Puri Saren Ubud berlokasi Jalan Ubud, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Lokasi puri ini berada di tengah kota, seberang Pasar Ubud. Apabila pasar tradisional menjadi simbol ekonomi penduduknya maka Puri Ubud merupakan pusat kehidupan adat, budaya dan seni warga Ubud. Pasar dan Istana yang saling berhadapan juga menggambarkan bagaimana dinamika masyarakat dan kehidupan Kerajaan Ubud sejak dahulu hingga saat ini. Di sekitar puri saat ini juga dihidupkan dengan aktivitas pariwisata dengan berjejer restaurant, café, bungalow, toko souvenir, money changer, sanggar seni, dan lainnya.
Ubud sendiri telah menjadi kota kerajaan selama lebih dari seratus tahun dengan pimpinan seorang raja bergelar “Tjokorda atau Agung”. Meskipun sistem feodal telah lama ditinggalkan namun peran Tjokorda masih sangat berarti bagi masyarakat Ubud. Begitupun kekuasaan formal bangsawan Ubud masih menghargai perintah semata-mata karena keturunan mereka. Keberadaan Puri Ubud telah menunjukkan jiwa serta identitas dari Desa Ubud secara keseluruhan. Itu karena Puri Ubud telah bertindak sebagai pelindung utama bagi keberhidupan seni, tarian, musik, dan juga sastra Bali.
Bangunan Puri Ubud didirikan tahun 1800-1823 atas prakarsa Tjokorda Ida Putu Kandel. Awalnya puri ini ditujukan untuk tempat tinggal raja dan keluarganya namun sekarang dibuka untuk umum dan menjadi tujuan wisata seni dan budaya. Saat Anda mengunjungi Puri Ubud akan diizinkan berkeliling hingga batas jabaatau bagian luar dari bangunan inti puri yang masih ditempati oleh kerabat istana.
Bangunan Puri Saren Ubud terdiri dari beberapa paviliun elok yang kebanyakan menggunakan furniture Eropa untuk dekorasinya. Benda-benda dengan estetika tinggi menjadi penghias bangunan tradisional istana yang menawan dan artistik. Kesejukan udara Ubud juga menjadikan pura ini mampu memberikan ketenangan bagi siapapun yang mengunjunginya. Puri ini memiliki wantilan di sebelah kanan istana yang berfungsi sebagai ruang pertemuan terbuka bagi warga atau tempat latihan dan pertunjukan seni.
Ubud sejak tahun 1930 memang telah dikenal sebagai tempat dimana aktivitas warganya lekat dengan seni dan budaya. Karena bernuasa seni dan budaya tidak mengherankan Ubud dipilih oleh beberapa seniman dunia menjadi rumah tinggalnya. Beberapa pelukis dunia seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet, Arie Smith, Hans Snell, dan tentunya sang maestro lukis Antonio Blanco memilih ubud sebagai tempat peristirahatannya. Ketika para seniman dunia hadir ke Ubud, Puri Ubud telah menjadi tempat penjamuannya bahkan kegiatan seni para seniman tersebut.
Raja terkhir Puri Ubud, yaitu Tjokorda Gde Agung Sukawati merupakan peminat seni sehingga memberikan banyak ruang untuk berkembangnya seni dan budaya di tempat ini. Beberapa museum lukis bahkan masih di kelola oleh kerabat Puri Ubud. Pihak puri juga memberikan pengajaran musik dan tarian tradisional bagi masyarakat atau pengunjung yang biasanya dilaksanakan sore hari.
Dengan keberadaan banyak seniman maka tumbuhlah Ubud sebagai kawasan berwawasan seni dan budaya amat kental dengan banyak sanggar dan galeri seni. Pun demikian, pertunjukan musik dan tari digelar setiap malam secara bergantian di banyak penjuru desa. Ubud yang membawahi 13 banjar dan 6 desa adat juga menjadi tempat penghasil kerajinan seni rupa yang elok dan telah banyak dijual ke mancanegara.
Untuk menuju Ubud dari Denpasar maka jaraknya sekira 20 km atau 45 menit. Ada banyak pilihan moda transportasi ke sana berupa taksi dari Bandara Ngurah Rai sekira 35 km, mobil sewaan, atau menggunakan bus dari Denpasar. Dari Kuta sempatkan mengarahkan tujuan ke Ubud dengan perjalanan selama 1,5 jam untuk mendapatkan pengalaman seni dan budaya Bali yang begitu memikat dan khas di Ubud.