. Tak ada pekerjaan lain yang lebih memuaskan, lebih rewarding, ketika semua hal yang tak diharapkan atau bahkan diharapkan sekalipun, menjadi sebuah kejutan manis di setiap kesempatannya. Tinggal kesempatan itu yang harus dicari. Akankah kita hanya membaca cerita perjalanan, ataukah menjalaninya seperti perjalanan memburu sunset terindah di Raja Ampat? Karena Pak Ones, salah satu warga yang juga bekerja sebagai pengawas terumbu karang di Coremap Raja Ampat sudah memastikan bahwa warganya sangat terbuka dan bahagia menjamu tamu-tamu.

Akomodasi

Tidak ada penginapan khusus bagi petualang atau wisatawan yang datang di Sarpokreng. Namun Pak Ones mengatakan kalau kantor Coremap bisa menjadi tempat berteduh yang nyaman bila harus bermalam di desanya.

Kuliner

Tidak ada cafeatau restoran khusus dibangun di desa ini. Warung yang tersedia hanya menyediakan makanan ringan dan mie instant yang dapat dipesan dan dimasak langsung oleh ibu-ibu yang menjaga warung. Tempat untuk memakan sajian ini pun dilakukan di ranjang besar yang dibuat di bawah pohon kelapa, menghadap langsung ke laut lepas. Anggaplah ini sebuah café bertema, dan kenikmatan pun tak jauh berbeda dengan duduk di café yang mahal.

Di Waisai, warung makan dan restoran kecil banyak ditemui. Restoran padang dan nasi bungkus seperti ayam goreng Lamongan pun dapat ditemui disana.

Berkeliling

Jika ingin mencari suasana berbeda dari sekedar sebuah desa nelayan, aturlah perjalanan melalui laut ke tempat terdekat seperti Teluk Kabui, dimana sunsetakan lebih dekat terlihat dan matahari jatuh di belakang pulau nun jauh yang dramatis dalam pandangan mata. Pulau-pulau kecil seukuran bis atau bahkan lebih kecil dari itu banyak dijumpai di perjalanan lewat longboat yang disewa dari nelayan setempat. Inilah jawaban mengapa kita memiliki 17,000 pulau lebih di kawasan negara kesatuan. Pulau sekecil itu pun dihitung, dan wajib dihitung, karena bukan pohon tak bernama yang tumbuh di atasnya yang menjadi kekayaan yang tak berbanding, tapi keindahan yang tepat ada di bawah dagu pulau tersebut yang berupa terumbu karang berwarna warni serta ikan-ikan eksotis yang dicari wisatawan pencinta alam bawah laut yang menjadikannya rumah permanen.

Transportasi

Kemanapun anda pergi di kepulauan Raja Ampat, perahu longboat atau speedboat dipastikan akan menjadi kendaraan dominan, selain ojek di daratannya. Harga bahan bakar di Raja Ampat jauh lebih tinggi dibanding tempat lain. Transportasi laut sudah hampir menjadi keniscayaan, sehingga akan lebih baik bila datang ke Raja Ampat, Anda mengajak teman-teman lain agar dapat sharing biaya, sehingga menjadi lebih murah. Di Waisai, ojek dipastikan menjadi sarana trasnportasi umum paling nyaman karena anda akan bebas menentukan arah dan tujuan, tanpa dibebani harga bensin terlalu tinggi.

Tips 

Selalu kenakan krim tabir suryakarena panas matahari bisa membakar kulit Anda. Keramahan masyarakat Raja Ampat cepat dirasakan bila kita bisa berbaur dan juga ramah kepada mereka.